Chapter 8-2 I Want You, I Do

9.2K 672 42
                                    

Karin tersentak kaget ketika merasakan sesuatu terjatuh di pangkuannya. Ia menunduk dan mendapati jaket Zack berada di sana.

"Ini kenapa?" tanya Karin heran.

"Kamu nggak punya rok lebih panjang?" balas Zack dalam nada ketus.

Karin mengangkat jaket itu dari pangkuannya untuk mengecek roknya. Roknya masih menutup pahanya dengan sopan.

"Kamu terlalu sensitif, tahu nggak?" cibir Karin.

"Kamu nggak berharap aku akan tergoda di sini, kan?" balas Zack.

Karin berdehem. "Dasar mesum," desisnya kesal.

Zack mendengus. "Dan aku suamimu. Selamat," balasnya sinis.

Meski kesal, Karin akhirnya membiarkan jaket Zack berada di pangkuannya. Namun, ketika mereka tiba di pelataran parkir supermarket, Karin segera melempar jaket itu ke arah Zack dengan kasar. Tanpa menunggu Zack, Karin turun lebih dulu.

Ia sempat melihat Zack memakai jaketnya sebelum menyusul Karin ke supermarket. Tak lagi mempedulikan Zack, Karin mengambil troli dan mulai berbelanja. Masalahnya, ia bukan wanita yang hobi berbelanja sayuran. Padahal, ia ingat isi kulkas Zack cukup lengkap. Menepis pikiran mengganggu itu, Karin memilih makanan instan yang biasa ia makan jika menginap di butik.

Namun, tiba-tiba, sebuah tangan mengambil beberapa cup mi instan yang sudah berada di troli Karin. Kontan Karin melotot galak pada pelakunya.

"Jangan makan makanan instan di rumah," Zack berkata.

"Kamu mau aku mati kelaparan di rumah?" Karin melotot.

"Aku nggak akan biarin kamu kelaparan. Aku yang akan masak," tandas Zack.

"Tukang pamer," sinis Karin seraya mendorong troli dengan kesal.

"Aku udah nawarin buat ngajarin kamu," sahut Zack seraya mengambi alih troli di tangan Karin.

Karin mendesis kesal ke arah punggung Zack yang kini sudah berjalan di depannya dengan mendorong troli belanjaan mereka. Pria itu lantas berbelok ke arah sayuran segar. Karin terpaksa mengikutinya. Dan hanya itu yang ia lakukan selama beberapa waktu setelahnya. Mengikuti Zack yang sedang berbelanja.

Mereka sudah selesai berbelanja dan mengantri di kasir ketika Karin melihat sosok yang dikenalinya. Seketika, Karin memutar tubuh membelakangi orang itu.

"Kamu ngapain?" Pertanyaan itu datang dari Zack yang berdiri di depan Karin.

"Kenapa ada Marsha di sini?" bisik Karin.

"Marsha?" Zack tampak bingung seraya menoleh ke sekeliling. Melihat itu, Karin segera memutar bahu Zack. "Kamu kenapa, sih? Marsha siapa?" tanya Zack, antara bingung dan kesal.

"Karyawan butik. Dia juga datang di pesta pernikahan kita kemarin, jadi jangan noleh-noleh lagi ke mana-mana," desis Karin kesal.

Zack mengerutkan kening.

"Permisi," ucap pelan penngunjung yang mengantri di belakang mereka.

Karin seketika sadar, antrian di depan Zack sudah kosong. Ia segera memberi isyarat agar Zack mendorong troli belanjaannya. Sementara, Karin berjalan miring menyusulnya. Samar, ia mendengar dengusan pelan dari arah Zack. Sialan, pria itu!

Karin tersentak kaget ketika tiba-tiba Zack memutar tubuh Karin. Sebelum Karin sempat mengomel, pria itu sudah melepas topinya dan memakainya di atas kepala Karin. Kemudian, Zack memakai tudung jaketnya.

"Gini udah cukup, kan?" Zack sedikit menarik turun topi yang dikenakan Karin. "Jadi, jangan bikin heboh lagi. Bertingkah biasa aja kalau nggak mau narik perhatian."

