viii. Fluff.
"Five two zero, translate it in Mandarin"(Hayden Lleyton--Lee Felix/Joshua Huang--Hwang Hyunjin)
▪︎▪︎▪︎
LLEYTON MUDA melenguh tatkala netranya terbuka sipit--ia mengerjap-ngerjap, berkat cahaya baskara yang masuk lewat jendela transparan yang sengaja ditarik agar gulungannya naik oleh kekasihnya, Joshua Huang. Persetan dengan pagi, tidur jauh lebih penting. Hayden memilih menggulungkan dirinya dalam dekapan selimut putih tebal, lalu kembali terlelap. Dirasakannya tekanan pada kasur, tepat di depannya, Joshua duduk di sana. Jemari Joshua mengelus puncak kepalanya. Awalnya Hayden menikmatinya, setelahnya ia meringis kesakitan sebab Joshua mencubit pipinya.
"Sakit Chinese!"
"Bangun Aussie! Aku sudah buatkan sarapan."
Hayden mengeratkan pelukan pada selimut, sehingga wajahnya tak terlihat. "Malas," ujarnya suaranya teredam.
"Nanti kalau dingin enggak enak."
"Fuck off."
Tekanan pada kasur bertambah tekanan itu mengarah pada dirinya, Hayden bertanya-tanya apa yang sedang Joshua lakukan. Selimut tebal terasa jauh lebih hangat dan ... erat. Baiklah, Joshua memeluknya, ini bukan pelukan biasa, sebab--
"Kalau kamu enggak mau bangun, aku bakal meluk kamu sampai sesak napas."
--ini kuat sekali sampai-sampai udara nyaris tak dirasakan oleh Hayden. Tetapi, ia tak ingin menyerah! Jarang sekali ia mendapatkan jadwal tidur pulas. Bagaimana mungkin ia melepaskan kesempatan ini? Hayden mulai berontak dengan segala kekuatannya yang ada. Untuk ukuran tenaga, mereka seimbang, bahkan sebenarnya Hayden jauh lebih kuat sedikit, karena ia memang cakap dalam hal fisik--ia jauh lebih sering turun ke lapangan. Sedangkan Joshua lebih sering menghabiskan waktunya berkutat dengan kasus yang menggunakan otak. Kini, Joshua tak mampu lagi menahannya. Hayden telah bebas dari pelukannya, tak hanya itu ia pun membuang selimut sebab terlalu panas--mempelihatkan tubuh bagian atasnya (lagi pula, mereka berdua memang suka tidur telanjang dada, lebih sejuk). Wajah Hayden memerah, sebab kurang oksigen dan ... tatapannya tajam--oke, kondisi hatinya memburuk.
"Aku mau tidur, pergi sana."
"Makan dulu."
"Tidur."
"Sarapan," Joshua bersikeras.
Kini kedua bertatapan sengit, keduanya kesal, keduanya ingin melempar barang-barang terdekat. Mereka sedang dilahan api emosi.
"Aku mau tidur." Ditekuknya salah satu sudut bibir berupa sarkasme. "Oh iya, aku lupa kamu enggak mengerti Bahasa Inggris, Chinese."
"Aku enggak mau dengarkan itu dari pemuda yang sedari tadi aku berbicara menggunakan Bahasa Inggris, namun ia menganggapnya Bahasa Mandarin. Duh, kayaknya dia butuh cek kondisi telinganya." Kini, raut Joshua sama dengan Hayden. "Aku tahu dokter yang menangani kliennya secara sempuran, tiada keluhan. Mau aku perkenalkan?"
"Aku juga punya dokter khusus yang mampu mengubah logat Mandarin kentalmu--siapa tahu setelah ia ubah, Bahasa Inggrismu akan lebih baik. Ia juga memiliki kemampuan dalam mengobati gangguan pada indra pendengar. Mau aku perkenalkan? Siapa tahu sehabis balik dari sana, kamu bakal jadi lebih mengerti maksud dari ucapanku."
"Wah, perhatian sekali kau. Tapi, aku tidak butuh, kau yang jauh lebih membutuhkan," ujar Joshua dengan senyuman lebar hangat, menyulut siku perempat tanda kesal pada kening Hayden.
"Bukannya kau yang jauh lebih butuh? Aku juga berterima kasih atas saranmu, tetapi setelah kupikirkan. Tampaknya para dokter lebih membutuhkan klien seperti dirimu."
Pada akhirnya mereka memilih cekcok dengan masalah sepele di atas. Hayden yang tidak tahan, mulai melempar bantal yang ditangkap secara sempurna oleh Joshua. Dari adu mulut menjadi lempar bantal. Dan pada akhirnya tenaga mereka terkuras, mereka memilih baring di kasur bersama, bersebelahan.
