xv. Piece of Art ▪︎ Kurapika/Reader

36 1 0
                                    

"Caraku untuk memujamu, sayang."

(warn: smut and depression.)

//

"HEI," UCAPMU dengan nada rendah nan serak, membisik pelan di telingaku. Layaknya madu manis, aku terlena mendengarnya. Kau seakan kupu-kupu yang sedang memetik nektar pada bunga laba-laba merah. Deru napasmu menggebu tersirat ragu dan gugup dan kau masih mencoba meninggalkan bekas kecupan pada relung leherku, walau jantungmu memburu. Kau terlihat berani dengan netra merahmu yang--oh Tuhanku betapa indahnya dirimu tatkala dimandikan sinar rembulan--menyala layak lidah api yang akan melahapku jikalau aku tak berhati-hati.

Sayang. Lahap diriku. Jika itu kau, aku rela.

Jemari panjang yang memainkan rambut pirangmu, tak lain adalah milikku. Rambutmu yang halus, aku kecup. Antingmu, kupegang sejenak, lalu beralih ke telingamu.

Kau memperhatikanku dalam keheningan, tak bertanya mengapa. Sebab kau tahu sebagaimana cara diriku mengagumimu, layaknya seorang seniman memuja hasil pahat sempurna--padahal ada retakan di sana-sini, lantas mengapa kau masih memuja?

Pertanyaan itu, pernah kau lontarkan dengan netra redup tersirat kematian menunggu. Lalu, aku akan melakukan hal ini; melihat netramu tanpa rasa takut, mengusap sejumlah air merah yang berlinang. Kau meraih tanganku, mengecupnya mulai dari jari sampai ke telapak tangan. Kemudian, kau menatapku dengan netra basah namun tajam, meminta isyarat untuk lanjut atau tidak. Setelahnya layak bisikan iblis, aku menciummu, kau balas.

Sering aku bertanya, bagaimana rasanya berdansa dengan iblis.

Kini, aku telah mengetahuinya.

Tanganku melingkar pada lehermu, berangsur ke bahu, meninggalkan beberapa jejak cakar pada punggung. Lenguhanmu layaknya lagu pengantar tidur. Kau memegang tengkukku, saliva kita saling bertemu. Aku meneguk milikmu, kau meneguk milikku. Sebagai simbol untuk malam ini bahwa kita bersatu.[]

.

.

.

note:

balik lagi dengan saya, ray. Balik-balik bawa smut di bulan puasa. Oh, ray, kau sungguh berdosa. Namun apa kala jikalau jemariku dan otakku tak sedang mempermainkanku dan kompak dalam hal seperti ini, jikalau tak kutumpah ruah maka akan selamanya tersimpan.

StarburstTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang