"Halo Tito? Apa kabarmu?"
Tito perlahan membuka kedua kelopak mata. Tepat di pandangannya, sebuah lampu neon besar memancarkan cahaya putih kebiruan. Tito segera memalingkan wajah. Cahaya itu baginya terlalu menyilaukan, walau sebenarnya hanya mampu membuat ruangan ini remang-remang.
"Sial, berapa lama mereka membiusku," bisiknya.
Tito mengalihkan pandangannya ke sekitar. Sebuah ruang tahanan yang sepertinya terlalu sederhana untuk tahanan seperti Tito. Luasnya lumayan tapi setiap sisinya hanya dibangun dari tembok semen tanpa ventilasi cahaya. Di bagian pintu terdapat penguncian digital standar, sistem keamananan yang bisa ditembus Tito dalam 5 menit. Selain itu terdapat pula ruangan toilet kecil, tempat tidur, meja dan sebuah rak buku.
"Tito? Apa kau mendengarku?" Suara itu terdengar lagi. Di pojok kanan atas seorang pria gemuk berseragam militer tampak melambai-lambaikan tangannya dari dalam monitor.
"Ya, ya aku mendengarmu." Sahut Tito sembari tatapannya terus menelanjangi setiap sudut sel.
"Oh, baguslah. Bagaimana kabarmu? Apa kau baik-baik saja? Tanya pria itu lagi. Sepertinya terjadi delay suara yang cukup lama.
" Kau bisa melihatku dari monitor itu. Dan kau masih bertanya kabarku? Dasar bodoh."
Pria di seberang monitor spontan tersenyum.
"Bagaimana pendapatmu tentang sel ini? Tanyanya lagi.
Gantian Tito yang tertawa.
" Apa kau sedang mempertaruhakan jabatanmu dengan mengurungku di sel seperti ini?" Tito balik bertanya.
"Tidak, Tito." Jawab si pria singkat. Wajahnya kini lebih serius.
" Aku bertaruh kalau seorang gelandangan mabuk akan dengan mudah melarikan diri dari sini," ledek Tito.
"Kau tak tahu apa yang sedang kau hadapi. Ini tidak seperti yang ada di dalam pikiranmu."
Tito tak menjawab. Ia hanya mengangguk-anguk ringan, menyepelekan semua yang didengarnya.
"Monitor ini akan menyala setiap 12 jam. Dan aku akan menanyai kabarmu. Selamat menikmati rumah barumu Tito." Pria itu sempat tersenyum sinis sebelum layar monitor berubah menampilkan siaran televisi.
Tito diam sebentar memikirkan langkah untuk melarikan diri dari sel sekaligus menduga-duga apa yang akan ia hadapi di luar sana.
Klik.. Klik.. Klik..
Crek.. Crek..
Pintu keluar sel seketika membuka hanya dengan sedikit sentuhan jemari Tito. Tapi alangkah kagetnya Tito, ketika yang ia dapati bukan sebuah jalan keluar melainkan tembok semen yang lain. Ternyata sel ini adalah ruangan di dalam ruangan yang lain, seperti sebuah kotak yang di dalamnya terdapat kotak yang lebih kecil. Tito menyisir sekeliling ruangan ke dua tapi tak ada pintu lagi untuk di buka.
"Apa-apan ini?" Bisiknya.
Tito kembali ke sel. Ia berbaring di tempat tidurnya sembari terus berfikir. Sementara di layar monitor terus memutar berita-berita penangkapan dirinya.
"Ya, ya. Kami sudah menangkap penjahat paling berbahaya saat ini. Tito telah kami kirim ke sebuah penjara khusus yang sudah lama kami persiapkan." Jelas pria gemuk berseragam militer yang tadi menyapa Tito. Beberapa wartawan tampak berebutan melontarkan pertanyaan.
"Di mana penjaranya pak? Apa tempat itu punya nama?" Tanya salah seorang diantaranya.
"Tempatnya sangat rahasia. Hanya intelejen, militer dan beberapa pihak yang mengetahuinya. Namanya Erythrina." Jawab si pria gemuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Conundrum : Kumpulan Cerpen dan Flash Fiction Misteri
Mistero / ThrillerKumpulan cerpen dan flash fiction misteri.