Jam 11.00 malam. Aku terbangun dengan seragam yang masih melekat di tubuhku. Aku berdiri dan berjalan ke kamar mandi dengan gontai, membersihkan diri dan keluar dari sana.
'Lapar... tapi malas...'
Mid night snack itu sangat menyebalkan, karena membuat tubuhku harus berjalan dari kamar ku. Walau sebenarnya aku sangat malas, tapi perut ini tidak mau toleransi. Akhirnya aku memutuskan untuk berjalan menuju dapur di lantai satu. Membuka kulkas, mengambil makanan juga minuman, dan kembali ke kamar. Siklus yang cukup baik.
Aku menaruh makanan diatas meja dekat tempat tidur. Aku mengambil ponselku, melihat pesan atau telepon yang masuk.
'25 calls, 78 messages? What? Gila, siapa aja nih?' Benakku, menatap layar itu bingung. Di saat yang bersamaan aku melihat nama yang tertera. 'Semuanya dari Jillian?! Segitu khawatirnya dia padaku.' Menghela nafas lelah, hanya itu yang bisa kulakukan menatap pesan singkat yang begitu banyak memenuhi ponselku.
From: Jillian
[Kamu di mana?] 12.17 am.
[Ini udah pulang sekolah, kamu dimana sih?] 3.25 pm.
[Woy udah sore ini, pulang dong!] 4.28 pm.
[Gimana misi kita?] 5.39 pm
[Ini aku udh di depan rumah, aku bakal nungguin kamu pulang sampe kapanpun.] 7.02 pm
"Hah?! Sekarang jam berapa?" Aku buru-buru melirik jam yang menunjukkan jam 11.26 malam. "Jangan-jangan dia masih nunggu di depan?" Aku segera berlari menuju pintu depan dan langsung menuju gerbang tanpa alas kaki. Aku melihat mobil sport Jillian dan melihatnya yang duduk di trotoar dan sepertinya dia tertidur dengan hoodie yang menutupi kepalanya. Aku melihatnya dengan tatapan sedih bercampur senang dan jangan lupa sedikit bumbu amarah, karena menungguku lima jam lebih.
Aku memeluknya dari belakang dan aku tahu dia sedikit tersentak. Aku merasa dia menggenggam tanganku.
"Si-"
"Maaf."
Aku memotong perkataannya dengan sedikit sedih. Aku merasakan Jillian akan membalikkan tubuhnya tapi aku menahannya.
"Kamu gak perlu kayak gini Lian. Kamu gak perlu nunggu aku disini sampe lima jam lebih. Masih ada yang lebih penting dari aku. Lebih baik ka-"
"Kamu siapa sih?"
Seketika aku terlonjak kaget dan membalikkan tubuh orang didepanku secara paksa.
"Kau?!" Kami saling menunjuk dan mengucapkan kata yang sama.
"Astaga!! Kenapa coba harus dia!" Kataku sambil mengusap wajahku kasar.
"Basah."
"Hah?"
"Ini basah." Pria kurang ajar itu menarik tanganku dan menempatkannya di tempat aku menangis tadi. Spontan aku langsung menarik tanganku dari genggamannya. "Air mata ya?" Dia menatap wajahku dengan mata jadenya, mengusap air mataku perlahan. Aku menepis tangannya kuat mengingat kejadian tadi sore.
"Ini mobilmu?" Tanyaku ketus. "Bukan." Jawabnya sambil menatap wajahku. "Oh baguslah." Aku bangkit berdiri dan melihat sekeliling untuk mencari Jillian. "Lian siapa?" Tanya pria brengsek itu dengan nada dingin. "Bukan urusanmu." Kataku dan berlalu pergi meninggalkannya yang tidak mengejarku. 'Baguslah dia tidak mengikutiku.' Aku menghela nafas lega dan masih mencari Jillian di sekitar komplek.

KAMU SEDANG MEMBACA
Putus (Reconstruction)
RomancePutus. Tidak selalu menjadi akhir. Suatu saat, putus akan menjadi awal. Awal berseminya cinta yang baru. Sincerely, Brinada February 24, 2017