Bagian VIII

2.7K 153 8
                                    

Sudah dua hari Bintang pulang ke rumah karena libur semester.

Pagi mendung itu terasa sejuk dan membuat kantuk, sebuah mobil hitam terparkir di halaman tak seberapa luas rumah Bintang. Pak Syaiful muncul dari pintu belakang kemudi. Bapak Bintang yang sedang duduk di dipan bersama Ibu segera berdiri saking terkejutnya melihat pemilik usaha tempatnya bekerja berkunjung. Wajah Bapak dan Ibu tersenyum menyambut pak Syaiful yang berjalan mendekati mereka. Namun, senyum mereka memudar kala Deliar ikut turun dari mobil yang sama. Pria itu turun dengan wajah menunduk.

Bapak menatap Bintang yang masih didalam rumah, menggoreng pastel sebagai cemilan yang niatnya akan mereka makan bertiga. Tapi, sepertinya akan dimakan berlima.

"Assalamualaikum." Salam keduanya saat sudah berada di hadapan orangtua Bintang. Menjawab salam, mereka saling bersalaman. Namun Ibu Bintang segera menarik tangannya setelah Deliar menciumnya hikmat.

Bapak mempersilahkan keduanya duduk lesehan diatas karpet berbulu diruang tamu yang merangkap menjadi ruang keluarga juga.

Ibu pamit kedapur hendak mengambil minum, sedang Bapak mulai berbasa-basi bertanya ada apa gerangan bos-nya itu bertamu.

Bintang terlihat selesai menggoreng pastel, saat ibu memasuki dapur.

"Ada tamu, Bu?" Tanya Bintang dengan sepiring pastel ditangan.

"He'em. Pak Syaiful sama anaknya." Jelas Bintang tau, jika sang ibu bahkan tak sudi menyebut nama Deliar.

"Bintang di dapur dulu aja, ya. Jangan keluar." Pinta ibu yang Bintang angguki. "Yaudah, sekalian aja Bintang mau cuci baju." Katanya yang langsung berlalu kekamar mandi. Merendam baju, yang akan ia cuci secara manual.

"Saya tau bapak sudah membiayai sekolah Bintang! Tapi maaf, pak. Jika bapak meminta anak saya untuk anak bapak yang sudah kurang ajar itu. Saya gak bisa! Jika bapak keberatan, saya akan ganti uang sekolah Bintang yang sudah anda keluarkan!" Ucapan murka bapak terdengar telinga Bintang yang baru ingin memulai menyikat baju.

Bintang termenung, sampai suara Bapak yang keras kembali terdengar. "Bintang tak akan mau dengan pria keparat yang sudah membuatnya menjadi olok-olokan warga. Jika memang tak ada pria yang menerimanya kelak, saya masih sanggup bersama Bintang sampai kapanpun!" Teriakan Bapak kembali membuat air mata tak sengaja terjatuh. Tak ingin mendengar dengan jelas percakapan mereka kembali, Bintang menyikat baju dengan keras. Biarkan! Agar telinganya terlindungi dari masalalu yang masih membuatnya menangis walau ia belajar untuk selalu tegar dan menerima.

-
-
-

"Bintang." Panggilan bapak membuat Bintang yang sedang merenung di atas dipan depan rumah menoleh.

"Kenapa, pak?" Tanyanya. Kakinya yang semula ia peluk erat ia tekuk bersila.

"Lagi mikirin apa?" Tanya bapak balik sambil duduk di samping Bintang.

"Setelah libur sekolah, kayanya tugas sekolah Bintang makin banyak," dustanya sambil menyandarkan kepala pada pundak kokoh bapak yang sudah termakan usia.

"Bintang suka sekolah disana?"

"He'em... Bintang suka. Disana banyak teman, sebelum tidur kita bisa saling cerita, hidup mandiri. Tapi kadang Bintang kangen sama Bapak-Ibu. Mau peluk Bapak-Ibu kalau tidur."

Tangan Bintang merentang memeluk pria tua kesayangannya.

"Bapak sama Ibu juga kangen sama Bintang." Usapan lembut ia berikan diatas kepala Bintang. Mereka terdiam. Meresapi malam yang semakin larut dalam rengkuhan hangat yang mereka ciptakan.

"Bintang..." Panggilan Bapak membuat Bintang sedikit mendongak.

"Apa Bintang sudah memaafkan Deliar?" Tubuh Bintang terasa menegang sejenak, sampai usapan lembut bapak sedikit membuatnya menenang.

"Bintang udah maafin kak Deliar. Tapi, rasanya masih sakit aja, Pak, Kalau inget kejadian lalu."

"Jangan di ingat, Sayang."

"Bintang selalu coba untuk lupain, Pak. Tapi ternyata susah, pasti Bintang inget lagi kalau lagi sendiri. Lagi merenung." Suara Bintang mulai parau menahan tangis dan sesak dalam dada.

"Bintang masih gak bisa liat Deliar?"

"Bintang bisa. Sekarang gak terlalu kaya dulu. Beberapa hari lalu Bintang liat kak Deliar. Bintang bisa kontrol diri Bintang sekarang." Bapak tersenyum hangat mendengar jawaban Bintang. Ia kecup dalam kepala Bintang.

"Anak Bapak udah semakin pintar, ya," ucapnya haru. Bintang terkekeh semakin mengeratkan rengkuhannya di tubuh bapak.

"Bintang mau buat Bapak-Ibu bangga, karena itu Bintang mau jadi semakin Pintar." Cengirannya terbit membuat Bapak semakin melebarkan senyumnya. Mereka saling memandang sejenak sebelum pertanyaan bapak kembali terlontar.

"Kalau Deliar menikahi kamu? Apa kamu siap?" Tubuh Bintang membeku dengan raut wajah diam tak terbaca. Kepalanya tak berapa lama meneleng ke kiri.

"Bintang gak tau," jawabnya lirih. Ada ketakutan, dan entah rasa apa didalam lubuk hatinya. Semuanya terasa bercampur menjadi satu dalam rasa yang tak terbaca.



Assalamu'alaikum👐🏻

Terima kasih untuk yang sudah mampir, vote dan komen🙏🏻👍🏻

Be my friends on
Instagram: Ibugenius
🤗

Wassalamu'alaikum🤗

Kuterbangkan Bintang (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang