Angstober i.
"I can't do this anymore"(Jared--Han Jisung/ Juliette--Son Chaeyoung + Aston--Seo Changbin)
▪︎▪︎▪︎
HARI INI tanggal dua puluh lima Desember, titik-titik dingin memenuhi kawasan Nashville. Tak terhitung telah selama apa mereka berjatuh, menumpuk-numpuk; atap; jalanan; pepohonan kering; balkon; dan entahlah Jared tak mampu memikirkannya lagi. Ia berada di pojok kamarnya, tepat di belakang pintu. Membiarkan bando berbulu berona biru menyumpal telinganya. Mantel bulu senada membaluti tubuhnya. Setiap hela napas mengepul uap putih. Hidungnya memerah. Jemarinya tak berhenti bergerak di buku sketsanya. Ia melukis wajah seseorang--yang amat sangat ia kenal, bahkan mendarah daging. Biasanya setelah selesai melukis, ia akan menyembunyikan buku sketsanya di bawah bantal sehingga tidak ada seorang pun yang mengetahui isinya. Iya, tak seorang pun, ini rahasia yang telah dipendam selama bertahun-tahun.
Buku sketsa itu hanya berisi satu orang. Sosok yang tak pernah berhenti Jared lukis. Gadis itu hobi bermain anggar, dia juga mencintai seni dengan caranya sendiri. Jared ingat beberapa kali gadis itu bersandar padanya mengujarkan betapa iri dirinya.
"Andaikan aku punya kemampuan menggambar sepertimu, mungkin aku tidak akan melampiaskan amarahku pada anggar."
Lalu, Jared akan menyodorkan buku sketsanya--yang tak diisi oleh kumpulan gambar gadis itu tentunya--serta pensilnya.
"Cobalah, aku akan mengubahmu menjadi seniman terhebat sedunia."
Wajah gadis itu cerah dan Jared akan tersenyum, sebegitu tipis sehingga tiada yang sadar ada kelembutan di baliknya. Maka, malam itu mereka berdua akan menghabiskan waktu bersama, gadis itu yang membuat sketsa versi ala kadarnya. Dan Jared akan mengubahnya menjadi yang paling sempurna sehingga senyuman sang gadis merekah layak bunga tetes salju.
Seharusnya kala itu Jared tidak melupakan fakta bahwa mereka tak hanya berdua. Melainkan bertiga. Bersama Aston, pemuda yang gadis itu idamkan entah semenjak kapan. Seharusnya Jared tidak memanggilnya gadis itu. Dia memiliki nama, dan nama itu terlalu kelu tuk Jared ucap. Juliette adalah namanya, sebegitu disebut mungkin yang pertama kali keluar dari benak kalian adalah Romeo dan Juliet. Tetapi di sinilah letak perbedaannya, Jared bukan seorang Romeo. Romeo-nya Julie adalah Aston, yang dia puja sampai akhir hayat hidupnya. Jared mengingat, ia menjadi satu-satunya saksi yang bersembunyi di balik tumpukan salju, mereka berdua menukar kecup pada malam natal, saat Jared berusia tiga belas tahun. Kala itu, Jared tak tahu rasanya frustasi sebelum menatap kejadian itu berlangsung.
Dan ia masih bertanya-tanya kepada dirinya, mengapa ia masih sanggup jatuh hati?
Julie takkan pernah dimilikinya dan takkan pernah lagi melihatnya. Netra Julie selalu terpantul Aston, Aston, dan Aston. Sehingga Jared berusaha mencari kepingan dirinya di dalam kedua bola mata itu, berakhir dengan suara retak karena jawabannya nihil.
Dan mengapa kau masih menggambarnya Jared Armstrong?
Sosok itu memandang Jared tak lebih dari; tetangga; teman masa kecil; dan seorang adik. Tiada perasaan yang melebihi itu. Seharusnya Jared tidak lagi menggambarnya. Setiap kali otaknya meminta jemari tuk berhenti bergerak. Memohon agar tidak menggambar gadis itu.
Tubuhnya menolak.
Seharusnya ia mencari seseorang yang baru. Seharusnya ia tak terikat dengan Julie. Lucu, dirinyalah yang mengikat diri sendiri kepada Julie. Julie bahkan tidak tahu perasaannya. Seharusnya Jared tidak lagi menggambarnya. Seharusnya Jared tidak perlu memperhatikan setiap sudut gadis itu, lalu mengingat postur terbaiknya. Jikalau seperti itu, Jared pasti tidak akan menggambarnya.
Menyaksikan mereka mengecup satu sama lain di bawah hujan salju. Kedua pipi mereka bersemu. Mereka membiarkan jemari mereka bertaut tatkala perjalanan pulang. Setelah mengantar Jared pulang, beberapa kali Jared melihat mereka berpelukan. Di sekolah, tepat pada lorong sepi, mereka akan kembali membiarkan bibir bertaut sejenak lalu merona seraya tersenyum tersipu-sipu.
Dan yang mampu Jared lakukan hanyalah tersenyum menertawai mereka. Menyindir mereka dengan beberapa kata seperti; "Ada yang mabuk cinta." Atau menganggap segalanya tak kasatmata.
Berapa lamakah Jared harus tetap seperti itu? Menyembunyikan rasa sakitnya, membuat segalanya terlihat tak canggung.
Apakah Jared mampu melakukannya lagi? Melihat mereka berdua bermesrahan, berpura-pura seakan itu tak terjadi. Membiarkan hatinya layaknya dipukul berulang kali dengan palu. Ia berkata mampu, padahal hatinya berteriak;
"Maaf, aku sudah tak sanggup lagi."[]
.
.
.