Mati Terdengar Menyenangkan

163 20 0
                                    

Sakit. Takut. Sendiri. Sepi. Kosong. Hampa.


Tubuhnya kehilangan seluruh tenaganya. Lengket oleh keringat rasa sakit. Bertaburan luka dan memar. Bercak merah keunguan, tapi bukan memar, turut serta. Kakinya mati rasa. Kepalanya terkulai. Satu-satunya yang menahan tubuhnya dari menghantam lantai hanyalah tangannya yang terikat beberapa sentimeter di atas kepalanya. Ia nyaris tak mendengar deru napasnya sendiri. Otaknya menolak untuk berpikir. Air matanya menolak untuk keluar. Ia sudah terlalu hampa.


Ingatan semua peristiwa yang ia alami sebelum semuanya direnggut menari-nari dalam kepalanya. Kevin, sosok para presiden BEM, para aparat. Lalu wajah Ricky saat pertama kali ia melihatnya, rambutnya basah oleh air. Saat pertama kali ia merasakan dekapan hangat seorang lelaki. Tangan yang menyentuhnya dengan penuh kehati-hatian bagai mengusap batu berharga yang paling berharga di dunia. Senyum yang mencandu. Ia ingat ia belum sempat merasakan bibir itu. Kerinduan menyeruak dalam dirinya. Senyum tipis mekar di wajahnya.


Suara pintu didorong terbuka dengan kasar memecah kesunyian. Tertutup dengan cara yang sama. Langkah tersaruk-saruk. Rama tak mengangkat kepalanya. Namun ia dipaksa melakukannya dan mendapati sebuah bibir kasar dengan rasa alkohol yang tajam menubruk bibirnya. Tenaganya yang hilang entah kemana menghentikannya dari memberi perlawanan.


Bibir itu pergi, lalu kembali, lidah berselimut saliva menyeruak masuk di antara sepasang bibir dingin milik Rama. Ia memejamkan matanya, menyerah, tapi tak membalas ciuman itu. Bibir itu terbang ke lehernya, menjilat dan menghisap. Tangan menyentuh, bermain di dadanya. Pergi ke pinggangnya, digantikan oleh bibir yang mulai menari-nari kesenangan. Benda tajam dingin menorehkan garis merah panjang dari ceruk lehernya ke dadanya. Desahan puas keluar dari mulut lawannya yang menikmati setiap tetes darah yang mengalir keluar dari luka.


Kejadian sebelumnya terulang. Sepasang tangan tak sabar melepaskan pelukan bahan jeans di pinggangnya. Tangan itu 'menyentuh-nya'. Ia menengadah. Mulutnya sedikit terbuka, tapi bukan suara-suara kenikmatan yang keluar, melainkan isakan tersiksa. Hatinya sakit.


Tubuh lemahnya kemudian ditarik berdiri. Tangan yang sama beristirahat di bagian belakang tubuhnya ketika menyadari ia nyaris menghantam lantai. Namun Rama berharap dirinya terjatuh dan merasakan dinginnya lantai. Sesuatu yang mengeras menyentuh daerah privatnya, lalu desahan terdengar sangat dekat di telinganya. Pria itu berpindah ke belakangnya. Ia merasakan jeans birunya ditarik turun. Lalu sesuatu menyelinap masuk, membuatnya menjeritkan jeritan lemah. Air matanya kembali. Ia merintih bersama isakan.


Penyerangnya mulai bergerak. Tidak perlahan, tapi cepat dan kasar, menghujamnya dengan rasa sakit. Dirinya diraba, diremas, di(per)mainkan. Ia ingin meronta, tapi hanya bisa merintih. Erangan yang terdengar di belakangnya membuat air matanya semakin deras. Ia dipaksa 'datang'. Sesaat setelah itu, pria itu mengembalikan jeans yang memeluk kaki Rama dengan menariknya ke atas, tanpa merapatkannya. Lalu ia pergi begitu saja, merasa puas.


Rama, terguncang, kakinya menyerah dan lututnya menghantam lantai dingin. Irama napasnya berantakan dan tubuhnya bergetar hebat. Pandangannya dipenuhi kunang-kunang, ia menundukkan kepalanya. Dipejamkan matanya ketika gelombang rasa pusing dan mual datang. Namun ia tak membuka matanya lagi. Ia enggan, ia tak kuasa menatap dirinya. Ia merasa hina. Satu-satunya yang ia inginkan hanyalah meringkuk dan menghilang.


"R-Ricky..." rintihnya pelan sebelum kesadarannya melarikan diri.

LAKON ROMAN (Terlarang) DEMONSTRASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang