Niki menatap wajahnya di dalam cermin. Sambil tersenyum, ia menyentuh kaca di mana pipi yang halus itu tergambar. Kemudian ia mengusap rambutnya, lalu dagunya. "Lumayan," katanya. Kini ia tersenyum semakin lebar. Dari dulu, Niki selalu percaya bahwa cermin miliknya tidak akan pernah bisa berbohong. Lima jam dalam sehari, selalu ia habiskan untuk berlama-lama di depan cermin. Merawat wajahnya dan mengaguminya sendiri.
Niki kemudian melirik jam di dinding kamarnya. Sudah lewat tengah malam. Ini adalah waktu yang ditunggunya untuk menulis diary. Seperti hari-hari sebelumnya, Niki akan menuliskan segala sesuatu tentang Adam. Lelaki yang sebulan terakhir ini telah mendebarkan jantungnya, mengusik edaran rasa di hatinya. Niki telah jatuh cinta untuk yang pertamakalinya, kepada Adam.
'Hari ini aku lagi-lagi melihatmu. Maaf, aku belum mampu untuk memanggil namamu. Aku belum berani membuatmu menoleh, ataupun menatap wajah kelelakianmu berhadap-hadapan. Apakah kau menyukai seseorang yang cantik? apakah kau mau mencintai orang sepertiku?'
Mata pena Niki berhenti pada sebuah tanya. Ia tercenung beberapa lama. Matanya menatap wajah Adam dalam sebuah pigura kecil di atas meja. Sebuah foto yang ia jepret secara diam-diam. Niki meletakkan pena lalu melipat diary-nya. Sebelum beringsut, ia meraih pigura itu kemudian mendekapnya di dada.
Niki berbaring terlentang. Matanya nanar menembus langit-langit kamar. Niki kembali menatap wajah Adam untuk mengusir gelisah yang entah apa. Kecemasan yang selalu datang ketika dirinya tengah merindui Adam.
**
Hari ini berjalan seperti biasanya. Niki berangkat ke kampus dengan kedua mata yang selalu merah. Kurang tidur, kurang banyak waktu untuk tak memikirkan Adam. Dan hari ini pula, ia bertekad untuk menyapa Adam. Ya, menyapanya saja. Ia tak mau lagi menuliskan isi diary yang sama nanti malam. Ia tak ingin sang waktu hilang kesabaran hanya untuk menunggunya. Adam adalah lelaki sempurna. Sebuah hati akan mudah menjadikannya tujuan. Seperti hati Niki dan hati-hati yang lainnya.
"Adam."
"Ya?"
"Boleh aku duduk di sini?"
"Oh.. silahkan."
Niki meletakkan makan siangnya di atas meja kantin. Adam baru saja menyuapkan sendok terakhir ke mulutnya.
"Apa kita satu kelas?" Adam meneguk teh kemasan sambil melirik ke arah Niki.
"Nggak. Kita bahkan beda fakultas." Niki menghindari tatapan Adam lalu tergesa-gesa menyuap makanan ke mulutnya.
"Oh.. nama lo siapa?"
"Niki."
"Niki?" Adam menaikkan kedua alisnya.
"Kenapa? Jelek ya namanya?"
"Oh.. nggak. Gue juga punya adik cewek. Namanya Niki juga. Hmm.. gue tinggal dulu ya.."
"Kemana?"
"Gue masih ada kuliah lagi." Adam membereskan beberapa bukunya di atas meja.
"Boleh minta nomer handphone-nya?" Kali ini Niki memberanikan diri menatap mata Adam.
"Oh, boleh. Sebentar." Adam menuliskan nomor ponselnya pada secarik kertas lalu memberikannya pada Niki.
"Biar aku yang bayar makanannya," ujar Niki seraya tersenyum menerima secarik kertas itu.
Adam tersenyum, merapikan pakaiannya, kemudian segera berlalu dari hadapan Niki.
Sempat beberapa lama Niki menyaksikan punggung Adam menghilang di balik gedung-gedung kampus, sebelum kemudian menghabiskan sisa makan siangnya.**
'Ini hari terbaik dalam 24 tahun hidupku. Aku sudah berkenalan dengan Adam. Dan aku mendapatkan nomor handphone-nya. Sesuatu yang tak mudah didapatkan bahkan oleh gadis terpopuler di kampus. Tapi semua itu begitu mudah bagiku. Apakah kau menyukai seseorang yang cantik? Apakah kau mau mencintai orang sepertiku?'
KAMU SEDANG MEMBACA
Conundrum : Kumpulan Cerpen dan Flash Fiction Misteri
Mystery / ThrillerKumpulan cerpen dan flash fiction misteri.