14. curiga

1.8K 241 99
                                    

Atensi mata seindah mutiara Hinata tak lepas dari sosok jangkung yang baru saja menuruni anak tangga. Pria yang bergelar sebagai suaminya itu telah rapi dengan setelan formal, jas berwarna abu-abu yang digulung sebatas siku dengan dalaman kemeja putih melekat sempurna pada tubuh atletisnya. Sedangkan sebagai bawahan, celana formal hitam berjenis flat front terlihat begitu serasi melengkapi penampilannya.

Perfecto, adalah ungkapan yang begitu pas menggambarkan dirinya malam ini. Bahkan Hinata tampak sedikit terpesona melihatnya.

"Kita jemput Sara dulu." Tangan kiri besar Naruto meraih kunci kontak mobil di atas meja kaca, tepat di depan sosok istrinya. Membuat wanita yang tengah hamil muda itu sedikit tersentak. Ah, apakah ia melamun tadi?

Namun, wanita Uzumaki itu segera menguasai diri. Mendengar nama seorang wanita yang keluar dari bibir sang suami membuat Hinata mengerucutkan bibirnya.

Kita? Hinata tentu saja tak sudi ikut menjemput kekasih suaminya.

"Tsk! Kau jemput saja sendiri! Aku akan menunggu Toneri menjemputku." Ia lantas meraih handphonenya kembali, hendak memainkan sebuah game untuk membuang kesal yang tiba-tiba datang, mengabaikan raut tampan Naruto yang entah kenapa berubah berang.

"Kau... memberitahukan alamat rumah kita?!" mata biru itu menyipit, menatap dengan alis menukik pada wajah jelita di depannya.

Sungguh, ia tak habis pikir dengan apa yang ada dalam pikiran sang istri. Seriously, bahkan ia sampai memberitahukan alamat rumah mereka pada selingkuhannya?!

Well, meskipun Toneri sudah lebih dulu menjalin ikatan cinta dengan Hinata, tetapi wanita itu tetaplah sudah menjadi istri sahnya. Tidak salah jika ia menyebut si pria berambut putih itu sebagai Pebinor, bukan?

Sungguh, Naruto sangat jengkel sekarang.

"Iya, memangnya kenapa?" namun, Hinata justru menjawab pertanyaan sang suami dengan pertanyaan lain dengan begitu ringan, seakan tanpa beban. Ia bahkan tak mengalihkan atensinya sedikit pun dari handphone yang berada dalam genggaman.

Tentu saja Naruto menggemeretakkan giginya, menahan murka yang semakin bertambah. Kedua telapak tangannya terlihat terkepal kuat di kedua sisi tubuhnya, dengan kedua telinga yang mulai memerah.

Ingin rasanya ia membentak, tetapi ia tak kuasa; Hinata tengah hamil darah dagingnya. Hingga akhirnya ia hanya mampu menahan mati-matian amarahnya.

"Tsk! Ya sudahlah. Kau ikut denganku, tak ada bantahan." Putus pria itu, final. Ia lantas menghempaskan pantatnya di sisi sang istri.

"Kalau aku tidak mau?"

"Maka aku akan menyeretmu." Naruto menjawab cepat, lantas menatap tajam sisi wajah wanitanya. "Menurut saja apa susahnya, huh?!"

Hinata terlihat mengedikkan bahu ringan, tanpa melepas atensinya dari handphone miliknya. "Aku tidak ingin menjadi nyamuk!"

"Tidak akan. Aku tidak akan melakukan apa pun dengan Sara, kau tenang saja."

Wanita berambut panjang berkilauan itu hanya melirik melalui ekor mata kemudian mendecih, seakan tak percaya. "Tcih!"

"Kau boleh memukulku jika nanti aku menyentuh Sara di depanmu."

"Kenapa kau sangat bersikeras, huh? Kenapa tidak kau biarkan saja aku bersama Toneri?" Hinata menghela napas panjang, ia terlihat sama kesalnya sekarang.

"Ada banyak hal untukku sebagai alasan, asal kau tahu saja." Si pria berambut pirang mengambil paksa handphone istrinya, membuat mata seindah mutiara Hinata secara otomatis menatap penuh padanya. "Tetapi yang paling utama adalah... karena aku tidak akan bisa merasa tenang. Biar bagaimanapun ada darah dagingku yang sedang kau bawa." Lanjutnya, membuat Sang wanita hamil terpaku di tempat.

MY (bastard) HUSBAND✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang