X

13 2 0
                                    

"Maaf, apa makanan kucing ini dijual di sini?" Aku menyodorkan kemasan makanan Richie kepada seorang kasir di toko tersebut. "Oh, merek ini ya? Hm... boleh tunggu sebentar? Biar saya carikan dulu," ujar kasir itu dengan senyum bisnisnya. "Hem... ok," balasku yang masih mengelus bulu Richie yang ada di gendonganku. Aku beruntung kali ini, karena pet shop merupakan salah satu fasilitas di sini.

Setelah kasir itu kembali, aku tidak hanya membeli makanan Richie saja. Aku juga membeli snack, mainan, dan tali baru untuk Richie. Sebenarnya tali Richie masih bagus, sangat malah. Tapi kalau hanya punya satu pasti akan sangat membosankan apalagi kalau warnanya gelap. Aku berjalan menyusuri taman apartemen bersama Richie yang sepertinya sangat senang keluar dari apartemennya.

"Apa semalas itu Marcel untuk membawamu keluar, hm? Atau dia terlalu over protective? hahahaha," aku tertawa ringan setiap melihat tingkah lucu Richie. Kucing itu berlarian ke sana ke mari, membuatku terus tertarik kemana pun dia pergi. Kami terus berjalan-jalan sampai hari menjelang malam.

Saat sampai di apartemen, aku langsung mandi dan melepaskan Richie di ruang tamu. Richie yang nampak kelelahan pun berjalan menuju sofa panjang berbentuk L dan menyamankan posisinya di sana. Sesaat setelah aku mandi dan makan tentunya. Kakiku langsung berjalan menghampiri Richie, menyalakan televisi dan duduk di sebelahnya sembari mengelus bulu lembutnya yang semakin membuat kucing itu nyaman di sana. Aku terus memandangi Richie dan mengelus bulu halusnya, ia telah tertidur di sofa. Aku yang juga mengantuk pun mematikan televisi dan terlelap dengan posisi meringkuk di sebelah Richie.

"Kapan aku pindah?" Itulah kalimat yang pertama kali terucap dariku. Aku menatap ruangan yang cukup familiar denganku yang berbeda hanya seprainya karena telah berubah warna menjadi cerah. Aku menatap jam dinding di ruangan itu yang ternyata menunjukkan jam 04.00 pagi. Aku hanya menghela nafas lelah dan mendudukkan diriku, bergeser agar sampai di sisi ranjang.

"Hp-ku di mana ya?" Gumamku yang mulai berjalan menuju pintu keluar. Aku berjalan santai sambil sedikit meregangkan otot-ototku yang sedikit kaku.

"Oh, udah bangun," ujar Marcel yang melirikku melalui ekor matanya. Aku hanya mengangguk dan sesekali menguap kecil. Aku melangkah menuju sebelahnya dan menduduki sofa di sampingnya. Aku memperhatikan gelagatnya yang terlihat sangat sibuk dengan laptopnya. "Kebangun?" Tanyanya membuatku sedikit tersentak, kemudian aku kembali menatap lurus ke arah televisi di hadapan kami. "Hn, mau nyari hp," sekilas aku dapat menangkap wajah Marcel yang menatapku sejenak dari ujung ekor mataku. "Lagi aku cas di sana," ujarnya dan menunjuk dengan dagunya, netraku mengikuti arah yang dimaksud. "Oh, thanks," ujarku pelan. Kemudian aku beranjak untuk meraih ponselku dan segera mencari Pandu di daftar kontak. Setelahnya aku segera menekan tombol panggil dan menuju balkon apartemen yang sedikit terbuka.

"Halo?" Ujar Pandu di seberang sana dengan setengah menguap.

"Kakak nginep di rumah temen ya, kalau ada apa-apa kabarin ya." Aku tersenyum kecil saat mendengar gerutuannya karena aku yang membangunkannya terlalu pagi untuk hal sepele begini.

"Udah, kan? Itu aja? Aku mau tidur lagi."

Tut

Sambungan kami pun terputus, aku hanya tersenyum geli menanggapi sikapnya. Aku menatap langit yang masih gelap, walau di bawah sudah terlihat orang-orang pagi menjalankan aktivitasnya. Aku kembali mengulas senyum senduku, menatap lalu lalang kota yang masih sepi ini. 'Haah... apa yang harus ku lakukan tentang Jillian?' Aku menghela nafas kasar dan berdiri dengan tegak bermaksud berbalik masuk ke dalam apartemen.

"Siapa?"

"Huwa!" Dengan sigap tanganku menangkap ponselku yang hampir terlempar keluar balkon, lalu mengelus dadaku sejenak dan menatap tajam sang penanya. "Bisa gak sih gak usah ngagetin?" Tanyaku ketus. Kakiku melenggang masuk melewatinya lalu duduk di sofa yang memebelakanginya. "Pandu, adikku, hanya memberitahunya supaya tidak cemas. Itu saja," ujarku malas dengan pungung yang telah bersandar di sofa sampai kepalaku terdongak ke atas. Marcel hanya terdiam tanpa ekspresi berarti. Setelah beberapa saat, aku merasa Marcel telah duduk ke tempatnya semula. Suara tekanan pada tuts laptop pun mulai terdengar kembali.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 11, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Putus (Reconstruction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang