Seorang gadis mengeliat pelan sebelum akhirnya ia bangun, membuka matanya seraya tersenyum manis. Ia adalah Ayna Faeyza. Siswi kelas XII. Ia berjalan menuju jendala kamarnya, menyingkirkan gorden yang menghalangi sinar mentari memasuki kamarnya.
"Selamat pagi untuk kamu. Kuharap bisa bertemu denganmu. Segera.", ucapnya tersenyum tipis di depan jendela kamarnya, menatap pagi yang cerah.
Ia melangkahkan kakinya menuju ruang mandinya. Ia harus segera bersiap untuk kesekolah, walau sebenarnya tidak ada masalah bila ia terlambat atau bahkan tidak datang. Karena Ujian Nasional telah usai kemarin. Mereka hanya datang untuk memeriksakan data diri mereka apakah ada kesalahan atau tidak.
"Pagi Bunda.", sapanya setelah siap dengan seragamnya. Dimeja makan telah ada sang bunda mines sang ayah dan juga sahabatnya, Raditya Rashaad.
"Pagi juga Ayna.", balas sang bunda.
Ayna sudah mengkode sahabatnya itu untuk segera pergi, namun gagal karena sang bunda sudah menyuruhnya duduk sebelum ia sempat melarikan diri.
"Ayna, duduk kamu. Jangan coba-coba berangkat sebelum sarapan.", ucap sang bunda tegas.Ayna akhirnya duduk. Ia meraih susu dan sepotong roti. Meneguknya hingga habis. Sebelum bundanya mengatakan sesuatu ia telah bergegas berdiri.
"Susunya udah Ayna habisin. Rotinya juga udah Ayna makan. Jadi Ayna berangkat dulu ya bunda. Bye bye.", gadis itu mengecup pipi sang bunda lalu bergegas keluar. Radit menyusulnya dibelakang. Ersya hanya bisa menghela nafasnya melihat putrinya.
"Gimana bujuknya kalo diajak ngomong aja susah.", keluh Ersya.
Radit yang sejak tadi hanya jadi penonton pun akhirnya bertanya.
"Buru-buru banget. Gak bakalan telat juga. Lo ngindarin tante Ersya?"
"Ya biasalah."
"Beda pendapat tentang apalagi kali ini?"
"Kapan-kapan deh gue cerita. Eeh kok lo jadi kepo? Tumben."
Radit hanya mengangkat bahunya acuh. Bukan jawaban yang ia berikan melainkan helm yang harus Ayna kenakan yang ia berikan.
"Nih buruan pake. Daripada bunda lo nyusul sampe keluar.", ucapnya sambil menyerahkan helm yang memang biasa Ayna gunakan setiap kali Radit menjemputnya.
"Ya gak segitunya juga kali, Dit."
"Udah belum? Pakai helm aja lama amat lo."
"Ya sabar dong. Ribet nih rambut gue nyangkut."
Melihat Ayna yang kesulitan, Radit akhirnya membantunya. Jarak antara mereka terlalu dekat membuat perasaannya tidak karuan. Setelah selesai Radit memalingkan wajahnya dengan cepat. Membuat Ayna melihatnya bingung.
"Udah buruan naik. Gue baru ingat ada janji sama anak basket."
"Iya bawel."
Tak perlu waktu lama akhirnya mereka sampai disekolah tercinta, SMA ERLANGGA. Ayna melepaskan helmnya, menyerahkannya kepada yang punya. Barusaja ia ingin melenggang pergi, namun langkahnya tertahan oleh Radit yang lebih dulu memegang ujung tasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved
Teen Fiction"Mencintai seseorang yang tak pernah kamu temui itu bagaikan mencintai tokoh fiksi, hanya bisa dikagumi namun sulit tuk digapai." Itulah kalimat yang selalu Ayna Faeyza dapatkan setiap kali harapannya hancur oleh seseorang yang sama sekali belum per...