"Ugh, aku di mana?" Mataku mengerjap pelan, membiasakan cahaya remang lampu tidur yang menyeruak masuk retinaku. Aku memegang kepalaku yang cukup pening sambil menegakkan tubuhku. Aku memegang bajuku yang ternyata masih seragam sekolahku yang sudah mengering. Mengedarkan pandangan, netraku menangkap secarik kertas diatas sebuah baju di meja nakas.
"Gantilah bajumu, ini sudah baju yang paling kecil. Aku tidak berani mengganti bajumu? Hah? Kertas apa ini? Terus bagaimana bajuku bisa kering?" Ujarku setelah membaca secarik kertas itu dengan seksama.
"Ya, ku keringkan saja pakai hairdryer selama dua jam." Sebuah suara muncul dari balik pintu kamar, menampilkan seorang pria yang kukenal dengan balutan kaos hijau lumut dan celana training warna abu-abu. Aku sedikit tersentak kemudian kembali merilekskan tubuhku. "Cepat ganti bajumu dan kita sarapan," ujar pria yang tampak berumur enam tahun lebih tua dariku, aku hanya menurut dan masuk ke dalam kamar mandi.
♤
"Makasih," aku menahan ucapanku sedikit lama, "kamu udah nolongin saya sampe bawa saya ke apartemen kamu," lanjutku menghilangkan keheningan diantara kami.
"Sama-sama," ujarnya menanggapi, kini hanya terdengar dentingan sendok dan garpu yang beradu diatas piring kami masing-masing. "Makasih juga udah mau bikinin nasi goreng buat sarapan." Pria ini tersenyum lembut dan aku balas dengan senyum simpul. Tiba-tiba pria ini meletakkan peralatan makannya dan berujar, "aku... em... aku mau minta maaf soal kejadian dekat danau waktu itu, aku seriusan gak tau kalau kamu bukan orang suruhan untuk mencariku. Tapi jujur, ciuman itu... ciuman pertamaku..." pria itu memelankan suaranya diakhir kalimat. Aku yang mendengarnya menghentikan acara makan ku dan diam beberapa saat menunggu lanjutan dari ucapannya.
"Dan untuk yang di depan rumah kamu, aku gak ngikutin kamu. Aku cuma kebetulan lewat dan merasa ada barangku yang jatuh, makanya aku berjongkok di dekat mobil. Tapi setelah aku dengar kamu sebut nama 'Lian' aku jadi penasaran, melihat mu menangis membuatku semakin penasaran. Akhirnya kuputuskan untuk menunggu dan melihat siapa orang yang kamu sebutkan itu," ujarnya sesekali menatapku dan kembali menyantap makanannya. "Aku juga gak nyangka kalo kamu anak dari- ah ma-maaf." Dia menatapku tak enak, mungkin karena wajahku yang masih menyiratkan kesedihan. Aku menggeleng pelan dan kembali menyuapkan sesendok nasi itu kedalam mulutku. "Dan yang terakhir, kamu nemuin Richie yang sebenarnya sudah hilang dari tiga sampai empat bulan lalu. Kamu juga ngobatin dia, aku berterima kasih banget." Kalimatnya yang terakhir diiringi dengan senyuman manis nan tulus darinya yang sedikit membuat dadaku berdesir hangat.
"Iya, sama-sama." Aku menghabiskan suapan terakhir yang ada di piringku. Sebelum aku beranjak, pria itu kembali membuka suaranya. "Bolehkah kita mengulang dari awal? Berkenalan dengan cara yang normal dan melupakan salah paham yang ada?" Tanya pria itu dengan nada memohon yang terdengar menyedihkan. Aku kembali menyamankan posisi dudukku, menatap manik kelabunya lembut. "Tidak perlu sampai melupakan, karena semua sudah diluruskan." Aku meraih gelasku dan meneguk cairan di dalamnya sampai tinggal setengah. "Cilea Pradastya," ujarku menjulurkan tanganku kehadapannya. "Marcel William," balasnya dengan senyuman dan menjabat tanganku erat. Lanjutku berujar, "mulai hari ini, kita resmi berteman." Aku menatapnya dengan senyuman terbaik yang kupunya, sebenarnya aku sudah memaafkan Marcel dari segala kesalahannya sejak dia menjenguk Mama. Tapi rasanya lidahku kelu untuk mengatakan hal itu padanya. "Sekali lagi terima kasih," ujarnya dengan senyum yang masih bertengger manis diwajahnya.
♤
"Kamu udah telat, gak apa-apa?" Tanya Marcel yang melajukan mobilnya dengan kecepatan yang lebih manusiawi dari Jillian. "Udah fokus aja nyetirnya, gak usah pikirin yang gak pentinglah." Aku menatap jalanan yang lumayan lengang itu karena sekarang sudah jam 08.00 pagi. Kini kami sedang menuju rumahku untuk sekedar mengganti baju tanpa mengambil buku, semua buku pelajaranku berada di sekolah. Marcel menambah laju mobilnya untuk membelah jalanan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Putus (Reconstruction)
RomantizmPutus. Tidak selalu menjadi akhir. Suatu saat, putus akan menjadi awal. Awal berseminya cinta yang baru. Sincerely, Brinada February 24, 2017