🗒> Lembar 13

14 5 1
                                    

    Semuanya diadakan tampak meriah. Malam yang seharusnya gelap gulita, menjadi bersinar ketika lampu-lampu kecil menghiasi pintu masuk melengkung yang hanya terbuat dari lilitan bambu. Tidak lupa dengan tiga balon dengan warna berbeda di tengah-tengahnya, dan ucapan selamat datang pada yang hadir memenuhi undangan.

Ini pertama kalinya Nayna datang ke pesta ulang tahun yang begitu mewah. Sebelumnya, terkadang dia sama sekali tidak diperbolehkan mengunjungi pesta-pesta tanpa orang tua. Namun, siapa yang akan melarangnya kali ini? Ayahnya sedang bekerja, sedangkan Ibunya juga sudah tidak ada lagi bersamanya.

Nayna pikir, mungkin akan sangat membosankan jika mendatangi pesta. Namun ketika Jeno tiba-tiba datang membawa motor ke rumahnya, membuat Nayna mau tak mau harus ikut dan segera berganti pakaian. Setidaknya, Nayna merasa cukup terhibur ketika sekarang ia mendatangi pesta Septia.

Waktu itu, Nayna sempat bingung harus berganti dengan pakaian apa. Akan tetapi, tiba-tiba Jeno langsung menariknya masuk ke dalam mobil. Dan membawanya ke toko baju untuk dress yang akan Nayna pakai malam ini.

Jeno hanya mengenakan setelan kasual biasa namun tampak elegan. Sedangkan Nayna memilih baju dress selutut bertema hitam-putih, katanya supaya kesan couple-nya dengan Jeno tampak terasa.

Jeno meletakkan tangannya di pinggang, memberi Nayna kelonggaran agar gadis itu bisa jalan bergandeng dengannya. Nayna menatap wajahnya, memperhatikan setiap pahatan wajah dan gaya berpakaian Jeno malam ini. Nampak sangat jauh berbeda daripada saat di sekolah. Cowok itu terlihat lebih nakal dan buruk ketika berseragam, namun beda lagi kalau sekarang.

"Kenapa cuma diem? Kagum? Cepet gandengan tangan sama gue. Tema ulang tahunnya Septia couple soalnya."

Nayna mengangguk gugup. Gadis itu cepat-cepat menggandengkan tangannya pada Jeno, dengan sebelah tangan yang memegang kado besar dari mereka berdua. Ya, seperti yang kita lihat sekarang. Sewaktu Nayna berjalan-jalan dengan Vela ke mal waktu itu, dia sama sekali belum membeli hadiah untuk Septia dan menyerah untuk tidak hadir ke undangannya.

Bahkan, kado ini dibeli sangat dadakan sekali olehnya dan Jeno.

"Selamat ulang tahun," kata Nay singkat ketika Septia yang sedaritadi berdiri di depan untuk menyambut para kehadiran. Dia menggunakan gaun cantik dengan mahkota perak di atas kepalanya.

"Thanks, sweet couple with Jeno. Akhirnya lo dateng juga ke pesta gue. Gue kira lo gak bakalan dateng," balas Septia dengan senyumnya yang mengembang lebar.

Nay membalas senyumnya, namun Jeno hanya datar-datar saja.

"Masuk aja," lanjut Septia lagi.

Jeno langsung menariknya tanpa aba-aba, membuat Nay hampir jatuh tersandung oleh kakinya sendiri. Namun, Jeno secara refleks langsung menahan tubuh Nay agar tak terjatuh, menangkup punggungnya. Kemudian Nay mengalungkan kedua tangannya di leher Jeno secara tak sengaja.

Septia mendeham. Kemudian tersenyum menggoda pada mereka berdua. "Udah selesai?"

Nayna langsung bangkit, tak ingin berlama-lama jika tubuhnya terjatuh dalam dekapan Jeno tadi. Dalam sekejap, detak jantungnya berubah tak karuan.

Nayna langsung berjalan meninggalkan Jeno lebih dulu, mereka semua tak menyadari jika di belakang, Adrian baru saja datang. Tentu ia turun dengan perempuan gandengannya ... Vela.

Septia melambai-lambaikan tangannya pada Jeno sambil berkata, "Pasangan lo udah jalan duluan, woy."

Jeno tahu. Dia sedang merasakan sesuatu. Kehadiran Adrian, apakah cowok itu merasa ada yang tidak enak pada hatinya sekarang?

Tak mau lama-lama, Jeno langsung menyusul Nayna tanpa mengucapkan satu patah kata lagi. Septia kembali ke posisinya, melihat ada Adrian yang berdiri kaku bersama Vela di sampingnya.

"Adrian, ayo." Vela membujuk Adrian untuk masuk, Septia mempersiapkan senyuman terbaiknya pada tamu. Adrian tiba-tiba bermuka datar, cowok itu melenggang pergi untuk masuk, tanpa berbasa-basi lebih dulu pada Septia atau pun Vela.

"Selamat ulang tahun ya, Sep. Ini kado dari aku sama Adrian. Adrian, tunggu aku!" Akhirnya, terpaksa Vela harus berlari untuk mengejar Adrian meskipun kakinya sangat sulit untuk melangkah. Dia sedang mengenakan dress panjang.

Septia hanya bisa geleng-geleng melihatnya.

***

"Loh, kok, di sini ada orang yang gak dikenal juga ya? Katanya cuma temen sekelas doang yang diundang?" tanya Nayna, kini jalan berdampingan dengan Jeno sambil melihat riuhnya orang-orang di sini.

"Yaiyalah, kan, Septia punya pacar. Anak kelas 11 Bahasa-2."

"Bentar, dah, bukannya Septia pacaran sama kakak kelas?"

Jeno menyentil dahi Nayna lumayan keras. Bibirnya mengukir kekehan kecil sambil menjawab, "Udah beberapa abad yang lalu kali. Masa lo kuno banget sama temen sebangku sendiri? Sampe kagak tau kalau Septia udah putus sama dia, sekarang pacar barunya yang baru banget itu, dari kelas 11 Bahasa-2."

"Sepantaran?" Nayna mengerutkan keningnya. Beberapa detik kemudian, gadis itu baru menyadari sesuatu dan membulatkan kedua matanya sambil berkata dengan raut terkejut, "Berarti--"

"Adrian?" potong Jeno.

Nayna terdiam. Ya, memang itu yang tadi ada di pikirannya. Pantas saja waktu lalu Vela mengatakan jika dia juga diundang. Namun, kenapa saat itu Vela berkata dengan nada yang tidak yakin jika dirinya juga diundang? Apakah sekarang mereka sudah datang?

"Woy? Kok, bengong, sih. Bikin gue haus aja."

Nayna mengerjapkan matanya. Gadis itu menampakkan cengengesannya, "Yuk, ke sana aja! Acaranya udah mau dimulai kayaknya."

Kini, gantian Nayna yang menarik tangan Jeno. Adrian mengintipi mereka sedaritadi, dengan sebelah tangannya yang mengepal. Dan sebelah tangannya lagi menggenggam secangkir minuman. Rasanya geram sekali ketika melihat Nay kelihatan akrab dengan Jeno. Entah kenapa ... ada perasaan yang tidak rela.

"Selamat datang semuanya! Di sini, kita sama-sama merayakan ulang tahun Septia yang ke tujuh belas." Nayna tidak mengenali siapa yang tengah memegang mik, tapi mik tersebut kemudian dilempar alih pada Septia.

"Hi, all. This is my sweet seventeen. Di sini, saya berdiri bersama orang-orang yang saya cinta. Yang pertama, orang tua saya ..." Terlihat wanita dan pria paruh baya melambaikan tangannya. "... kemudian ada Gian."

Kedua pipi Septia langsung bersemu malu ketika Gian menatapnya. Perhatian Nayna terpecah ke sana, ah, ternyata dia. Nay seperti pernah melihatnya entah di mana.

Kemudian, acara pun berlangsung meriah setelah pembukaan. Nayna beranjak menuju meja yang tersedia jejeran kue. Gadis itu mencomot satu cup cake, baru saja hendak dimasukkan ke dalam mulut, tiba-tiba ada tangan seseorang yang melarangnya untuk makan.

"Adrian?"

Adrian adalah pelaku yang mengambil makanannya tadi. Alunan musik lokal yang dipasang dari lagu-lagu maudy ayunda dan lainnya membuat suara semua orang yang ada di sini jadi tak terlalu kedengaran. Dengan santai, Adrian membuang kue-nya ke tanah.

"Maksudnya apa sih? Kan, sayang kuenya!" seru Nayna karna kesal. Namun, Adrian sama sekali tak peduli.

"Acara selanjutnya, kita juga bakal ngadain kontes pasangan. Siapa yang menang, tentunya nanti bakal dikasih hadiah menarik!" seru Septia di mikrofon. Ini semua sudah Adrian duga, pasti akan ada kontes berpasang-pasangan.

Cowok itu menarik Nay pergi, Nay ingin menolak, namun cengkeraman Adrian lebih kuat.

"Adrian, lo apa-apaan, sih?!" gertak Nay. Emosinya menggebu-gebu, dadanya naik-turun. Kemudian, Adrian berhenti berjalan dan memandang Nay dengan dalam.

Tentang 'Dia'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang