“Kiss a girl in front of you!” Gadis yang mengucap kalimat itu namanya Kayla Grace. Bertubuh langsing, kulit cokelat eksotis khas Indonesia. Tingginya tak jauh beda denganku, tahun lalu.
Rambut panjangnya bergerak ke sisi kanan ketika memiringkan kepala, tersenyum meremehkanku. Jelas sekali tak ada gadis lain di ruangan. Semua pemain perempuan sudah hangover di ruang utama ketika Arland membawa botol kosong dan infinity jar—toples berisi gulungan kertas dengan berbagai tantangan—ke tengah kerumunan.
Jelas sekali, empat lelaki—termasuk aku—bisa jadi sangat berharap dengan banyak tantangan di penghujung malam sambil menghabiskan minuman berlabel hitam yang Fin buka. Kami bergantian meneguk langsung dari botol jika tidak melakukan perintah.
“Apa?” Aku menggeleng cepat, tergelak karena merasa sulit. “Gue nggak lakuin kayak gitu.”
“Why? Are you a gay, Kenny?”
Aku sempat mengulum bibir, mengembuskan napas dengan kasar seraya melihat langit-langit. Gadis itu ... menyebut panggilanku di masa kecil lagi saat merundung.
“Ayolah! Cuma ada gue di depan lo. Kita bahkan mandi bareng waktu kecil. Kalau emang lo gay, lo bisa nyoba sama Arland atau Fin. Gue yakin mereka nggak keberatan.”
Arland lebih dulu berbalik badan dan mengangkat kedua tangan. Sedangkan Fin sengaja memonyongkan bibir untuk memperolokku seperti biasa. Jelas tidak mungkin seorang playboy seperti Fin bermain dengan laki-laki. Dia menertawakanku dengan kencang. Malik sudah lebih dulu tak sadar setelah tegukan terakhir.
“Come on, Kay. It so last. Udah nggak inget lagi. Hentikan permainan bodoh ini!” Kudorong botol kosong di depan hingga mencapai telapak kaki Kay yang bersila. Kedua tangannya bersedekap kemudian meluruh ke sisi saat menghampiri.
Jarak sekitar dua meter bukanlah jarak yang jauh untuknya lebih dulu duduk di pangkuan, melingkarkan kaki di pinggangku. “It just a game, and show it. Then we’ll finish.”
https://karyakarsa.com/aldrichcandra/kayla-grace-2
KAMU SEDANG MEMBACA
Kayla Grace [21++]
RomanceKamu temanku, dengan timbal balik tentunya. Ketika kamu meminta, saat itu juga kita tak lagi sama. Tubuhmu bagai candu yang terus mengundang, sedang aku ... tak lagi mampu menganggap semua baik-baik saja.