"Sarapannya pasti sudah dingin sekarang." Joshua menghela napas lelah. "Seharusnya pagi ini menjadi pagi yang menyenangkan. Erm ...." Joshua menggigit bibir, ia menghadap pada Hayden. Tampaknya ada hal yang ingin ia lontarkan.
Hayden meliriknya sekilas, lalu pandangannya kembali terjatuh pada langit-langit persegi abu-abu cerah. "Kenapa?"
"Aku mau menghabiskan waktu denganmu." Hayden terkejut, ia mulai menfokuskan diri pada ucapan Joshua selanjutnya. "Kita enggak perlu keluar, cukup di apartemen. Kita bisa nonton beberapa film lewat proyektor. Hanya beberapa kegiatan simpel karena kita berdua sibuk sekali, jarang-jarang mendapatkan waktu istirahat seperti ini. Tetapi ...," Joshua bangkit dari kasur menuju pintu kamar, ia menoleh ke belakang memberikan sunggingan yang agak menyakitkan untuk Hayden saksikan. Sunggingan dengan kedua sabit khas milik Joshua berbisik sendu. "Kayaknya kamu capek banget." Joshua pun memilih keluar, menutup pintu secara pelan.
Butuh beberapa menit, lebih tepatnya setengah jam agar Hayden menyadari bahwa ini kesalahannya--sebenarnya selama lima belas menit ia habiskan tuk berkelit kembali pada selimut dan berujar persetan kepada hal yang terjadi tadi. Bagus, ia tak mampu terlelap sebab sunggingan Joshua menghantuinya, serta hatinya berbisik: "Kau salah!", "Kau salah!", "Kau salah!" (diam, sialan!), berulang kali. Sehingga perasaan bersalah pun merayap masuk ke celah hatinya. Ia bangkit, mengambil kaos secara acak di dalam lemari, keluar dari kamar.
Walau telah mendapatkan tanda ia keluar dari kamar, Joshua bergeming. Netra terpusat pada film yang diproyeksi oleh proyektor. Hayden menarik kursi meja makan, duduk, lalu memakan sarapan yang disiapkan Joshua. Waffle agak gosong dengan sirup maple. Ia memotong waffle menjadi beberapa bagian kecil, lalu memasukkan potongan itu ke mulut. Dingin. Tidak begitu renyah. Seharusnya ia makan tepat pada saat Joshua memanggilnya.
Setelah ia selesai makan, Hayden menatap Joshua. Punggung pemuda yang tengah duduk di sofa terlihat kesepian. Apakah rautnya masih sesendu itu? Hayden ingin minta maaf, tetapi kata maaf cukup sulit ia ucapkan, lantaran ia jarang sekali membuat kesalahan, sehingga kata maaf seakan kosakata baru yang hampir tak pernah ia jamah.
Hayden berjalan menuju punggung Joshua, memeluk pemuda itu dari belakang. Dirasakan kehangatan siku leher Joshua, serta pipinya. Jemari Joshua mengusap surainya lembut. Pelukannya bertambah erat.
"Lima dua nol." Hayden menunduk.
"Hmm?" ujar Joshua tak mengerti.
"Terjemahkan dalam Bahasa Mandarin."
"Wu Er Ling." Joshua berpikir sejenak, lalu tertawa. Ia mengerti. "Tahu itu dari mana?"
"Twitter."
"Enggak ditambah tiga belas empat belas?" goda Joshua.
Hayden mengangguk. "Ditambah."
Joshua memberikan sebuah kecupan ringan pada pipi Hayden. "Aku enggak tahu kalau kamu secinta itu sama aku."
"Aku tahu kok, kamu lebih cinta sama aku."
Hari itu mereka menghabiskan sebagian besar waktu tuk menonton film aksi serta beberapa film romantis, sela-sela tontonan ada kecup-kecup kecil yang diberikan. Hayden menggenggam tangan Joshua erat, lalu mengambil kesempatan menciumnya. Joshua pun tak kalah, ia mendapatkan kedua netra Hayden berbinar tatkala mendapatkan adegan aksi luar biasa, menyuruhnya menghadap ke arahnya, lantas sengaja diberikan kecupan kecil pada bibir.
Pada akhirnya Hayden tertidur di bahu Joshua, sebab sebenarnya ia masih kelelahan dan Joshua yang sebenarnya tak kalah lelah pun tertidur di atas kepala Hayden.
Liburan yang menyenangkan, keduanya terlelap dengan jemari yang masih tertaut. Enggan dilepas tuk selamanya.[]
.
.
.
a/n: "Wu Er Ling Yi San Yi Si", mempunyai pelafalan yang mirip dengan: "Wo Ai Ni Yi Sheng Yi Shi", yang mana artinya adalah "Aku mencintaimu selamanya."