pertama kali

206 18 8
                                    

Seperti biasa, Bintang berjalan menuju halte untuk menunggu bus. Kejora tak ia perhatikan karena Kejora terlalu sibuk mengurusi 'mantan' ayahnya yang dianggap Bintang menusia bajingan.

***
"Kakak, itu ayah. Bukan keledai yang kemari cuma buat minta rumput," dia membujukku agar mau bertemu manusia itu.

"Aku berangkat," ucapku tak acuh meninggalkan adikku.

"Kakak sarapan dulu ya?"

Aku menggeleng, tak ada minat untuk menyantap apapun, sekalipun makanan itu berlapis emas.

Manusia itu melihatku gusar. Tatapan matanya seolah mengatakan "ini ayah, nak" tapi aku hanya memilih membisu. Diam. Dan terlalu bodo amat.

Kejora tak pernah paham apa yang selama ini kugambarkan padanya. Berkali kali aku mencoba untuk menggambarkan apa yang ada dalam benakku selama ini soal manusia itu tapi Kejora tak pernah paham. Dulu saat masih ada Ibu, aku merasa utuh. Serasa tak perlu ada jodoh untuk melengkapiku. Ibu selalu ada sisisiku, menemaniku, mendengar ceritaku kapanpun.

Ada satu keistimewaan Ibu yang jarang orang tahu dan kali ini aku akan memberi tahu. Ibu adalah seorang malaikat yang sangat baik perangainya dan selalu tersenyum kapanpun walau ada masalah menghampirinya. Dia tersenyum untuk menebar kebahagiaan, dan meyakinkan kepada orang lain bahwa "i'm fine"

Singkat cerita ayah sudah mengkhianati kesetiaan ibu. Entah mengapa ayah lebih memilih seorang perempuan yang seperti iblis dalam hidupnya. Iblis itu tak seperti ibu. Iblis itu serasa sudah menghasut ayah dan selalu memcoba berbagai cara untuk merebut ayah dari ibu.

Sampai suatu ketika, di hari saat ibu sudah di diagnosis dokter menderita kanker otak stadium 4 yang mengharuskan untuk mengeluarkan uang banyak. Ayah tak ada di sisi ibu untuk menemani, sedangkan uang yang kita buat untuk hidup juga berasal dari ibu yang bekerja. Disaat seprti ini, siapa yang mau bekerja? Aku dan Kejora pasti tak mungkin melakukannya karena kita juga punya tanggung jawab masing masing.

Sampai suatu ketika saat aku dan Kejora memutuskan untuk berhenti sekolah dan melanjutkan bekerja, ibu melarang kami. Beliau memarahi kami karena menurutnya, itu bukan tugas kami. Kami tak bisa berbuat apa apa. Kami tak mungkin nekat karena kalau ibu tahu, dia pasti akan memarahi kami. Dan ayah? Manusia itu sudah tak pantas dipanggil dengan sebutan 'ayah'.

***
Bus sudah satang di hadapan Bintang setelah sekian lama ia melamun. Bintang segera menaiki badan bus dan memilih untuk duduk di dekat jendela. Di sampingnya ada seorang laki laki yang sepertinya seumuran dengannya.

"Mama, aku suka belajar tentang ruang angkasa. Nanti tolong jelaskan lagi ya?" terdengar suara anak kecil yang nyaring di dalam bus yang sepi.

"Enggak perlu di jelaskan Mama mu. Belajar denganku saja sudah lebih dari cukup," manusia di samping Bintang itu mengeluarkan suara yang kecil dan hanya Bintang saja yang dapat mendengar.

Bintang mengernyit. Dia heran saja. 'Ah mungkin dia sedang telfon atau gimana. Let's go Bintang, kamu harus bangkit enggak perlu mikirin hal yang negatif dulu' batin Bintang.

"Eh, angkasa raya nya kali ini bagus banget nggak sih? Gue kayaknya mau abadiin lewat kamera deh, estetik gitu," kini ada sekelompok anak sma yang berbicara.

"Abadikan saja semaumu. Angkasa raya bisa di abadikan dengan apapun yang kamu mau. Ku sarankan, abadikan lewat cerita kebersamaanmu," manusia di samping Bintang untuk kedua kalinya berbicara dengan cara yang sama.

'Ini manusia ada apa?'

"Permisi, mbak anak kuliahan?" ada anak sma laki laki yang tiba tiba menanyai Bintang.

"Iya, kenapa?"

"Lho mbak, universitas nya sudah kelewat kayaknya."

"Jangan bohong kamu," bantah Bintang.

Angkasa RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang