CHAPTER 01 (terus)

45.9K 3.4K 477
                                    

Jennie Pov.

Bagaikan mendapat ikan mujaer besar di laut, aku tidak mungkin melepaskan ikan itu. Begitupun saat melihat wanita yang sudah menodai kesucian mobilku. Aku tidak akan melepaskan wanita itu.

"Kau harus bertanggung jawab!" Kataku membentaknya, namun yang dia lakukan adalah.

"I-ini N-nona Pizzanya, a-aku harus mengantar Pesanan yang lain." Ujar wanita pengantar Pizza itu dengan suara yang gemetar dan terburu-buru.

Aku melihat Name-tag dengan keterangan Lalisa Manoban.

"P-permisi." Dengan itu, wanita bernametag Lalisa Manoban membalikkan badannya dan seenaknya pergi meninggalkan aku.

Namun dengan cepat aku menarik kerah bajunya dari belakang, sehungga membuatnya tercekik.

"Uhukk uhukk." Dia reflek memegang tanganku supaya aku melepaskan bajunya, dan saat tangan kami bersentuhan, aku segera menarik tanganku bagaikan wanita yang tak sudih di sentuh oleh orang yang bukan mukhrimya.

"Kau bisa lari!! Tapi takdir tidak bisa berhenti. Sedangkan waktu terus berjalan tanpa perlu persetujuan, sekarang kau harus bertanggung jawab atas perbuatanmu." Aku kembali menarik bajunya supaya dia masuk ke pelataran rumah kakakku. Setelah itu aku mengunci pagar rumah agar dia tidak bisa kabur lagi.

"Maafkan aku Nona, maaf, aku berjanji akan mengganti semua kerugiannya." Lalisa memohon dengan kedua tangannya yang saling bertautan, sembari memasang wajahnya yang memelas. "Tolong Nona, maafkan aku dan jangan laporkan aku ke polisi tolong." Dia kini membungkukkan badannya, sedangkan aku masih menatapnya dengan tajam sembari bersedekap tangan di dada.

Melihat aku yang masih terdiam, Lalisapun tiba-tiba menangis dan bersimpuh di kakiku.

"Hiks... Hiks... maafkan aku Nona." Katanya dengan tangan yang memegangi kakiku.

Apa-apaan ini? Dia bersimpuh di kakiku? berani sekali dia menyentuh kaki telanjangku.
Tidak taukah dia kalau aku adalah orang yang sangat sensitif.

Aku langsung bisa merasakan kehalusan kulit wajahnya di lututku. Dan itu membuatmu merinding.

"Nona, aku mohon maafkan aku, jangan laporkan aku kepolisi, aku berjanji akan melakukan apa saja untuk Nona, tetapi aku mohon Nona, maafkan aku." Di sela-sela tangisannya, Lalisa dengan lancar mengucapkan janjinya itu.

Aku merasakan air matanya keluar dan membasahi lututku, mengapa dia cepat sekali menangis? jujur saja, aku orang yang terlalu sensitif dan sangat tidak tega jika melihat orang menangis, terlebih jika orang itu menangis dihadapanku. Sehingga aku memintanya untuk berdiri.

"Aku akan memaafkanmu, tapi kau harus bertanggung jawab."

Lalisa mengusap air matanya, lantas tersenyum dan mengangguk semangat.

Tunggu tunggu ... Apa dia hanya pura-pura menangis? Kenapa perubahan ekspresinya cepat sekali? Dan yang membuatku janggal adalah, dia tadi menangis sesenggukkan. Tetapi tidak mengeluarkan ingus sama sekali.

Padahal saat aku menangis biasa saja, ingusku langsung mengalir deras. Sepertinya ada yang tidak beres dengan wanita ini.

Aku menarik tangannya dan berjalan ke tempat mobilku parkir.

"Lihatlah yang kamu lakukan ini!!" Aku membentak sembari menatap tajam ke wajahnya yang malah cengengesan kaya monyet. What the hell?

"Kenapa kau malah cengengesan hah?" Aku kembali membentaknya, namun tatapan Lalisa beralih ke tangannya kemudian menatap mataku. seakan memberi isyarat padaku untuk melihat tangannya.

"Hyaaakk!!" Aku melepaskan pegangan tanganku yang ternyata sedari tadi belum aku lepas. Sedangkan Lalisa sialan itu malah terkekeh.

Oke sekarang aku semakin heran, bagaimana bisa dia berubah begitu cepat? baru saja dia menangis dan bersimpuh di kakiku, dan sekarang, dengan santainya dia cengengesan seperti tak punya urat malu sama sekali.

LISA, PLEASE ... (G!P)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang