Kami Tidak Bergerak Tanpa Dasar

292 37 8
                                    

"Woy, besok Senin jadi kan?"


"Jelas!"


"Jelas apanya?"


"Jelas jadilah!"


"Dasar lemot!"


"Ngajak berantem ya?!"


Kerumunan remaja laki-laki berseragam pramuka itu duduk melingkar di bagian tengah kelas, tepat di bawah kipas angin besar yang menggantung di langit-langit. Pintu cokelat tinggi yang memisahkan dunia dalam dan luar tertutup rapat untuk mencegah pembicaraan mereka mengudara. Gembok tua yang sudah tak lagi berkilau mengikat kedua daun pintu menjadi satu agak tak terbuka.


"Inget ya, kita bukan mau tawuran," remaja laki-laki yang tampak seperti pemimpin dari 'pasukan' itu berkata.


Rekan-rekannya yang mengitarinya mengangguk.


Rapat dilanjutkan. Taktik dan strategi tersusun rinci lengkap dengan risiko-risikonya. Haruskah sedemikian serius? Tentu! Mereka akan turun ke medan perang besok Senin. Bukankah ada yang sebuah perkataan 'prajurit harus selalu siap dan sedia dalam kondisi apa pun untuk menghadapi peperangan di hadapannya'? Memang benar, tapi bukan berarti seorang prajurit terjun ke peperangan tanpa taktik dan strategi apa pun. Begitu juga dengan pasukan yang satu ini. Meski tawuran telah menjadi makanan mereka, taktik dan strategi tak boleh dilupakan.


"Senin, kita cuma UTS satu mapel, kumpul di lapangan jam sembilan."


"Jangan telat!"


Anggukan mengerti kembali terlihat, tapi yang ini tampak ada sedikit keraguan. Tiba-tiba, erangan kecewa dan kesal terdengar dari ia yang duduk di sebelah sang pemimpin rapat. Tubuhnya bersandar malas di kursi. Sosok itu mengacak rambutnya frustasi. "Kenapa UTS-nya harus sampai besok Senin," keluh Ricky.


"Argh, bener juga."


"Nanggung banget, sial!"


Pintu diketuk dengan tak santai, tiba-tiba. Kerumunan terdiam, hingga pintu pun digedor keras-keras. "Woy, kalian! Buka pintunya, bel sudah berbunyi sejak tadi!" terdengar teriakan bapak guru matematika dari sisi lain pintu kayu tinggi.


"Gawat! Cepet buka pintunya!" Ricky buru-buru bangkit dari kursi yang ia duduki. Dengan cekatan, ia dan kawan-kawannya menata kembali kursi-kursi yang tadi ditata melingkar untuk rapat pra peperangan.


"Sembunyiin gemboknya, Jo!" seorang anak berteriak setengah berbisik pada sang pemimpin.


Jo, atau Jonathan, melemparkan gembok tua itu ke mulut tasnya yang menganga kelaparan. Tingkat keakuratan lemparannya yang tinggi berhasil membuat gembok tua itu menyelinap masuk tanpa tertatih-tatih dan bersembunyi di dalam kegelapan tas. Jonathan lalu membuka pintu kelas. Seketika disambut oleh wajah berkumis masam penuh amarah. Ia kemudian melemparkan sebuah cengiran pada gurunya lalu melesat ke bangkunya.

LAKON ROMAN (Terlarang) DEMONSTRASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang