P R O L O G

86 6 1
                                    


2010

Hari itu, gugusan bintang menari-nari, terlihat indah dengan latar bentangan langit malam, membuat siapa saja yang melihatnya mendapatkan ketenangan. Perpaduan antara titik-titik putih pada warna hitam yang sangat luas itu, merupakan hasil karya pelukis langit, Tuhan Yang Maha Esa tentu saja.

Bunyi-bunyian yang berasal dari binatang malam, senantiasa menemani, menambah ramai suasana tenang yang cenderung sunyi. Ditambah angin malam yang mengalun lembut, menerpa kulit kaki telanjang gadis berumur 11 tahun dengan rambut yang dikepang kuda hasil tangan sang bunda.

Di bawah langit malam itu, terdapat seorang anak yang duduk bersandar pada pundak kursi, ditemani oleh wanita cantik yang orang lain pasti tak akan menyangka, bahwa wanita tersebut telah berumur 33 tahun. Jauh dari keadaan yang sebenarnya. Keduanya terdiam, tak ada yang bersuara, sampai,

"Ibun? Kenapa Lea nggak boleh potong rambut?" Gadis kecil itu bertanya dengan air muka penasaran. Matanya menuntut jawaban segera dari sang bunda.

"Memangnya kenapa? Lea nggak suka rambut panjang?" bukannya menjawab, perempuan paruh baya tersebut malah balik bertanya.

"Suka. Lea suka rambut panjang. Tapi kemarin, Lea lihat Orin potong rambut, sekarang rambutnya pendek. Jadi gampang kalau panas, tinggal diikat, kan enak, Bun."

Mendengar penuturan sang buah hati, bunda tersenyum lembut, menyapu halus rambut hitam lurus sepunggung anaknya perlahan. Menyalurkan kasih sayang sepenuhnya di sana.

"Dulu, rambut Ibun juga panjang, sama kayak Lea. Ibun sayang banget sama rambut Ibun itu. Sampai akhirnya Ibun nikah sama ayah, ayah marah, nggak suka Ibun punya rambut panjang. Katanya ribet. Makanya waktu Lea lahir, Ibun putusin buat potong rambut. Dan sekarang baru bisa panjangin rambut lagi."

"Jadi, ayah udah nggak marah lagi sama Ibun?"

Wanita paruh baya itu tersenyum mengangguk. Kembali mengusap rambut anak semata wayangnya yang tadi sempat terhenti.

Dipandanginya wajah sang anak dengan lamat, wajah yang dulunya merah, dengan mulut yang belum terisi gigi sama sekali, kini telah berubah.

Kulit merahnya telah berganti dengan warna kuning langsat, rambut yang dulunya tak bisa ia genggam, kini telah tumbuh panjang. Aroma tubuh yang dulunya identik dengan minyak telon serta bedak bayi, kini berganti dengan wangi kayu basah yang masih sedikit terselip wangi bedak bayi di sana.

Putri kecilnya telah berubah, menjelma menjadi seorang yang bertanggung jawab meskipun memiliki umur yang bisa dikatakan jauh dari usia remaja, selalu membantu bunda. Merapikan kamar sendiri tanpa menunggu diperintah. Hal kecil memang, tapi sang bunda bersyukur.

Setidaknya ia berhasil menjadi bunda yang baik bagi anaknya.

Ya, setidaknya dengan membuat anaknya bahagia serta sukses kedepannya, bunda mengerti, bahwa apa yang dilakukan dengan niat baik, maka akan berakhir baik pula. Meskipun semuanya telah terlanjur dimulai, dengan apa yang memang tak seharusnya.

Kesalahan terbesar dalam hidupnya. Berharap supaya Tuhan bersedia mengampuni dosa yang telah dibuatnya dulu.

Semoga.

-----

Note :

Seperti biasa, saya berharap semoga kalian menyukai cerita ini.
Semoga kalian, bisa mengambil apa makna di baliknya.
Saya berharap, semoga saja.

Salam sayang!
Pejuang kebahagian.

Republish : 17 Oktober 2019.
Oleh : @Narantakararenra.

Dear LeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang