Once in a Dark Night

37 2 0
                                    


Conundrum #5
ONCE IN A DARK NIGHT

Rama sontak terbangun dari tidurnya, tatkala mendengar pintu rumahnya digedor seseorang berulang kali. Sejenak ia sempat melirik layar ponselnya. Tepat pukul 12 malam dan ada timbunan notifikasi panggilan tak terjawab dari Maya, kekasihnya.

Rama kemudian buru-buru menuju ruang tamu untuk mencari tahu. Siapa tamu yang datang di jam segini, dengan kondisi hujan lebat dan petir yang menjadi-jadi.

"Ya Tuhan, Maya!" Seru Rama ketika mengetahui kekasihnya lah yang sedari tadi menggedor pintu.

"Ada apa? Kamu kenapa?" Rama gegas bertanya, begitu melihat Maya terengah-engah dengan  pakaiannya yang kotor dan dahinya yang masih mengeluarkan darah.

Maya tak menjawab. Dengan langkah lunglai, Ia memilih untuk segera masuk dan mencari sofa untuk berbaring.

Kemudian dengan nafasnya yang masih tersengal, Maya mencoba bercerita bahwa dirinya baru saja dirampok oleh seorang laki-laki tak dikenal. Maya kemudian menjelaskan, bahwa ia berencana memberikan kejutan ulang tahun untuk Rama malam ini, sebelum motornya dicegat di sebuah taman tak jauh dari rumah Rama. Jalanan di taman itu memang gelap dan sepi. Maya sengaja mengambil jalur itu agar Rama tidak mengetahui kedatangannya.  

Rama tak bisa berkata-kata. Ia berusaha untuk menyimak apa yang sedang dijelaskan kekasihnya itu.

Maya kemudian meminta Rama untuk mengambil dulu kalung berliannya, yang ia lempar ke arah semur tua di taman itu, saat dikejar-kejar si perampok. Maya yakin pria itu tak melihatnya.

Maya juga mengatakan, bahwa sebelum ia kabur, dirinya berhasil memukul kepala si perampok dengan sebongkah batu hingga pingsan. Namun Maya kesulitan mencari kalung tersebut, karena darah yang mengucur deras dari dahinya akibat pukulan si perampok. Maya lantas memutuskan memakai sisa-sisa tenaganya untuk segera menemui Rama.

Rama kemudian menyelimuti kekasihnya. Lalu dengan buru-buru, dia mengambil sebuah revolver dari laci lemari di kamarnya.

**

Dengan kecepatan tinggi, sepeda motor Rama membelah hujan dan mengabaikan sambaran petir yang bersahutan. Di dalam benaknya, ia hanya segera ingin meledakkan kepala si perampok tersebut.

Rama seketika menghentikan laju kendaraannya, ketika menemukan sepeda motor Maya tergeletak di pinggir jalan, tak beberapa jauh setelah memasuki area taman. Terlihat ceceran darah masih melekat di rerumputan yang tak berhasil dihapus hujan. Rama kemudian bergegas menyusuri jejak itu dengan menenteng revolver di tangan kanan.

Tak lama, di jarak puluhan langkah darinya, Rama melihat seorang pria tengah bersandar di sebuah pohon dengan tubuh yang sangat lemah. Wajahnya sulit dikenali lantaran penuh dengan kucuran darah.

Rama segera mendekati pria itu, dan pria itupun menyadari kehadiran Rama. Ia tampak ketakutan dan mencoba melarikan diri. Tapi, tubuhnya yang tak lagi bertenaga, tak kuasa beringsut jauh.

Rama menempelkan revolver di kepala pria itu.
"Apa kau sudah mengambil kalungnya?" Tanya Rama dengan nada tinggi. Pria itu hanya mengerang ketakutan. Sekujur tubuhnya seketika menggigil.

"Jawab!" Tanya Rama sekali lagi. Kemudian dengan perlahan, pria itu mencoba menunjuk ke arah sesuatu. Ya, sumur itu. Pria itu menunjuk ke arah sebuah sumur tua yang tak jauh dari posisi mereka berada.

Rama sebetulnya ingin segera menghabisi pria itu, tapi ia khawatir pria itu sudah menemukan kalungnya terlebih dahulu dan menyembunyikannya. Rama kemudian melangkah perlahan menuju sumur, sembari terus mengarahkan revolver-nya ke arah pria itu.

Dan benar saja. Rama melihat kalung berlian itu  di dasar sumur. Dan yang mengejutkan Rama, kalung itu masih melingkar di sana, di leher Maya, kekasihnya. Rama tercekat. Detak jantungnya tak bisa diperlambat. Di dalam sana, ia melihat tubuh Maya penuh luka dan patah-patah di beberapa bagian.

Rama mengalihkan pandangannya. Kini matanya tajam menatap pria itu. Pria yang telah menyebabkan Maya kehilangan nyawanya. Pria itu makin menggigil bahkan semua bagian tubuhnya bergetar, begitu melihat Rama kembali datang mendekat.

Rama kemudian menginjak kepala pria itu hingga nyaris terbenam di tanah yang penuh lumpur.
Ia lekatkan lagi moncong revolver itu kuat-kuat ke kepala pria itu, sambil berkata, "Perintahku hanya untuk mengambil kalungnya, bukan nyawanya! Kau tak akan mendapat bagian dari penjualan kalung berlian itu!"

*Suara tembakan*

Selesai.

Conundrum : Kumpulan Cerpen dan Flash Fiction Misteri Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang