Safir biru itu menatap meneliti pada wanita yang sedang bersolek di depan meja riasnya. Kedua alis pirangnya hampir bertaut kala menelusuri penampilan sang istri malam ini, wanita itu sudah terlihat begitu rapi.
Wajah wanitanya yang memang sudah cantik alami, terlihat semakin menarik dengan riasan naturalnya. Sedangkan tubuhnya yang proporsional terbalut dengan manisnya gaun malam berwarna lilac berpotongan dada rendah. Bahkan dari radius yang cukup jauh, suaminya dapat melihat dua gundukan payudara yang telah akrab dengan sentuhannya itu menyembul, seakan meminta dikeluarkan. Ia meneguk ludahnya tanpa sadar.
Sembari sesekali menggosok rambut pirangnya yang basah dengan handuk kecil di tangannya, pria itu berjalan semakin mendekati sang istri. Ah, ia baru saja selesai mandi. Pekerjaan hari ini sangat banyak sehingga ia pulang sedikit terlambat dari hari biasanya.
"Mau ke mana kau?" tanyanya. Tubuh jangkungnya yang hanya terbalut handuk sebatas pinggang ia sandaran tepat di sisi meja rias Hinata, seakan sengaja memamerkan pahatan enam kotak otot perutnya yang tercetak begitu sempurna pada wanitanya.
Namun, sepertinya usaha Naruto gagal. Wanita itu hanya menoleh sekilas ke arahnya, kemudian kembali fokus pada pantulan dirinya sendiri di dalam cermin. Tangan kanan lentik itu terlihat menyapukan sebuah lipstik berwarna merah maroon pada bibirnya dengan serius.
"Bertemu Toneri. Kenapa?"
Tubuh pria pirang itu terlihat sedikit menegang, hingga secara refleks ia menghentikan gerakan tangannya mengeringkan rambut. Ia tidak suka mendengar ucapan Hinata. Namun, ia segera berusaha mengontrol ekspresi wajahnya.
"Tidak apa-apa." Jawab Naruto dengan nada datarnya, pura-pura acuh. Sejujurnya ia tidak ikhlas.
Hell, wanitanya hendak menemui lelaki lain dengan penampilan seperti itu?! Seseksi itu?!
Bahkan ketika bersamanya, Hinata tak pernah sekali pun berdandan ataupun memakai pakaian yang berpotensi menggoda iman.
Yah, meskipun ia lebih suka melihat wanitanya tidak menggunakan apa-apa, apalagi ketika mendesah pasrah di bawah kungkungan tubuhnya.
Lihat, bahkan dengan hanya membayangkannya saja tubuh Naruto sudah terasa panas.
"Jangan bilang kau ingin ikut?" Mata seindah mutiara itu melirik sinis pada suaminya, sejenak menghentikan gerakan tangannya merias diri.
Pria itu menaikkan sudut bibirnya sebelah, kemudian berdecak. "Tsk! Mana ada?! Aku ini sibuk." Ucapnya, sok cuek.
Setelahnya, Naruto melangkah menuju lemari pakaian yang tak jauh dari posisinya. Tangan kanannya meraih sebuah t-shirt putih polos miliknya, kemudian segera mengenakannya.
"Sibuk memancing wanita di lantai dansa." Gumam Hinata, yang masih mampu di dengar oleh telinga si pria. Wanita itu kembali memfokuskan diri pada pantulan dirinya di cermin dengan acuh.
Sudah selesai. Ia terlihat sempurna sekarang. Sekali lagi ia menyisir rambut panjangnya yang ia buat bergelombang, kemudian tersenyum puas melihat penampilannya.
Bahkan, ia seakan mengabaikan keberadaan suaminya yang kini menatap dirinya dengan mata menyipit.
"Tak bisakah sedikit saja kau berpikir positif terhadapku, Hinata?" ada nada pedih di setiap kata yang keluar dari bibir merah kecoklatan si pria.
"Tidak." Namun, Hinata seakan tak menyadarinya.
Naruto mendudukkan diri di tepi ranjang. Tatapan mata birunya terfokus pada setiap gerakan wanitanya. "Padahal aku menyayangimu loh."
"Hm, aku juga menyayangimu, 'kakakku'."
Dan entah kenapa, Naruto merasa kesal kala Hinata memanggil dirinya dengan sebutan itu. Sungguh, ini pertama kalinya ia merasa tak suka.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY (bastard) HUSBAND✔
RomanceTersedia PDF . Demi permintaan terakhir neneknya, pria itu harus menikahi adik angkatnya sendiri. Bukan hanya itu saja, mereka pun diharuskan memiliki anak secepatnya, untuk bisa memiliki hubungan darah yang sebenarnya di dalam keluarga. Hell, itu t...