Drrttt... drrrttttt...
Meja kecil itu berderit nyaring kala handphone di atasnya bergetar, tanda masuknya sebuah panggilan.
Hinata menguap pelan. Tanpa merubah posisinya yang rebahan, tangan kirinya meraba-raba permukaan meja; meraih handphonenya. Dan dengan keadaannya yang masih setengah terpejam, wanita itu menempelkan alat komunikasi itu pada daun telinga kirinya.
"Hallo?" Ucap Hinata, serak. Suara khas seseorang yang baru saja bangun tidur.
Terdengar bunyi derit sejenak, kemudian suara halus itu memasuki gendang telinga si wanita. "Hinata, kau sudah bangun, Nak?"
"Mama?" sontak saja Hinata segera bangkit dari posisinya, kemudian duduk dengan tegak, seakan seseorang yang menelponnya benar-benar berada di hadapannya. "Iya, aku baru saja terbangun saat Mama menelepon." Ungkap wanita itu dengan gugup sembari menggigiti kuku jemarinya. Ia hanya tak ingin membuat Mamanya kecewa. Ia sudah menjadi seorang istri sekarang, namun masih saja bangun kesiangan.
"Kebiasaanmu tak pernah berubah ya?" tanya seseorang di ujung telepon; Mamanya. Kekehan ringan terdengar sayup-sayup di telinga Hinata.
Sedangkan Hinata hanya menunduk, "Maaf..."
"Tidak apa-apa. Semua butuh proses, sayang." Ucap Mamanya dengan suara yang selalu terdengar menenangkan. "Ah, Mama rindu... kapan kau akan pulang ke rumah?"
Hinata melirik sosok yang masih terlelap di sisinya sejenak. "Tergantung Kakak, Ma."
"Kau... masih memanggil suamimu kakak?" suara dari seberang telepon terdengar tak percaya.
Sedangkan Hinata hanya menggaruk tengkuknya dengan kikuk kala mendengar pertanyaan Mamanya.
"I-iya. Hehe." Aku wanita itu dengan kekehan.
Tentu saja bohong! Hinata sejak dulu sebenarnya memang jarang memanggil kakak yang sekarang telah resmi menjadi suaminya itu dengan sebutan 'kakak'. Bisa dikatakan jika ia hanya memanggil panggilan yang benar pada Naruto hanyalah saat Mamanya berada di sekitar; ia dan Naruto jarang sekali akur.
"Kau boleh memanggil Naruto dengan nama kecilnya, Hinata. Kau sudah menjadi istrinya sekarang." Ujar Mamanya, menasihati. "Ah, atau lebih baik kau panggil 'sayang'?"
"Mama~" sontak saja tubuh Hinata tersentak di tempat kala sang Mama menggodanya. Pipi wanita itu memerah sempurna. Memang terkadang ia memanggil Naruto dengan sebutan 'sayang', ketika ia mencapai puncak kepuasan.
"Kau pasti terlihat lucu ketika malu-malu seperti itu." Mamanya kembali terkekeh di seberang. "Ah, di mana anak Mama yang tampan itu? Masih tidurkah?"
"Iya, Ma."
"Boleh bangunkan dia, Hinata? Mama ingin berbicara dengannya."
Hinata sedikit menjauhkan handphonenya dari daun telinga. Kaki kanannya menendang pelan betis pria yang tidur satu selimut dengannya, berusaha membangunkan. Namun, sialnya tiada respon sedikit pun dari suaminya. Justru dengkuran halus kembali terdengar dari bibir merah kecoklatannya.
Hinata mendengus kesal. Ah, suaminya memanglah pria yang suka tidur. Kalau sudah seperti ini, pasti akan susah untuk membuatnya bangun.
"Hei, bangun!" Ucap Hinata tepat pada telinga kiri si pria pirang.
Namun, pria itu masih saja tak bergeming.
Wanita itu tak kehabisan akal, tangan kanannya yang bebas---tidak memegang handphone---segera naik, kemudian mencubit hidung mancung Naruto, berharap dengan cara itu mampu membuat sang pria tersadar karena kehabisan napas.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY (bastard) HUSBAND✔
RomanceTersedia PDF . Demi permintaan terakhir neneknya, pria itu harus menikahi adik angkatnya sendiri. Bukan hanya itu saja, mereka pun diharuskan memiliki anak secepatnya, untuk bisa memiliki hubungan darah yang sebenarnya di dalam keluarga. Hell, itu t...