Zack kembali menatap ke depan dan mendorong trolinya. Karin berdehem seraya mengikuti Zack.

***

"Kenapa Marsha bisa ada di sini?" protes Marin begitu mereka sudah berada di mobil Zack.

Tentu saja, Zack tak menjawabnya. Ia tak tahu, bahkan tak kenal siapa itu Marsha.

"Oh iya, dia tinggal di daerah sini," gumam Karin pelan kemudian. "Ck, kenapa juga rumahmu harus di daerah sini?" Karin menatap Zack kesal.

Zack memutuskan untuk tak menjawab. Ia tahu, Karin akan melemparkan semua kesalahan pada Zack.

"Kenapa juga kita harus ketemu Marsha di sini?" Karin menggerutu. "Dia tuh, bigos paling parah di butik."

Zack sama sekali tak tertarik dengan itu.

"Kayaknya, kita harus pindah rumah," ucap Karin kemudian.

Kali ini, Zack tidak bisa tinggal diam. "Kenapa kamu nggak nyuruh dia pindah aja? Dia karyawanmu dan kamu bosnya. Lebih simple, kan?"

"Bos macam apa itu?" protes Karin. "Bisa hancur perusahaan kalau bosnya semena-mena kayak gitu."

"Perusahaanku baik-baik aja," jawab Zack.

"Itu karena kamu emang keterlaluan. Mentang-mentang kamu udah sukses di usia muda, kamu pikir kamu berhak semena-mena sama orang lain meskipun dia karyawanmu? Kamu tuh, harusnya bersyukur, punya karyawan yang setia. Berkat karyawanmu juga perusahaanmu bisa sebesar sekarang. Kamu lupa, dulu gimana kamu mulai usahamu itu? Sampai sekarang ..."

"Apa ini bikin kamu bahagia?" Zack memotong cepat.

"Apa?" Karin menatap Zack seolah ia barusan mengatakan hal gila.

"Apa ini bikin kamu bahagia?" ulang Zack. "Bisa nyalahin aku buat semua hal di sekitarmu, apa ini bikin kamu bahagia? Kalau ya, kamu bisa lanjutin. Marin bilang, aku harus bisa bahagiain kamu."

Zack tak terkejut ketika Karin mengumpat kasar sebagai bentuk kesalnya. Wanita itu memalingkan wajah kasar. Zack mendengus pelan, lalu melepas jaketnya dan melemparnya ke pangkuan Karin. Tak sampai sedetik, Karin melempar jaket itu kembali pada Zack.

"Karin ..."

"Kamu nggak mungkin suka sama aku," ucap Karin tiba-tiba seraya menatap Zack tajam.

Zack tak menanggapi dan kembali menutupkan jaketnya ke pangkuan Karin.

"Kamu pasti cuma ngerjain aku, kan?" serang Karin seraya menarik jaket Zack kasar, membuat rok yang ia kenakan sedikit terangkat.

Zack menarik napas dalam. "Pakai itu," ucap Zack tegas.

"No way!" tolak Karin tak kalah tegasnya. "Kamu suka aku? Huh. Yang benar aja. Kamu pikir aku percaya gitu aja? Karena kamu pria normal, okelah, kamu mungkin bisa tertarik secara fisik. Tapi, kamu suka aku? Dengar, ya, kamu tuh ..."

Zack tak membiarkan Karin melanjutkan kalimatnya. Dalam bungkaman ciumannya, Karin membeku, terkejut. Zack mencium Karin dengan lembut. Bibirnya sungguh memabukkan. Dorongan Karin di bahunya yang membuat Zack tersadar. Ia memundurkan tubuhnya sedikit dan mendapati sorot kebencian di mata Karin.

"Aku udah berusaha sekuat tenaga buat nahan diri. Kamu yang terus mancing aku. Dan perlu kamu tahu, kalau aku nggak suka sama aku, aku nggak mungkin pengen kamu."

Setelah mengucapkan itu, Zack kembali duduk di kursi kemudi dan memasang seat belt-nya.

Selama ini Zack pikir, Karin adalah wanita paling simple di dunia ini. Sampai ia menjadi suami wanita itu. Lihat apa yang Karin lakukan pada Zack.

***

This is How You Fall in Love (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang