hari awal tanpanya

37 6 0
                                    

Bab 6: hari awal tanpanya

Setelah sehari yang lalu aku berbohong pada Sean. Sean sepertinya sudah lupa tapi masih memendam curiga. Entahlah. Initinya, Sean sudah tak menanyakan hal itu kepadaku.

Pagi ini aku masuk ke kampus seperti biasa. Seperti sedia kala. Menggunakan bus kota. Karena tak ada Angkasa. Soal Angkasa, aku masih berhubungan baik dengannya.

Setelah ngampus. Aku memilih menuju suatu tempat. Yang aku rindukan. Sangat kurindukan karena disitu aku pernah berjalan bersama Angkasa. Kujalankan vespa warna merah marunku menuju tempat itu. Selama tak ada Angkasa, aku memilih mengingat cerita kita saja. Mengingat apa yang pernah kita lakukan bersama. Dan ketempat kita melakukan itu bersama.

Aku memilih ke toko buku yang saat itu kita datangi. Kalian pasti masih ingat ketika aku dibelikan buku cerita dan buku puisi. Ya disitulah aku berada. Buku yang dibelikan Angka masih banyak di rak buku. Aku senang. Lalu aku melihat buku puisi yang menceritakan alam semesta bersama dengan angkasa raya.

Pasti ada aku dan Angka didalam bukunya. Akhirnya kubeli dan aku juga membeli bolpoin. Tak lama, Angkasa memberikanku pesan.

A: kamu dimana?
B: sekarang?
A: besok Bintang setelah kita menikah
B: heh
A: ya sekarang lah. Kamu dimana?
B: aku di toko buku yang waktu itu pernah kita datangi
A: beli buku puisi judul apa dan tentang apa?
B: buku puisi berjudul 'Semesta'. Di dalamnya ada kita. Karena buku ini menceritakan isi semesta dan angkasa raya
A: aku pasti segera pulang. Secepatnya aku pulang
B: kutunggu ya
A: kutunggu kamu juga mau jadi istriku

Aku tersenyum. Akhirnya aku membayar bukunya dan aku keluar dari toko buku. Masih belum pulang. Aku masih ingin ke kedai kopi yang didalamnya ada para barista teman teman Angkasa.

***

Vespa merah marun yang dikendarai wanita cantik, manis, nan cerdas itu berhenti. Wanita itu melongok kedalam dan kedainya tak seberapa ramai seperti waktu itu.

Sampai di dalam, Bintang duduk di dekat jendela. Ia kira para kawan Angkasa itu tak mempedulikan hadirnya, tapi nyatanya tidak. Fahkri mendatangi Bintang.

"Pacarnya Angkasa ya?" tanyanya.

Bintang kaget. "Eh."

"Yang waktu itu diajak Angkasa kesini kan?"

"Iya betul kamu."

"Lah kan bener, kamu pacarnya berarti."

"Kita enggak pernah jadian," bela Bintang.

"Yaudahlah terserah. Mau pesan apa?"

Bintang diam. Memikirkan apa yang mau dia pesan. Dia ingat kalau saat ini mau mengulangi kenang bersama Angka.

"Seperti yang kupesan waktu itu bersama Angkasa," jawabnya.

Fahkri tersenyum. Tak hanya Fahkri, yang lain pun sama. Rayya, Erdi semua pun tersenyum. Apalagi si Udin yang terlihat sangat giramg sekali. Disini Bintang merasa nyaman. Bersama melewati waktu di kedai kopi kenang bersama seorang teman.

Lalu, Udin memgantarkan pesanan Bintang. Secangkir kopi datang ke hadapan Bintang. Bintang tersenyum fsn mengamatinya dalam.

"Liatnya santai dong, kok kayak dalem banget?" Udin membuka suara setelah dia duduk di hadapan Bintang.

Bintang hanya mampu terseyum. Karena tak ada yang bisa dia lakukan selain hanya terseyum. Erdi pun juga datang dan menyerahkan setoples kue kering ke hadapan Bintang.

"Ayo dimakan, silakan," katanya.

Tak lama, ada pula Rayya si anak basket datang dengan gitar dihadapannya. Wajahnya yang hampir mirip seperti penyanyi, Jaz membuatnya sangat tampan.

Angkasa RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang