Bagian XIV

2.4K 137 6
                                    

"Aku rasa, aku harus pergi, Pa. Aku ingin Bintang fokus pada sekolahnya."

"Kamu mau kemana?"

"Turki. Aku mau kuliah."

"Bilang pada Bintang, kalau dia ngijinin kamu pergi. Maka pergilah. Bintang harus tau kamu mau kemana dan mau apa disana."

"Iya, Pa."

"Minta ijin juga sama orangtua Bintang. Sekarang mereka juga orangtua kamu."

"Baik, Pa."

(+_+)

Selepas kejadian Deliar dan Bintang terpergok Thania. Hari ini, Deliar memanggil Bintang untuk bertemu di ruangan khusus. Ruangan yang biasa digunakan bagi para kerabat yang ingin menemui para siswi.

Dengan langkah biasa, Bintang membuka pintu. Di sofa coklat, Deliar duduk nyaman dengan kepala tertunduk. Senyumnya terbit begitu mendongak dan mendapati Bintang berdiri di depan pintu.

"Sini." Panggil Deliar. Bintang menurut, menutup pintu dan menghampiri Deliar. Mengecup lembut punggung tangan Deliar dan duduk di sampingnya.

"Kakak mau minta ijin Bintang." Buka Deliar begitu saja, Bintang diam, kepalanya meneleng menatap Deliar.

"Kakak mau kuliah. Di Turki. Seperti Bintang yang ingin membanggakan kedua orangtua Bintang. Kakak juga punya keinginan membanggakan bagi Papa."

"Memang selama ini kakak gak kuliah?" Deliar diam. Ia tak tau harus memulai dari mana.

"Kakak tau kesalahan Kakak. Kakak sadar itu. Karena itu, Kakak menyerahkan diri ke kantor polisi. Walau orangtua Bintang bilang bisa berdamai. Tapi Kakak tau, ada amarah diantara mereka untuk Kakak. Karena itu, Kakak memilih mendekam di penjara."

Bintang diam. Matanya berkaca-kaca menahan tangis.

(+_+)

"Aww! Kenapa kamu pukul Kakak?" Tanya Deliar sambil mengelus dada kirinya yang dipukul lumayan kencang oleh Bintang.

"Bintang tuh mau pukul Kakak dari dulu, tapi lupa mulu!" Kesal Bintang.

"Kan waktu itu kamu udah pukul Kakak."

"Kapan?"

"Waktu hujan, yang kamu jatuh dari jendela terus kita dikasih handuk sama Thania. Ingat?" Kepala Bintang sedikit meneleng dengan pandangan ke atas.

"Yang kamu duduk diatas pangkuan Kakak, habis itu kita pelukan dan kamu Kakak gendong." Kepala Deliar sudah mendekat, ia berbicara berbisik dihadapan wajah Bintang.

"Oh iya! Bintang ingat! Tapi Bintang habis itu punya keinginan lagi buat pukul Kakak gara-gara liat Kakak ada di dekat jendela waktu Bintang nyanyi sebelum libur semester." Jawab Bintang antusias.

"Terus kenapa gak pukul Kakak dari waktu itu?"

"Kan Bintang udah bilang, Bintang lupa terus kalau mau pukul Kakak lagi!"

"Kakak kasih yang enak-enak sih ya, jadi lupa terus," kekeh Deliar.

"Enak-enak?" Tanya Bintang meneleng.

"He'em. Yang awalnya itu gini." Satu kecupan Deliar berikan di kening Bintang.

"Terus gini." Kedua pipi Bintang, Deliar kecup ringan.

"Abis itu gini." Tangan Deliar menarik pinggang Bintang membuat tubuh keduanya menempel hingga Deliar mendongakkan dagu Bintang dan mengecup lembut bibir Bintang.

"Sama___"

"Stop! Stop! Stop! Bintang udah ingat apa yang Kakak maksud." Bintang mencegah wajah Deliar yang hendak menyusup diceruk lehernya.

Deliar terkekeh, ia jauhkan wajahnya namun tak melepaskan rengkuhannya pada pinggang Bintang. "Apa coba yang Kakak maksud?" Tanya Deliar meledek.

"Itu yang enak-enak."

"Yang enak-enak gimana?"

"Yang tadi kakak praktekin."

"Emang Kakak praktek apa?" Wajah Deliar ia buat seperti terlihat lupa membuat wajah Bintang mendekat spontan.

"Yang kaya gini, gini, terus gini. Kan gitu?!" Kecupan Bintang berikan di kening Deliar yang membuatnya harus menjinjit dan menahan bahu Deliar untuk sedikit menunduk. Mengecup kedua pipi Deliar dan terakhir mengecup bibir suaminya itu.

"Yang di bibir salah Bintang." Protes Deliar.

"Emang salah? Perasaan tadi kakak praktekinnya gitu."

"Enggak bukan gitu, tapi gini." Deliar meraih wajah Bintang, sedikit melumat bibir Bintang dan melepaskannya. "Kaya gitu."

"Oh gitu."

"Ulang!" Bintang mengangguk. Berjinjit dan melumat bibir Deliar. Dalam lumatan singkat Bintang, Deliar tersenyum puas.

"Benerkan!" Ucap Bintang riang. Tak tahan lagi, Deliar tertawa keras hingga memegang perutnya. Dengan sengaja ia menjungkalkan dirinya kebelakang hingga ia tertidur diatas ranjang sambil tertawa puas.

Bintang meneleng sejenak sebelum paham apa yang Deliar tertawakan. "Ih! Kakak ngerjain Bintang!" Jerit Bintang kesal. Ia menubruk Deliar hingga membuat Deliar mengaduh lalu menggigiti lengan Deliar yang tak bisa ia cubiti itu.

Tangan Deliar mencoba menjauhkan wajah Bintang dengan tawa yang belum putus. Dan Bintang masih dengan gencar mencoba mengigiti Deliar. Hingga Deliar mengaduh yang membuat Bintang mengangkat wajahnya dengan senyum puas.

"Rasain!" Ledek Bintang melihat Deliar mengusap dagunya dengan meringis. Tak berhasil menggigit lengan Deliar, Bintang beralih pada dagu terbelah Deliar. Wajah Deliar meringis, lumayan sakit namun masih bisa di tolerir.

"Awas kamu!" Ancam Deliar yang langsung bangun dan meraih Bintang kedalam dekapannya. Tangannya menggelitiki perut Bintang membuatnya belingsatan sambil tertawa. Tak sampai disitu saja, Deliar pun mengigiti kecil pipi Bintang dengan gemas.

Mereka saling meraih dan mencoba saling membalas. Derai tawa dan ringisan mengiringi tubuh mereka yang saling membelit. Malam yang indah, sebagai penutup cerita hari yang mengesankan.

"Bintang akan tunggu Kakak."


Assalamu'alaikum👐🏻

Terima kasih untuk yang sudah mampir, vote dan komen🙏🏻👍🏻

Be my friends on
Instagram: Ibugenius
Twitter: Genusthenu
WA: 088289182338
🤗

Wasalamu'alaikum🤗

Kuterbangkan Bintang (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang