> Lembar 2

59 22 4
                                    

Mulmed as Nayna Putri Artamevia

(\__/)
(^-^)
/ >< \
______________

    Kedatangan Adrian tadi intinya hanya ingin mengajak Nayna untuk mulai mendiskusikan bersama pidato mereka nanti, sepulang sekolah. Lagipula, hari ini Nayna sedang tidak ingin buru-buru pulang ke rumah. Gadis itu perlu merefleksikan diri untuk tidak memikirkan masalah keluarga.

Tidak ada Zian lagi di rumahnya, bocah itu menjadi hak asuh Ibunya. Tentu saja, Nayna merasa kecewa dan terpukul. Kesepian sekali, bukan?

Namun sampai detik ini, Nayna masih belum tahu dengan jelas apa yang membuat kedua orang tuanya berpisah. Hal yang terkadang membuat Nayna murung itu hanya karena berawal dari kedua orang tuanya yang akhir-akhir ini sering bertengkar. Namun, Nayna tidak pernah membiarkan masalah pribadi untuk membatasi kelebihannya.

Masih tidak jelas, sama sekali tidak ada penjelasan di antara mereka. Bahkan Nayna sendiri sudah bertanya pada Ayahnya, mengapa Ibu begitu nekat seakan keputusannya sudah tepat ketika menceraikan Ayahnya tanpa ragu. Namun pria itu memilih bungkam.

Sayangnya, yang bisa dilakukan Nayna saat itu hanya menangis tanpa suara. Terkadang ia jadi berpikir kalau kehidupannya persis seperti yang berada di kebanyakan novel, perpisahan orang tua itu memang miris.

Di hadapannya, kini berdiri sosok tubuh Adrian yang lebih tinggi beberapa senti dari Nayna. Cowok itu tengah memilih-milih cemilannya di rak makanan. Katanya, supaya diskusi mereka nanti tidak akan kebosanan karna ada makanan.

"By the way, Lo biasa dipanggil apa?" tanyanya, namun tidak menatap langsung pada Nayna.

Tentu saja cowok itu masih sibuk mencari-cari.

"Nay, Via, terserah enaknya lo aja," jawab Nay. Gadis itu ikutan memilih snack. "Ke situ yuk!"

Nayna mencomot satu bungkus kue ring sebelum ditarik oleh Adrian ke mesin pendingin minuman.

"Lepas!" Sifat sinisnya kembali. Adrian melepaskan gandengan tangannya dan menyengir lebar. Kemudian dia juga memberikan jari peace pada Nay.

"Panggil gue Ian."

"Gak ada yang nanya lo."

"Iya juga sih." Adrian meraih dua minuman kaleng, kemudian menutup kembali pintu mesin pendinginnya setelah terbuka. "Skuy."

Masih mengenakan seragam SMA, kemudian mereka melenggang pergi menuju kasir. Tadinya Nayna ingin menggunakan uangnya sendiri untuk membayar makanan yang sempat ia ambil, namun Adrian langsung membayarkan semuanya dan menolak uang Nayna.

"Gue yang bayar."

"Alhamdulillah," gumam Nay ketika mendengar kalimat itu dari mulut Adrian.

Usai membayar, mereka langsung menuju ke area parkiran untuk mengambil motor Adrian di sana. Sebenarnya, minimarket di sini tidak jauh dari sekolah, itu sebabnya Adrian menyuruh Nay untuk mampir sebentar ke sini.

"Di rumah gue aja yuk. Naik motor, lo jalan kaki kan, ke sekolah? Biar nanti pulangnya sekalian gue anter."

Sebentar.

Tentang 'Dia'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang