Gembul. Tidak bisa disebut tolol, meskipun juga kurang layak disebut cerdas. Namun, dia memiliki kemauan yang kuat, apa pun yang diusahakan, hasilnya lumayan memuaskan. Sayang, mood-nya tidak selalu stabil, sehingga tidak semua yang dia mulai bisa menjumpai akhir, karena fokusnya sangat mudah terdistraksi.
Gembul masih berkutat dengan naskahnya yang berjudul sketsa keluarga, lalu tidak lama fokusnya teralih pada naskah tua berjudul sekarat yang belum genap 8 bab. Naskah sekarat itu hanya dibuka untuk ditutup kembali. Kemudian jarinya mengarahkan kursor untuk menjelajahi draft-draft yang dia buat. Semua berujung sama. Berhenti dipertengahan bab. Tiba-tiba saja, moodnya amblas, tulisan-tulisannya terhenti di bab yang tidak pasti. Lalu ia berlari ke ide-ide lain, berharap angin segar akan membuatnya memiliki daya untuk menuntaskan naskahnya sampai rampung. Namun seperti yang diduga sebelumnya, Gembul, kembali kehilangan orientasi.
Gembul marah. Iya, dia marah pada dirinya sendiri. Kenapa selalu berujung seperti ini? Ia mendesah lelah. Lelah memahami dirinya yang sulit dipahami.
Menulis menjadi bagian dari hidup Gembul sejak kecil.
Tunggu, dahulu, waktu kecil, Gembul mampu menyudahi 2 novel panjang! Dulu dia hanya menulis apa adanya, jujur, tanpa ekspektasi apa pun, tanpa berharap pujian dari siapa pun. Dulu Gembul mampu, lalu kenapa sekarang tidak?
Gembul berjalan mondar-mandir di markasnya. Mematung sejenak demi melihat pantulan dirinya di depan ceemin? Ia mencari-cari apa yang hilang dari dirinya. Lama mengamati, akhirnya ia mengerti. Tidak ada ketulusan di balik refleksi dirinya.
"Apa yang kamu harapkan, Gem?" desah Gembul dengan nada frustrasi. Ia menatap Ceria--si capung yang senang sekali mengelilingi markasnya.
Pernah suatu kali Gembul meminta Ceria membawanya terbang mengelilingi tempat teduhnya. Ia ingin sekali tahu bagaimana rasanya terbang. Ceria dengan senang hati menerima permintaan Gembul, tapi siapa sangka siang yang cerah itu berujung bencana. Badan Gembul terlempar jatuh di atas tanah basah. Beruntungnya sayap Ceria tidak patah.
"Maafkan aku Gem, ternyata sayapku tidak cukup kuat." sesal Ceria. "Tapi, bukankah suatu saat nanti kamu akan memiliki sayap yang lebih besar dan lebih cantik dari milikku? Bersabarlah, saat yang kamu tunggu itu pasti akan datang," tukas Ceria sambil mendorong Gembul dari belakang agar dia bisa duduk.
Sejak hari itu, Gembul mulai menulis cerita-cerita gembira. Dengan harapan, ketika ia memiliki sayap sendiri, dia bisa membaginya pada siapa saja yang dia temui, berbagi kegembiraan, berbagi tawa riang dan berbagi keindahan. Gembul terus menulis. Namun, waktu yang ditunggu-tunggu itu tidak pernah datang, sampai sekarang dia tetap ulat gembul.
"Kapan aku menjadi kupu-kupu?" gumam Gembul setelah bosan melihat Ceria terbang.
Gembul bosan, dia ingin bisa cepat terbang dan membagi ceritanya. Tapi, sekarang Gembul bosan berharap, dia bosan bermimpi, mungkin cita-cita menjadi pembawa cerita akan dia simpan selamanya.
***
Gembul, kamu jangan menyerah. Setiap kita memiliki waktunya masing-masing. Kamu hanya perlu terus berjuang, berusaha dan senantiasa berdoa. Mimpimu pasti akan datang. Meskipun aku juga tidak tahu kapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Metamorphosis
AléatoireMetamorphosis --> Sebuah Catatan sebelum menjadi kupu-kupu. Aku ingin bercerita dan berbagi tentang isi kepalaku, em, maaf jika mengganggu, tapi aku harus melakukannya, karena aku takut kepalaku akan meledak atau monster di dalam kepalaku ini akan t...