Satu gadis melihat jam tangannya, kali ini sudah terhitung delapan kali dia melakukan itu. Sesekali dia menghembuskan nafas kesal. Kopernya tertukar dengan seseorang di airport. Tengah malam menjelang subuh begini, dia harus kembali ke airport untuk menukar koper, dia kehilangan waktu tidurnya, padahal besok dia sudah harus mulai magang di sebuah kantor periklanan.
"Ini semua karna aku milih dateng ke Jakarta mepet hari masuk kantor juga, sih." Katanya menyalahkan diri. "duuh, mbanya mana, sih, lama amat."
"Pak, dimana ya koper saya?" seseorang datang menggunakan celana kotak-kotak ala celana tidur dan jaket cukup tebal. Dia bertanya kepada petugas yang membantu mempertemukan mereka untuk saling menukar koper.
"Atas nama pak Neistra Biru Samudra?" pak petugas menegaskan, kemudian laki-laki yang baru datang itu mengangguk. "Disini, pak."
"Laki-laki?" kata si gadis tadi, mungkin bertanya kepada keduanya, tak percaya dengan pemilik koper yang ternyata laki-laki, "Tunggu, tapi kopernya warnanya pink, anda yakin ini milik dia, pak?" Kali ini si gadis memberi pertanyaan hanya pada pak petugas.
"Atas nama bapak Neistra Biru Samudra, benar."
"Iya, saya memang sengaja membeli koper warna ini, saya pikir akan mudah mengenalinya, ternyata malah tetap tertukar."
"Tunggu, pak." Si gadis mengangkat tangan kepada pak petugas untuk menghentikan penukaran koper. "Aku tahu kamu, kamu yang duduk di samping kanan ku kan? Penerbangan dari Malang. Kamu sengaja menukar koper kita ya? Kamu udah narget koper ku, ya? Sampe-sampe beli koper warna sama begini. Jangan pikir aku ngga tahu kamu terus curi pandang di pesawat tadi."
Laki-laki dengan celana tidur itu tertawa garing, tak percaya pada apa yang dikatakan gadis di hadapannya. "Anda menuduh saya?"
"Aku ngga nuduh, aku tanya. Apa kamu sengaja menukar koper kita?"
"Wah, hanya dengan spekulasi seperti itu, saya dicurigai mengincar koper anda? Pak saya bisa buktikan kalau ini milik saya."
"Buktikan dengan apa?" kata si gadis menantang, "Aku sudah buka koper ini di hotel, dan asal pak petugas tahu saja, di dalam kopernya ini barang perempuan, ada banyak krim perawatan."
"Jangan berlebihan, itu krim dari dokter saya, saya punya kulit yang sensitif, dan itu hanya dua tabung, kalau anda melihat dengan seksama, baju di dalam koper itu baju laki-laki, baju saya." Laki-laki itu terus berusaha meyakinkan. "Pak, dari nomor telepon yang anda hubungi saja sudah jelas bahwa itu milik saya."
"Sudah-sudah, pak, bu, berdasarkan data yang kami punya, masing-masing koper ini memang milik anda, silahkan ditukar, mohon maaf atas ketidak nyamanan yang terjadi."
"Yasudah, jangan salahkan aku, pak, kalau ternyata orang ini ngga beres, dia ini terus curi pandang sama saya di pesawat, dan..." katanya penuh penekanan. "saya ini bukan ibu-ibu." Ketusnya lalu pergi.
"PMS kali dia." Ketus si laki-laki kemudian sambil menggelengkan kepala membawa kopernya pergi.
***
Pagi hari jam delapan, masih ada beberapa titik kemacetan terjadi di jalanan ibu kota. Kendaraan saling mengklakson, tidak sabar. Pagi tadi jam tujuh, Sky juga sudah bermacet-macetan menuju kantor, di jalan dia sudah mendapat telpon dari pihak kantor untuk segera datang. Tapi, apalah daya mobilnya hanya bisa melaju barang sepuluh senti saja dia bersyukur. Setelah sampai di kantor, ternyata mentornya sudah pergi meeting dengan klien di luar. Jadilah sekarang dia terjebak macet lagi untuk mengejar mentornya.
Jarak dari kantor dengan tempat meeting cukup jauh. Sambil menginjak pedal gas dalam-dalam Sky terus berujar ketus mengomentari semua kegaduhannya di pagi hari ini. "Kenapa harus jauh banget, sih, meeting-nya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen
Short StoryHanya sebuah ide cerita yang tiba-tiba muncul, lalu kutulis untuk membayar kepuasanku sendiri. Tapi akan sangat bersyukur jika kalian juga menikmatinya. Selamat membaca.