BAB 2

19 2 0
                                    

Klik 🌟 kalau kalian suka cerita ini.
HAPPY READING
.
.
.
.
.

🐳🐳🐳🐳

“Berhasil sampai dipuncak bukan berarti menaklukan gunung, tetapi menaklukan keegoisan kita sendiri. Karena gunung diciptakan bukan untuk ditaklukan, tapi dinikmati keindahanya.”

............

Hari ini langit terlihat cerah dengan gumpalan awan putih yang menghiasi cakrawala. Hawa dingin bercampur kabut tipis telah menyapa. Udara dingin segar segera menerpa kulit begitu menjejakkan kaki di tempat ini.

Tidak seperti kota-kota lainya yang pada siang hari matahari terik serta udara panas lebih mendominasi. Meski cuaca cerah udara dingin khas pegunungan akan setia menemani.
Disinilah mereka berada,  basecamp Patak Banteng yang berada di Desa Patak Banteng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo.

Gunung Prau adalah gunung terletak di kawasan dataran tinggi Dieng.  Yang merupakan tapal batas antara tiga kabupaten yaitu kabupaten Batang, Kabupaten Kendal, dan Kabupaten Wonosobo.

Setelah melakukan Perjalanan selama beberapa jam dari Jogja, akhirnya Rangga dkk sampai di basecamp jalur pendakian Gunung Prau via Patak Banteng. Mereka beristirahat sebentar sebelum berangkat memulai pendakian.

Sekitar jam setengah satu siang, mereka memulai pendakian dengan masing-masing orang membawa carrier dan perlengkapan lainnya. Trek pertama pada jalur pendakian ini dimulai dengan tangga serta jalan setapak diantara ladang warga.

“Bang, masih lama ya? Capek nih Bang mana berat banget lagi,” ucap Kayla dengan nafas yang ngos-ngosan.

Kayla memang bukan tipe orang yang suka olahraga yang mengakibatkan tubuhnya cepat lelah. Meski bisa dibilang Kayla sangat suka jika diajak naik gunung, tapi dia sering mengeluh capek.

“Bentar lagi nyampe pos 1, ntar istirahat bentar disana.” Rangga menjawab tanpa menoleh ke arah Kayla dan  masih fokus melihat pemandangan dengan hamparan bukit yang berada disisi kanan dan kirinya.

Setelah berjalan beberapa menit akhirnya mereka memutuskan berhenti sejenak di pos 1.

“Asli capek banget gue,” eluh Bagas yang nampak kelelahan sambil menegak air mineral hingga tinggal setengah.

“Dih, lemah lo,Gas. Cowok apa bukan sih lo? Jangan-jangan lo laura ya?” sahut Rendy yang duduk disebelah Bagas.

Perkataan Rendy mendapat jitakan dari Bagas.

“Laura apaan, Ren?” tanya Radit yang otaknya kadang susah diajak mikir.

Diantara teman-temanya Radit memang sedikit lemot seperti kura-kura. Tapi dia paling sabaran diantara yang lain meski sering jadi bahan bully karna otak lemot nya itu.

“Kudet amat sih lo, Dit. Laura tuh lanang ora wedok ora,” jawab Putra sambil gleng-geleng kepala.

“Lo kira gue buka laki beneran apa?!” omel Bagas yang tidak terima

“Lo mah cowok jadi-jadian, Gas,” ucap Rangga  terkekeh geli.

Kontan membuat semua yang mendengar tertawa tak terkecuali Arga yang tadinya sibuk dengan ponselnya.

“Sialan lo, Ga.”

Menghindar dari perdebatan kecil teman-teman abangnya, Kayla memilih menikmati indahnya pemandangan bukit. Kabut tidak terlalu tebal hingga menampilkan setiap sudut kota Wonosobo dari atas bukit. 

Pohon-pohon yang rindang, hamparan awan diatas langit biru, serta udara segar yang menyejukkan. Sungguh perpaduan yang komplit untuk melepas dari penatnya segala aktivitas sehari-hari.

MIRACLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang