halooo assalamualaikum semuanya
selamat membaca cerita from Allah to Aira <333
jangan lupa tinggalkan jejak yaa ^^langsung ke chapter 1 tanpa basa basi dulu huhu but enjoy all :" hope u like this story sm
***
"Banyak manusia yang merasa kehilangan akibat terlambat menyadari."
-From Allah To Aira-
Part. 1
"AIRA berangkat dulu ya, Bu."
Wanita paruh baya yang duduk di sebuah kursi roda itu menatap putri bungsunya. "Nak, kamu nggak perlu kerja paruh waktu begini. Ibu masih sanggup kok mencari uang untuk kita. Ibu masih bisa duduk sambil menyetrika."
Aira tersenyum lalu berjongkok untuk mensejajarkan tubuhnya dengan sang ibu. "Bu, nggak papa. Aira nggak keberatan kok."
"Tapi kuliahmu bagaimana?"
"Aira masih bisa kuliah, Bu. Aira janji, Aira pasti bakal selesaikan kuliah dengan baik. Dan pekerjaan ini, insyaa Allah nggak akan mengganggu waktu belajar Aira."
Tsana menggenggam tangan putrinya. "Maafin Ibu, ya. Seandainya almarhum Ayahmu masih ada, kita pasti nggak akan kesusahan seperti sekarang."
"Nggak, Bu. Jangan bicara seperti itu. Ini semua sudah takdir, garis yang dituliskan oleh Allah adalah seperti ini untuk kita. Kita nggak boleh menyalahkan siapa-siapa." Aira menggenggam tangan ibunya tak kalah erat. "Sekarang Ayah sudah di syurga, Bu. Ayah sudah bahagia dan tenang di sana. Kita nggak boleh larut dalam kesedihan. Ya, Bu?"
"Aamiin."
"Sekarang Ibu jangan mikir macam-macam. Tugas Ibu hanya satu, Ibu harus fokus sama kesehatan Ibu. Janji sama Aira, Ibu harus sembuh. Ya, Bu? Aira rela melakukan apa saja, bekerja apa saja, siang malam sekalipun. Asalkan Ibu bisa sembuh dan kembali ceria seperti dulu lagi."
Tsana mengangguk kemudian memeluk putrinya dengan erat. "Ya Allah, terima kasih, ya Allah. Engkau begitu baik memberikan Aira dalam hidup hamba."
Mendengar ibunya menangis, Aira tak kuasa untuk tidak meneteskan air matanya.
"Ibu jangan sedih, Aira janji, Aira akan membahagiakan Ibu."
Tsana mengangguk. Tanpa sadar air mata mengalir di pipi pucat Tsana. Isakannya tak dapat ia redam, meski sudah ia tahan mati-matian.
Di dalam pelukannya, Aira ikut menangis. Meluapkan beban yang selama ini ia tanggung. Tangisnya semakin kuat saat ia mengulang kejadian demi kejadian beberapa waktu terakhir ini.
Meninggalnya sang Ayah, perusahaan tanpa pengurus, bangkrut, mengantar lamaran, gagal, mencoba lagi.
Semua ia lakukan demi orang tersayang. Terutama orang yang sudah membuatnya paham arti kehidupan. Menyakiti Ibu adalah hal yang tak Aira inginkan. Meski harus berkerja terus-menerus, ia tak masalah. Asalkan Ibu mendapatkan kesehatan yang sebelumnya hadir di tubuh itu.
"Masih pagi udah drama, dasar korban sinetron!"
Pelukan anak dan ibu itu terlerai saat merasakan hadir sosok lain. Perempuan bergaun merah itu tampak berdiri di pintu dengan tangan kanan yang memegang tas hitam. Wajah kusut menandakan bahwa ia kekurangan tidur malam tadi.
"Fika, kamu baru pulang, Nak?"
Fika Maulidia, putri pertama Tsana yang kerjaannya hanya menghambur-hamburkan uang. Kebiasaan pulang pagi sudah melekat di perempuan itu, meski Tsana selalu saja memarahinya, tetapi tak pernah berefek bagi perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
From Allah To Aira
Spiritual"Aira, menikahlah dengan saya," pinta Axel pada perempuan berhijab di depannya. "Maaf, saya tidak bisa." "Kenapa?" Aira tersenyum. "Saya hanya ingin menikah dengan laki-laki yang mau berjanji untuk menundukkan pandangannya terhadap wanita lain." "Sa...