Chapter 11-2 I'm Not Gonna Wait

7.9K 623 70
                                    

"Itu sekretarisku, Karin," terang Zack.

Sial. Itu berarti, Zack menghabiskan banyak waktu dengan wanita itu? Apa itu berarti, jika dia pergi ke mana pun, dia pergi dengan wanita itu?

"Ngelihat gimana dia berani godain kamu di depanku, hubungan kalian kayaknya istimewa, ya?" sinis Karin.

"Kamu cemburu?" Zack tampak geli.

"Nggak." Karin melipat lengan di dada. "Aku jijik. Dan aku nggak nyangka, ternyata kamu sama aja kayak bajingan lain di luar sana."

Ekspresi Zack seketika berubah.

"Maaf, kalau aku udah ganggu kamu sama sekretarismu. Aku akan pergi dan kamu bisa lanjutin entah apa yang biasanya kalian lakuin di sini." Karin bahkan merasa jijik ketika mengatakan itu.

Ia berbalik dan berjalan ke pintu, tapi Zack menahan pintunya ketika Karin akan membukanya. Karin menoleh pada pria itu untuk protes, tapi bibir Zack sudah membungkam bibirnya. Di tengah keterkejutannya, Karin merasakan tubuhnya diputar, lalu Zack mendorongnya ke pintu. Pria itu menghimpit tubuh Karin dengan tubuhnya. Pria itu menciumnya kasar, penuh paksaan.

Karin berusaha mendorong Zack, tapi sia-sia. Karin mulai panik ketika tangan Zack menyentuh lehernya, lalu bergerak ke depan dan membuka kancing kemeja sifonnya. Sekuat tenaga, Karin mendorong Zack. Pria itu akhirnya mundur. Sama seperti Karin, dia terengah kehabisan napas.

"Ini yang biasanya kamu lakuin sama sekretarismu?" tuduh Karin.

Zack menggeram marah. Dia sudah hendak menyerang bibir Karin lagi, tapi Karin memalingkan wajah. Lalu, ia merasakan bibir Zack di lehernya. Karin mengernyit.

"Zack, berhenti!" Karin mendorong bahu Zack.

Namun, ciuman pria itu terus turun.

"Berhenti, Zack!" teriak Karin, marah dan juga takut.

Ketika Zack menarik diri dan menegakkan tubuh, Karin tak menahan tangannya yang sudah bergerak ke pipi pria itu, mendaratkan tamparan keras di sana.

"Ini ... benar-benar kejutan ulang tahun paling nggak terduga."

Kalimat Zack seketika menyerbu Karin dengan penyesalan. Namun, ia menolak mengucapkan kata maaf. Tidak, ketika Zack yang bersalah di sini. Tidak, ketika Zacklah bajingannya di sini.

Karin mendorong Zack, lalu membuka pintu ruangan itu dan pergi dari sana.

***

Zack tahu ia bajingannya di sini. Namun, ia sudah putus asa untuk membuktikan pada Karin jika satu-satunya wanita yang diinginkan Zack memang adalah Karin. Meski begitu, tidakkah Karin seharusnya menahan diri karena ini hari ulang tahun Zack?

Bagaimana bisa dia melemparkan semua kata-kata kejam itu pada Zack? Bagaimana bisa dia menuduh Zack seperti itu ketika Zack mati-matian menahan diri untuk tidak menyentuh Karin karena tak ingin menyakiti wanita itu? Jika memang dia tak percaya pada perasaan Zack, apa lantas dia berhak menuduh Zack seperti itu?

Zack mengusap wajahnya kasar dan berbalik pergi ke dinding kaca di belakang kursi kerjanya. Ia melihat Karin sudah tiba di bawah. Wanita itu melangkah cepat ke mobilnya. Zack mendesah berat ketika mobil Karin meninggalkan pelataran parkir kantornya.

Zack menoleh ke mejanya ketika ponselnya berbunyi. Dengan malas, ia mengambil ponsel dan mengangkat telepon itu.

"Kak Karin ada di kantormu?" tanya Marin di seberang.

"Dia barusan pergi," Zack memberitahu.

"What? Why? Bukannya kalian mau makan malam bareng, ya? Kakakku bilang, dia mau ngasih kamu surprise buat ulang tahunmu." Marin terdengar bingung.

Zack tersenyum getir. "Dia udah ngasih surprise-nya dan pergi."

Marin tak berbicara selama beberapa saat. "Ada masalah apa di sana?"

Zack mendesah berat. "Aku lagi nggak pengen ngebahas ini, Marin."

Marin mendengus. "Kamu nggak nyakitin kakakku, kan?" Suara Marin terdengar berbahaya.

"Satu-satunya yang terluka di sini aku." Zack memutus sambungan telepon setelah mengucapkan itu.

Ia menjatuhkan tubuh di sofa dan mendongak menatap langit-langit ruangannya. Lalu, pintu ruangannya terbuka dan Prisilla masuk.

"Sepertinya makan malam Bapak batal," ucap wanita itu.

Zack menatap Prisilla. "Ya. Tapi, aku nggak tertarik pergi sama kamu. Ke mana pun itu."

Prisilla tersenyum dan malah berjalan mendekati Zack. "Saya bisa bantu Bapak lupain masalah Bapak."

Selama ini, Zack tak pernah merasa terganggu dengan usaha Prisilla merayunya. Ia tahu, wanita itu merayunya. Namun, tak pernah sekali pun Zack tergoda. Dalam kepalanya, hanya ada satu wanita yang bisa melakukan itu, bahkan hanya dengan sentuhan kecil. Dan saat ini Zack menyadari.

Dulu, ia menyukai Karin. Bayangan wanita itu selalu bercokol di benaknya. Mengusiknya dengan segala cara. Bahkan ketika Zack pikir ia sudah berhasil menyingkirkan wanita itu, ia masih di sana. Hingga saat ini. Cukup untuk membuat Zack tak bisa menginginkan wanita selain dirinya. Cukup untuk membuat akal sehat Zack tak berfungsi. Cukup untuk membuat logika Zack terbungkam.

Selama ini, ia mengalah dan menerima tembok tinggi yang dibangun Karin di antara mereka. Ia selalu menerima dengan tangan terbuka ketika Karin datang padanya, dan ia dengan sukarela melepaskan ketika Karin ingin menjauh. Dan sekarang Zack sudah muak dengan semua itu.

Ia lelah terus-menerus harus berjalan lebih dulu pada wanita itu, tapi pada akhirnya hanya mendapat penolakan. Ia lelah harus berlari pada Karin hanya untuk menghadapi tembok tingginya. Sudah cukup! Ia sudah melakukan yang ia bisa.

Cukup. Sudah.

***

This is How You Fall in Love (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang