Ketika matahari berada tepat di atas kepala, entitas bernama manusia yang tadinya berdiam diri, duduk tenang dengan pekerjaan yang tengah mereka tekuni, kini berganti.
Ruangan yang tadinya penuh sesak, kini berangsur sepi. Tempat-tempat makan yang tadinya sepi, kini perlahan terisi. Kegiatan umum yang selalu berulang setiap hari.
Memangnya apalagi yang bisa dilakukan selain mengisi perut kosong tak terisi?
Dan kini, terlihat seorang gadis berjalan tergesa-gesa dengan buku tebal masing-masing dikedua tangannya. Rambut hitam panjang sepinggangnya bergoyang ria, menikmati terpaan angin sejuk yang cenderung menganiaya.
Yang benar saja, sekarang jam dua belas tepat tengah hari, yang mana seharusnya Lea sudah duduk di kantin kampus, dengan bakso kuah bening serta teh panas manis kesukaannya, malah menuju perpustakaan dengan bibir penuh umpatan, sebab secara tiba-tiba Pak Banar-sang dosen PA, meminta Lea mengantarkan empat buah buku yang diperkirakan memiliki sekitar empat ratus halaman tiap bukunya.
Sungguh perkasa seorang Lea ini. Mengangkat lima buah buku tebal, meniti tiap anak tangga perpustakaan, namun masih sempat-sempatnya mengumpat pelan si dosen PA yang dirasa sudah sangat keterlaluan.
Padahal kelasnya memiliki enam orang laki-laki yang Lea lihat masih sehat lahir batin, tapi mengapa Lea yang dipilih untuk menunda waktu makannya di kantin?
“Lea, tolong nanti kamu sampaikan ke Pak Banar, beliau diminta untuk mengisi seminar Perpustakaan minggu depan. Soalnya Bu Rafidah sedang cuti melahirkan. Tolong ya, Nak?”
Yang sedang memberi titah kepada Lea ini, Bu Vera namanya. Beliau merupakan anggota perpustakaan yang bertugas di meja sirkulasi.
Dan jika kalian bertanya bagaimana beliau mengetahui nama Lea? Jawabannya adalah karena Lea termasuk ke dalam mahasiswa penghuni perpustakaan paling setia.
Bagaimana tidak? Lea sangat betah berlama-lama di perpustakaan yang kebanyakan mahasiswa menganggapnya sebagai salah satu tempat terlaknat di kampus setelah gedung fakultas dan Rektorat. Yang berisikan berbagai jenis entitas manusia dengan tipe rata-rata menyebalkan. Seperti perpustakaan dengan seorang penjaga menyeramkan yang menagih denda akibat keterlambatan, gedung fakultas dengan staf yang biasanya mempersulit urusan, serta Rektorat dengan suasana resmi-kaku tak menyenangkan.
Rerata mahasiswa tak menyukainya.
“Iya Bu, nanti saya sampaikan. Kalau begitu, mari Bu.”
Dirasa urusan telah selesai, Lea pamit undur diri. Berniat mengisi perut yang sedari tadi minta diisi. Berjalan perlahan ke arah pintu keluar, meninggalkan meja sirkulasi.
“Lea!” merasa terpanggil, Lea memutar kepala kebelakang.
Terlihat Bu Vera yang menyempatkan berdiri di tengah-tengah keriuhan mahasiswa peminjam buku yang tak sabar menanti.
“Terima kasih ya.” Bu Vera melambai sembari tersenyum.
Senyum tulus menenangkan yang mengingatkan Lea kepada Ibun di rumah. Lea membalas senyum Bu Vera dengan tulus, lalu kembali berjalan keluar gedung perpustakaan, menuju kantin dengan perasaan riang.
Ah, sederhana sekali cara semesta memutar balikkan suasana hati seorang Lea ini. Dari yang tadi gemar mengumpat, kini berganti menjadi senyum manis yang indah terlihat.
Bibirnya kini tak henti menyanyikan lirik lagu baru yang didengarnya dari speaker angkot jurusan dari rumah menuju ke kampusnya. Aneh, biasanya Lea tak begitu memberi perhatian kepada speaker angkot yang mengumandangkan suara penyiar radio lalu disusul dengan lagu-lagu pilihan penelpon setia.
Namun hari ini berbeda, entah sihir apa yang digunakan penyanyi, sehingga berhasil menarik perhatian seorang Lea untuk turut serta menyenandungkan potongan bait lagu yang didengarnya belum genap sehari ini.
Pemilihan kata serta nada yang dipakai, membuat Lea merasa tenang.
Lea, menyukainya.
-----
Mau lama-lamaan dulu ah.