ix. Angst.
"I don't want to hurt you."(Antares--Lee Felix/Nerandra--Yang Jeongin)
▪︎▪︎▪︎
"REGI ...."
Ares menatap Nerandra dengan penuh tanda tanya di dalam netranya terselip sedikit takjub dan tidak percaya.
"Kenapa kak?" tanya Nerandra, agak aneh melihat Ares seperti itu. Biasa bocah yang menjelma sebagai kakak kelasnya dikenal hiperaktif dan tak pernah diam. Mereka tengah berada di apartemen tepat di kamar, duduk di atas kasur. Hari ini Minggu, tiada kegiatan. Keduanya pun tak luput dari manusia biasa yang malas mengikuti kegiatan rohani (baca: bolos).
Ares memegang telinga Nerandra. Menarik tangannya, melihat tetesan merah di sana.
"Kamu tindik?" tanya Ares.
"Iya."
"Kenapa?" Agaknya hati Ares sakit melihatnya. Nerandra dengan darah, bukanlah suatu hal yang Ares inginkan. Ares tahu jelas bagaimana wajahnya sekarang, pastilah sarat sakit tak terjamah. Jemari Nerandra menyentuh wajahnya, dimulai dari pipi, bibir--mengecupnya sekilas, lalu berakhir pada telinga. Memainkan antingnya yang berupa anting panjang berbentuk rantai.
"Ikutin kakak." Netra Nerandra selalu sayu, sebagaimana ia menatap sesuatu. Kelopak matanya terlihat berat, seakan berujar bahwa ia ingin terlelap selamanya. Terkadang Ares mabuk dibuatnya, tatkala netranya menatap Ares mengatakan bahwa hanya dirinya yang selalu terpantul. Hanya butuh sedetik tuk membuat perut Ares dipenuhi kupu-kupu yang mengepak-ngepak, terlalu bergejolak--sampai-sampai Ares takut dibuatnya. Nerandra tak pernah menjadi pribadi yang banyak berbincang, justru dirinya hanya berkata seadanya, terlalu kaku terlalu singkat. Segala tentang dirinya dibuktikan melalui aksi. Seperti sekarang, kepalanya terulur menuju siku antara bahu serta leher Ares. Hangat. Ares mengusap helaian merahnya yang baru dicat kemarin, mendapatkan adanya beberapa helai yang masih legam. Ternyata kemarin ia mengecat rambut Nerandra tidak sampai rata.
"Kenapa ikutin aku?"
"Kakak bau nikotin."
"Apa hubungannya?" Kini raut Ares berubah datar, ia berusaha tertawa. Jemarinya masih bermain dengan surai Nerandra, sedangkan kedua tangan Nerandra mencari tempat ternyaman tuk memberi pelukan yang enggan dilepas.
"Kakak kurusan." Lagi-lagi ujarannya tak sesuai dengan pertanyaan. "Dan kakak pendekkan."
Yang mampu Ares lakukan hanyalah menepuk-nepuk puncak kepala Nerandra.
"Kamu yang tambah tinggi Regi, padahal dulu kamu cuma sampai telingaku. Sekarang aku yang setelingamu ya?"
"Kak." Cengkeraman Nerandra pada kaus kutang hitam milik Ares menguat. Caranya mengucapkan namanya penuh kerinduan.
"Hmm?"
"Gimana caranya agar aku bisa lihat pantulanku di mata kakak?"
Tersentak. Ares menghentikan tangannya. Nerandra mengeratkan pelukan pada punggung Ares.
"Regi?"
"Kakak sadar enggak kalau selama aku tinggal di sini bareng kakak, segalanya tentang kakak perlahan berubah. Kak Ares mulai ngerokok, minum-minum, beberapa kali nangis seunggukan. Tapi anehnya kakak kelihatan sakit sekaligus dewasa di saat yang bersamaan." Nerandra mulai menjauh, ia memegang tindikkan yang baru ia buat. "Aku tahu ini bego banget, tetapi aku pikir dengan mengubah penampilanku, dimulai dari ngecat rambut dan bikin tindikkan. Aku akan lebih dekat sama kakak. Aku bakal lebih mengerti kakak." Ah, untuk pertama kalinya Ares melihat bening mulai memenuhi netra Nerandra. Padahal pada saat Nerandra menyatakan perasaannya, yang mana Ares tolak secara halus. Ia tak menangis. "Ternyata mau kutiru kayak mana pun. Aku tetap enggak mengerti apa pun. Kak, bisa kasih tahu apa yang terjadi sampai kakak begini?"
Ares menaruh kepalanya ke siku leher dan bahu Nerandra, sebagaimana tadi Nerandra lakukan kepadanya. Tiada pelukan erat. Hanya ada embus napas berat dari keduanya.
"Maaf, tunggu aku siap," adalah jawaban Ares yang mampu membuat Nerandra bertambah redup.
Pada malam itu, keduanya berakhir memeluk satu sama lain. Tiada penjelasan. Sentuh peluk tak lebih dari bukti bahwa adanya kekuatan terpendam di sana. Ares tak ingin diketahui. Ia tak ingin terbongkar. Segala hal cukup dirinya yang tahu. Nerandra tak butuh tahu, biarkan dirinya saja yang tahu. Ia tak ingin Nerandra--orang yang ia paling sayangi terluka.[]
.
.
.
a/n: kembali lagi dengan antaregi, sebenarnya aku mau nulis mereka. Pengen banget ;___; tapi aku sudah janji untuk nulis satu work selesai baru ke work satunya. Jadi maafkan aku :"D
Kemungkinan aku bakal unpub oneshoot antaregi kalau sudah mulai nulis lembayung senja dan gugusan bintang.