The One and Only
Jam sudah menunjukkan pukul dua belas lewat malam itu, tapi Zack belum juga pulang. Karin menatap langit-langit kamar dan menghela napas berat.
Sudah dua minggu berlalu sejak pertengkaran Karin dengan Zack di kantor pria itu. Selama dua minggu itu juga, Zack lagi-lagi menghindari Karin. Dia berangkat bekerja pagi-pagi sekali dan pulang kerja larut malam. Bahkan, beberapa kali dia tidak pulang.
Kenapa pula dia harus pulang ketika di kantornya ada jalang itu? Tak seperti Karin yang terus menolaknya, wanita itu pasti dengan senang hati menemani Zack di tempat tidur. Masa bodoh. Karin tidak peduli.
Selain masalah Zack, ada masalah lain yang mengusik pikirannya sepanjang minggu ini. Besok, ia akan bertemu dengan teman-teman kuliahnya. Lebih tepatnya, teman-teman kuliahnya yang sudah menikah. Begitu mendengar Karin sudah menikah, mereka memasukkan Karin ke grup mereka, entah grup apa itu. Yang jelas, di acara besok mereka akan membawa suami mereka.
Karin menatap langit-langit kamarnya, membayangkan dirinya datang sendiri sementara yang lain bersama suaminya, dan ia tertawa kering. Pasti ia akan jadi lelucon. Mereka pasti akan membicarakan yang tidak-tidak tentangnya. Oke, masa bodoh!
Karin membalikkan tubuh dan memejamkan mata, mencoba tidur. Namun, sial, ia tidak bisa tidur malam ini. Memikirkan tentang acara besok, Karin mendadak gelisah. Seandainya ia tidak sedang bertengkar dengan Zack, ia pasti akan mengajak pria itu. Zack juga pasti tidak keberatan.
Masalahnya, Karin sudah memberikan kejutan luar biasa di hari ulang tahun Zack. Karin, dengan hebohnya, menamparnya dan melemparkan kata-kata kejam pada pria itu. Melihat bagaimana Zack menghindar dan bersikap dingin pada Karin, menjelaskan jika pria itu marah. Sangat marah. Masa bodoh. Karin juga marah pada pria itu.
Bagaimana bisa dia membiarkan sekretarisnya menggodanya di depan Karin? Bahkan meskipun mereka memang memiliki hubungan istimewa, mereka bisa melakukannya di belakang Karin. Namun, memikirkan itu, Karin justru merasa semakin kesal.
Pria itu bahkan tidak lagi menyiapkan sarapan untuk Karin. Dia tidak pernah menghubungi Karin setiap kali tidak pulang. Dia juga tidak pernah pulang lebih awal untuk menemani Karin makan malam. Rasanya seolah Karin tinggal sendiri di rumah ini.
Seharusnya Karin juga tidak pulang dan menginap di butiknya, tapi ... entah kenapa, setiap sore ia mendapati dirinya meninggalkan butik tepat waktu untuk kembali ke rumah ini. Seperti orang bodoh.
Karin akhirnya meneriakkan amarahnya ke arah langit-langit kamarnya. Bajingan sialan!
Karin memejamkan mata dan ia memaki sebutir air mata yang mengalir dari sudut matanya. Ia tidak ingin menangis. Ia bukan tipe yang mudah menangis. Namun, dadanya terasa sakit, sesak. Ia juga tak tahu kenapa ia merasa seperti ini.
***
Zack masih duduk diam di mobilnya ketika mobil Karin meninggalkan butik. Zack mendengus menertawakan dirinya sendiri. Apa yang ia lakukan di sini? Ia tak mau muncul di depan Karin, tapi diam-diam menguntit istrinya?
Zack hanya bisa mendesah pasrah ketika melajukan mobilnya untuk mengikuti Karin. Ia mengerutkan kening ketika menyadari Karin tidak menuju rumah. Ke mana dia akan pergi? Siapa yang akan dia temui?
Dengan berbagai macam pertanyaan, Zack mengikuti mobil Karin. Wanita itu berhenti di depan sebuah restoran mewah. Selama beberapa saat, Karin tetap di mobilnya. Sampai setidaknya lima belas menit, barulah wanita itu turun dari mobil. Karin baru tiba di pintu restoran ketika dia menghentikan langkah. Sepertinya ada yang memanggilnya.
Zack mengikuti arah tatapan Karin dan ia melihat sepasang kekasih, atau mungkin suami-istri, menghampiri Karin dengan si wanita mengaitkan tangan di lengan prianya. Zack tak tahu siapa mereka. Namun, setelah Karin masuk dengan pasangan itu, tiba pasangan-pasangan lain. Ya. Pasangan. Itu berarti, hanya Karin yang datang sendiri.
Apa maksudnya ini? Karin datang sendiri ke acara pamer pasangan itu?
Zack segera menghubungi Marin untuk mencari tahu tentang acara itu. Marin pasti tahu. Dia selalu tahu tentang kehidupan Karin. Karena, dalam hidup Marin, fokus utamanya adalah kakaknya itu. Selalu seperti itu.
"Kamu masih berantem sama kakakku sambil nguntit dia?" Pertanyaan itu menyambut Zack begitu Marin mengangkat teleponnya.
Lihat ini! Marin tahu semuanya. Meski Zack bisa menyalahkan Juno untuk ini. Ia terpaksa menceritakan pada Juno jika ia bertengkar dengan Karin ketika sahabatnya itu memergoki Zack menguntit menunggui Karin di depan butiknya.
"Kakakmu hari ini ada acara, kamu tahu acara apa?" tanya Zack tanpa basa-basi.
"Ah. Reuni sama teman-teman kuliahnya yang udah nikah. Kakak kelasku yang satu angkatan sama dia ngasih tahu aku minggu lalu," jawab Marin enteng. Anak ini tak pernah sekali pun merasa bersalah meski telah memata-matai kehidupan kakaknya. Meski saat ini, Zack bersyukur untuk itu.
"Apa ini semacam ajang pamer suami?" Zack memastikan.
"Bisa dibilang gitu. Tapi, katanya kakakku datang sendiri. Kamu minta dicekik atau ditendang di wajah?" Marin masih terdengar santai.
"Ini aku di luar restoran. Aku butuh info buat masuk ke sana, oke?" Zack mulai terdengar seperti Karin.
"Bagus, deh. Oh iya, ini informasi penting," ucap Marin. "Di acara itu, biasanya nanti ada acara bayar-bayarnya buat ganti biaya restorannya. Kamu tahu kan, kamu harus ngapain?"
"Aku tahu," balas Zack pendek. "Dan makasih buat infonya," tambahnya sungguh-sungguh.
"Not for free," sahut Marin riang. "Good luck." Marin memutus sambungan telepon lebih dulu.
Zack menarik napas dalam. Oke. Sekarang bagaimana?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
This is How You Fall in Love (End)
RomanceKarin terpaksa harus menikah dengan teman Marin, setelah adiknya itu memergoki Karin berciuman dengan Zack, sahabat Marin. Tidak, itu bukan ciuman. Itu kecelakaan. Marin yang terlalu overprotektif pada Karin, memaksa Zack bertanggung jawab menikahi...