Keenam

921 159 19
                                    

Sekarang hari Sabtu, tepatnya sih malam Minggu. Dahyun terus merutuk bahkan nyaris menangis karena terjebak macet di jalan selama hampir dua jam setengah, untuk dia yang jarang berada di situasi seperti ini sudah jelas amat sangat menjengkelkan.

Cheng Xiao atau biasa Dahyun panggil Cheng sekarang udah panik enggak jelas karena temennya terus merengek minta pulang, enggak bisa diem, kesannya kayak dia udah mau nyulik ke mana aja.

"Pulang, dong~ please gue capek~"

"Apalagi gue yang daritadi nyetir, Dahyun. Diem ah entar kalau terus ngeluh gitu malah tambah capek dan gue makin kesel lihatnya," kata Cheng Xiao ganti-ganti saluran terus buat nemu lagu yang bagus di radio, "dengerin lagu apa kek, daripada bikin gue darah tinggi."

"ENGGAK MAU~!"

"DAHYUN, BERISIK YA SUMPAH GUE ENTAR DISANGKA NGAPA-NGAPAIN LO!" seru Cheng Xiao kepalang jengkel, baru kali ini dia barengan Dahyun sampai sekesel ini di dalam mobil. Ke depannya mana mau lagi dia numpangin, ngeluh mulu!

Dahyun mulai narik-narik kemeja Cheng Xiao bak anak minta dikasih jajan, udah buang napas aja terus dia di tempatnya.

"Laper~"

"Iya, entar kita drive thru di depan. Lo—bacot sekali lagi gue turunin aja deh, ya?" Dahyun menggeleng, dia bergerak untuk memperbaiki posisi duduknya yang udah aneh dan menghela napas. Lebih tepatnya mengatur napas supaya lebih tenang. "Nah, gitu 'kan enak."


Akhirnya setelah perjalanan panjang—seenggaknya buat Dahyun, keduanya mampir ke drive thru dengan harapan mood berubah. Dari kacau ke lebih kalem dan santai. Tapi baru aja keluar dan menuntaskan satu gigitan chicken muffin with egg yang ada di tangan, Dahyun dibuat bingung karena Cheng Xiao menepikan mobil di tengah kemacetan.

Tentunya di tempat parkir.


"Hah?"

"Apa lo?!" kata Cheng Xiao bikin Dahyun mengerjap heran, dia sempat berpikir bahwa mood kacaunya sepanjang jalan pindah ke temennya.

"Kenapa kita berhenti?"

"Mobil gue mogok, udah gini sejak seminggu yang lalu. Terus kayaknya ban yang belakang juga bermasalah." Dahyun menelan kunyahannya susah payah, matanya kembali berkaca-kaca dan itu membuat Cheng Xiao mendesah kasar.

"Jadi maksudnya ...?"

"Drama lo mulai deh, udah diem gue ngasih tahu dulu orang rumah." Cheng Xiao mulai sibuk dengan teleponnya, berbeda dengan Dahyun yang sekarang sibuk mengacak rambut karena frustrasi. Tapi ini bukan tanpa alasan, dia menjadi sensi karena sedang datang bulan.

Mau enggak mau, suka enggak suka, Dahyun akui kalau dia jauh lebih sensitif pas datang bulan.


"Duh, kabar buruk."

"HUWAAA!"

"DAHYUN, DEMI APA LO DARITADI BIKIN KEPALA GUE PUSING TAHU! GUE BELUM SELESAI NGOMONG!" seru Cheng Xiao enggak membuat Dahyun kicep. "Aduh, sialan gue ikutan kesel nih. Pokoknya kabar buruk, gue mesti nunggu dijemput sodara dan lo—dah, balik sana sendiri."

Dahyun menggigit bibir bawahnya, nunjukkin wajah memelas.

"Oke, gue anterin deh sampai lo naik umum. Hayuk!" ajaknya keluar tanpa ingin mendengarkan keluhan Dahyun lebih lanjut.


Jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam, di mana biasanya Dahyun sudah berbaring di atas kasur. Ini kenikmatan luar biasa untuk para mahasiswa yang bisa bebas tugas sejenak, alih-alih pacaran di malam laknat—malam Minggu maksudnya.

TYPE O! DAHYUN SPECIAL!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang