10. mission completed

1.9K 270 118
                                    

Suara alat makan yang beradu dengan piring terdengar saling sahut menyahut di dalam ruang makan. Sarapan adalah kegiatan wajib di pagi mereka; tentunya setelah membersihkan diri terlebih dahulu.

Ada banyak hidangan yang tersaji di atas meja; ada kari ayam, sup miso, teriyaki, bahkan takoyaki. Lagi-lagi Naruto memesan makanan dari sebuah restoran langganannya. Hinata masih saja mengeluh tak enak badan, bahkan semalam wanita itu menggigil kedinginan. Tentu saja hal itu membuat si pria pirang tak dapat tidur dengan tenang dan berakhir memeluk Hinata semalaman hingga tubuh sang istri tak lagi gemetar.

"Naruto..."

Pria itu menghentikan gerakannya menyumpit sepotong ayam teriyaki dari piringnya kala mendengar panggilan lirih Hinata. Kepala pirang itu menoleh pada sumber suara, "Ya?"

Wajah jelita itu terlihat sedikit ragu untuk berucap, mata seindah mutiaranya bergerak gelisah kala bertemu pandang dengan safir biru sang suami yang tampak menenangkan. Sepertinya ada sesuatu yang tengah ia pikirkan.

"Kau... pulang jam berapa nanti malam?" tanya si pemilik rambut panjang lurus nan berkilauan pada akhirnya.

"Jam sembilan. Kenapa?" alis pirang Naruto naik sebelah, ia kembali menyuap sarapannya tanpa mengalihkan atensi dari wanitanya.

Kening Hinata berkerut tak suka, "Kenapa malam sekali?"

"Tumben sekali kau manja padaku. Mulai jatuh cinta, eh?" si pirang menaikkan sudut bibirnya, kemudian meminum segelas air mineral di depannya.

"Yang benar saja!" tentu tingkat percaya diri Naruto yang kelewat tinggi itu membuat Hinata memutar kedua bola mata.

Sudut mata biru itu hanya melirik sekilas pada istrinya, ia mengambil sebuah tisu dari tempatnya untuk mengelap mulut. Ia sudah menyelesaikan sarapannya.

"Aku harus segera berangkat, Hinata. Apakah masih ada yang ingin kau sampaikan, 'istriku'?" pria itu mengerling pun tersenyum menggoda pada wanitanya sembari menumpuk piringnya yang telah kosong untuk ia bawa ke tempat pencucian.

"Belikan aku tespek." Hinata berkata dengan secepat kilat, setelahnya pipi putih itu segera berubah warna merah pekat.

"Ok! Tespek, akan ku ingat." Ucap Naruto tanpa menghentikan gerakan tangannya. Namun, tak berselang waktu lama pergerakannya terhenti seketika ketika otaknya selesai mencerna ucapan istrinya. "W-wait... tespek?!" safir biru itu menatap tak percaya pada wajah semerah kepiting rebus Hinata. "Benar TESPEK YANG ITU?? Kau... sedang tidak bercanda, kan?" lanjutnya dengan penekanan di beberapa kata.

"Apa wajahku terlihat sedang bercanda?" Hinata kembali memutar bola matanya.

Sejujurnya ia sedikit malu untuk meminta Naruto membelikan alat tes kehamilan untuknya. Tapi, ia sudah kepalang penasaran. Pasalnya lebih dari seminggu ini ia sering merasa tak enak badan dengan tanpa alasan, dan baru semalam ia membaca sebuah artikel di internet bahwa apa yang ia rasakan akhir-akhir ini bisa jadi tanda-tanda awal kehamilan.

Jangan tanyakan Hinata sudah telat datang bulan atau belum, ia tidak pernah mengingat ataupun mencatat hal merepotkan seperti itu.

"Hinata, kau serius? Kau... benar-benar hamil?" mengabaikan piring kotor beserta alat makannya yang lain, pria itu melangkah mendekati sang istri, ada setitik raut takjub pada wajah si lelaki keturunan negara bagian benua Eropa; negara yang pernah menjadi bagian dari negara sosialis Uni Soviet.

"Kau pikir untuk apa aku menyuruhmu membeli alat itu jika bukan untuk mencari tahu kebenarannya? Dasar bodoh!" sungguh, Hinata tak sanggup menatap wajah terlampau antusias suaminya. Ia memalingkan muka dengan melipat kedua lengan di depan dada.

MY (bastard) HUSBAND✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang