Jungkook masuk ke salah satu kafe yang tempatnya cukup sepi untuk ukuran malam hari, but who cares? Dia cuman selalu ngerasa tenang di sana. Mungkin karena ia kenal pemiliknya, suka interiornya, menikmati menunya, atau yang lain. Akibat salah satu poin di atas, dia punya koneksi agar selalu mendapatkan kursi di mana ia sering merenung di kafe tersebut.
Minggu ini dia benar-benar stress.
Selain karena tugas yang kian menumpuk, agenda naik gunung menjadi salah satu yang membebaninya. Dia dan beberapa teman mapala yang lain ada rencana untuk pergi ke gunung Lawu dua bulan lagi, tapi saat itu bertepatan dengan dilangsungkannya acara keluarga rutinan.
Selama setahun sekali, keluarga besar Jungkook akan berkumpul di rumah neneknya dan mengadakan makan malam bersama. Begitu ibunya tahu dia mau pergi, seharian kemarin diomelin karena bisa-bisanya minta izin untuk sekadar naik gunung doang.
Sebenarnya mudah aja sih, Jungkook tahu bener dia harusnya dateng ke acara rutinan. Tapi di agenda naik gunung, tadinya sekalian ngerayain ulang tahun Mingyu yang udah ngasih amanat buat dateng ke sana.
Ternyata lama-lama gaul sama anak gunung bikin dia ingin membangkang. Setidaknya itu yang Jungkook rasakan. Dia enggak enak kalau enggak ikut ajakan Mingyu.
Sekarang, ke sampingkan dulu bahasan tersebut. Karena atensi Jungkook jatuh ke arah kursi yang di mana sudah ada isinya. Padahal dia sudah menghubungi pemilik kafe kalau hari ini Jungkook bakalan dateng. Biasanya sih udah sengaja dikosongin.
"Sorry," kata Jeon Woong sambil nunjuk kursi di mana seorang cewek berambut panjang tengah sibuk mengetik di laptop, "baru mau gue samperin tuh mukanya udah judes, kelihatan dari sini juga."
"Serius?" tanya Jungkook sambil ketawa garing, dia menepuk pundak Woong dua kali dan berkata kalau itu bukan masalah. "Enggak apa-apa, gue duduk di meja sebelahnya aja."
"Pesenan mau yang biasa?" tanya Woong yang diangguki oleh Jungkook dengan yakin.
Kaki Jungkook melangkah ke ujung kafe, tempat paling diincar banyak orang yang sayangnya selalu menjadi milik dia secara mutlak saat dirinya bertandang. Namun sayangnya untuk hari ini aja, dia duduk di sebelah tempat keramat itu sambil agak penasaran juga siapa gerangan cewek berwajah judes di sana.
"Oh, wow."
Dia auto nyeletuk gitu pas lihat wajah serius Dahyun, bahkan sampai sang empunya menoleh.
"Sorry, lanjutin aja." Jungkook ketawa kikuk sambil menyisir rambut ke belakang pake tangan, dia duduk di meja sebelah Dahyun dan mengeluarkan berbagai buku serta satu laptopnya. Pura-pura, aslinya mah kadang cuman ngelamun doang.
Pas Woong sendiri nganterin pesanan Jungkook—kopi item tanpa gula, dia sempet nanya ada masalah apa. Jungkook sendiri seperti biasa bakalan bilang kalau itu bukan hal penting, lagipula dia tahu bener Woong ini cuman sekadar basa-basi.
"Omong-omong, gue tahu anaknya," bisik Jungkook nunjuk Dahyun diam-diam.
"Widih, mantan gebetan lo?" tanya Woong iseng yang dihadiahi tepukan di tangannya.
"Ngawur lo."
Abis itu, dia buka file salah satu tugasnya dan diem. Seperti yang udah dijelaskan, Jungkook ini cuman pura-pura ngerjain tugas dan sekarang dia sibuk memerangi egonya tentang acara rutinan dengan naik gunung di awal.
Tapi belum sampai sepuluh menit, seseorang menepuk tangannya.
Dahyun, si perempuan judes –katanya- yang menempati mejanya.
"Itu hp bunyi daritadi, takut penting," kata Dahyun. Jungkook tersentak dan langsung nerima telepon yang sebenernya enggak penting itu, orang dari Jimin. Katanya mau minjem motor malam ini karena punya dia masuk bengkel.
#SaveJiminyangenggakpentingbagiJungkook
Setelah selesai teleponan, Jungkook berterima kasih dan Dahyun cuman ngangguk aja sambil kembali fokus ke tugasnya.
"By the way, tadi ganggu?" tanya Jungkook.
"Enggak. Kalau keganggu mah mending diem di rumah bukan di tempat umum gini, cuman ya karena bunyi terus tapi Kakaknya ngelamun. Jadi aku pikir enggak denger apa gimana, makanya dikasih tahu. Maaf kalau aku yang ganggu," jelas Dahyun sopan bikin Jungkook menggeleng.
"Kalem aja," kata Jungkook yang disahuti sama senyuman tipis oleh Dahyun. Merasa ada interaksi, Jungkook akhirnya beraniin diri buat kembali membuka obrolan, "kemarin gue follow."
Dahyun menoleh lagi dengan kerutan di kening, terus ngangguk. "Oh, iya."
"Enggak lo follback?" tanya Jungkook bikin Dahyun diem. Ditodong pertanyaan to the point gini sebenernya bikin dia kurang nyaman, tapi tanpa banyak nyahut Dahyun langsung ngambil hpnya dan follow balik akun Jungkook. "Hehe."
"Kakak lagi ngerjain tugas?" tanya Dahyun membuka lembaran buku di sebelah laptop sambil membagi fokus ke Jungkook yang duduknya udah agak nyerong ke hadapan dia.
"Enggak, sih."
"Kirain."
"Lo sendiri?" tanya Jungkook yang diangguki sama Dahyun sekalian dia tunjukkin bukunya sebagai bukti. "Rajin, ya."
Dahyun ketawa sambil bilang, "Kalau enggak rajin auto E nilainya."
Dari situ Jungkook mengakui pendapat Namjoon, soal kalau cewek tuh sebenernya antara sombong sama cuek emang beda tipis. Kalau iya misalkan Dahyun sombong, enggak mungkin dia ngajak basa-basi kayak gini. Cuek lebih berpeluang karena karakter tersebut bisa terjadi di beberapa situasi meskipun itu bukan sifatnya.
Dahyun rame. Dia selalu menjawab kalau Jungkook tanya, bahkan menyempatkan juga bertanya balik kalau Jungkook bingung harus ngomongin apa. Mereka saling bertukar cerita padahal belum secara resmi bertukar nama.
Duh aduh...
Type O!
Kelima, #O mukanya emang judes bukan karena dia sombong. Tapi emang bawaannya begitu. Coba ajak ngobrol, aslinya ramah dan rame banget kok!
Author's note:
Masih pada rame, 'kan? Sini komen banyak biar seru hehehe♥
Pemain:
Jeon Woong from AB6IX
KAMU SEDANG MEMBACA
TYPE O! DAHYUN SPECIAL!!!
Fanfiction[SERI KEDUA DARI TYPE O!] Kim Dahyun, perempuan bergolongan darah O ini punya karakter yang bagaimana sih sebenarnya???