Prologue

23 3 0
                                    

Pagi itu, aku melangkahkan kaki dan menyusuri koridor sekolah. Kakiku terus melangkah sampai ujung koridor dan berhenti tepat di depan pintu kelas yang selalu ku kunjungi setiap jam istirahat dan pulang sekolah. Memang ini agak melelahkan, tapi tidak bagiku. "Rama!! Pacarmu nunggu noh di depan!!" Seorang pria menunjukku dan menatap Rama yang sedang tertidur di bangkunya.

"Permisi, boleh masuk?" Kata ku sambil menebar senyum. Pria yang tadi menunjukku menganggukkan kepalanya. Aku pun memasuki kelas yang cukup sepi itu. "Ram, kamu sakit?" Aku mengusap punggung Rama lembut dari samping. Rama yang masih memakai headphone merahnya mengangkat kepalanya perlahan dari atas meja. Rama menatapku dengan mata yang berair dan memerah.

"Ah, kamu begadang lagi ya?"

"Iya."

Dengan jawaban singkat itu, Rama sudah memeluk pinggangku erat. "Huft... Yuk, ke UKS." Tanganku mengusap rambut Rama perlahan. Rama tiba-tiba berdiri dan menarikku keluar kelas. "Pelan-pelan Ram! Segitu pengennya kamu tidur? Huh?!" Seperti biasanya, Rama tidak pernah mendengarkanku.

Rama menarikku ke arah taman belakang sekolah. Tidak ada siapa-siapa di sana. Rama mendudukkan dirinya di bawah pohon yang cukup rindang. "Rama mending kamu berhenti begadang deh." Aku menatapnya malas. Rama menatapku dan menepuk rumput di sisi sebelah kanannya, mengisyaratkanku untuk duduk disampingnya. Aku menurutinya dan duduk disampingnya. "Kenapa gak ke UKS aja sih?" Kataku kesal dan meluruskan kakiku. Spontan Rama langsung menaruh kepalanya di pahaku dan tidur menghadap langit.

"Kalau ada yang lebih nyaman dari kasur keras UKS itu, kenapa nggak?" Katanya dengan mata terpejam. Aku yang mendengarnya hanya terkekeh kecil. Aku melihat sebuah buku yang berada digenggaman Rama. "Aku baca, ya?" Aku menarik buku itu dan langsung membacanya. Rama yang tertidur pulas tak merasakan tarikan tanganku.

'Chiken Soup for The Soul? Dia baca buku seperti ini?' batinku dalam hati. Aku menatap wajah tidurnya yang damai. Aku membuka buku itu dan membacanya. Kata demi kata, kalimat demi kalimat, bahkan paragraf demi paragraf. Sampai aku tak sadar bel masuk sudah berbunyi. "Ram, ram, bangun. Belnya udah bunyi." Aku mencoba membangunkan Rama, tapi Rama masih tetap tertidur pulas. "Apa boleh buat, sepertinya aku akan bolos kelas lagi." Aku mendesah lelah menatap wajah Rama yang terlihat begitu polos, berbanding terbalik dengan sikapnya.

"Ci! Kamu ke mana aja?! Tadi dicariin Miss Hanna! Disuruh ke ruang guru." Seseorang menepuk punggungku, sukses membuat jantungku tersentak cukup kencang. "Duh, ngasih taunya gak usah sampe ngagetin, Dir!" Aku menatap Dira, kesal. Walau aku tahu dia lebih kesal dariku.

Aku berdiri dari bangku yang selalu kududuki saat berada di kelas. Melangkahkan kakiku menuju pintu kelas, bermaksud meninggalkan kelasku. "Tunggu Ci!! Aku ikut!" Dira menghampiriku dengan tergesa-gesa. Kami pun pergi meninggalkan kelas menuju ruang guru.

"Kenapa ikut sih?" Gerutuku kesal.

"Emang kenapa sih? Masih bete soal kemaren? Udahlah itu cuma gelang karet biasa. Dimana-mana ada." Jawab Dira enteng.

"Tapi itu kan pemberian Rama." Aku menundukkan kepalaku mengingat gelangku yang jatuh ke dalam sungai di bawah jembatan. "Rama lagi, Rama lagi, gak ada hal lain yang bisa kamu pikirin, apa?" Dira menatapku kesal dan jengkel di saat bersamaan. Aku hanya menggeleng pelan. "Oh iya, ngomong-ngomong soal Rama... Kamu tau kan kalo dia populer dan berandal banget? Kamu aja selalu diajak bolos pelajaran sama dia, kayak tadi. Apa gak lebih baik kalian putus aja daripa-"

"Cukup. Meskipun dia berandal, dia masih punya sisi baik." Aku memotong ucapan Dira, tapi Dira tetap berusaha melanjutkan ucapannya. "Aku sih serah kamu, Ci. Aku cuma takut kalo kamu ujung-ujungnya dimainin doang." Sejenak aku terdiam setelah mendengar ucapan Dira. Memang aku pernah mendengar dan memikirkan jika itu terjadi. Tapi entah kenapa sekarang terasa berbeda, aku merasa seperti hal itu akan terjadi dalam waktu dekat ini.

Aku takut. Entahlah, akhir - akhir ini, ucapan seseorang tentang keburukan antara hubunganku dengan Rama, membuat benakku memikirkan segalanya.

Putus (Reconstruction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang