1 || Bandung gerimis

126 30 14
                                    

Happy reading!

👋👋👋

( Dulu )

Namaku Anggina Septian Dewita. Lebih sering dipanggil Anggi sama orang-orang terdekat. Kadang dipanggil Anggina buat orang yang baru mengenalku. Kadang juga, orang tua memanggil nama lengkapku jika melakukan hal-hal yang bikin mereka kesal atau marah.

Umurku 13 tahun dan masih duduk dibangku kelas tujuh. Aku adalah murid pindahan dari Jakarta ke Bandung.

Kelas tujuh atau kelas 1 SMP itu adalah jaman jaman ketika Aku dan kalian semua masih bau kencur. Polos-polos unyu gitoohh. Dan nggak ngerti apa-apa selain main bola bekel, congklak, lompat tali, masak-masakan pake tanah dan daun yang ada disekitar, main kartu kocok, dan berusaha siapa yang paling banyak dapet kartu. Lalu dijual ke teman yang kartunya habis karna kalah bermain dan uangnya dipakai untuk beli es teajus diwarung tetangga. Sumpah, moment ini berkesan banget dihidupku. Dan kalau kalian nggak ngerasain semua itu, masa kecil kalian sangat kurang bahagia.

Pertama kali Aku pindah ke Bandung itu rasanya semua asing. Aku tidak pandai berbohong jika saat itu Aku sangat kehilangan banget apa yang kumiliki di Jakarta. Dari mulai temen, sahabat, tetangga, bahasa kasar yang Aku gunakan sehari-hari, keluarga, dan... Bapak, laki-laki pertama yang sangat Aku sayang dan terbaik dalam hidupku.

Aku merasa sangat putus asa dan benci dengan hidupku. Aku merasa kalau Tuhan sangat jahat pada takdir yang memisahikanku dengan teman, sahabat dan orang-orang yang sangat Aku sayangi. Seringkali Aku menangis setiap malem dipojok kamar jika sedang merindukan sahabat-sahabatku. Aku tidak memiliki teman disini. Bukan karna Aku tidak ingin berbaur, hanya saja sulit bagiku untum melupakan kenangan yang sudah Aku ciptain bersama sahabat-sahabatku selama 6 tahun di Jakarta.

Saat itu Aku dan kakakku- yang bernama Airlangga, biasa dipanggil Angga, dia bersekolah di SMA dekat sekolahku. Aku tidak tau SMK apa namanya. Aku dua tahun lebih muda darinya. Pertama kali menapakkan kaki di SMP, suasana Jakarta dan Bandung benar-benar Aku rasakan. Jakarta sebagian besar murid tidak menaati aturan. Baju dikeluarkan, rambut dicat merah, rambut keluar dari jilbab, baju dikecilin dan banyak lagi. Di Bandung mataku hanya sedikit menangkap pemandangan seperti itu. Anak-anak disini lebih sopan dari yang Aku kira.

Saat masuk kelas baruku, banyak yang meminta berkenalan denganku. Dari yang malu-malu hingga yang berkenalan memakai bahasa sunda yang tidak kupahami.

Kira-kira gini, "Kamu bumi na dimana?" Sontak anak-anak yang ada dikelas tertawa mendengar kata-kata blasteran Sunda-indo itu.

"Gimana sih! Ngomong sunda ya sunda aja, jangan campur pake indo segala. Kan dia nggak ngerti" Kira-kira gitu deh kalau gue terjemahin pake kamus Sunda-indo di Google translate dari salah satu orang dari sekian yang tertawa.

Dia yang mengajakku berkenalan dengan bahasa Sunda-Indo, garuk garuk kepala. Mungkin dia baru saja menyadari bahwa Aku tidak mengerti dengan apa yang dia ucapkan, alhasil laki-laki memperbaiki kalimatnya

"Ehh jadi, kamu tinggalnyah dimana?" Walaupun kalimatnya sudah benar, tetapi tetap saja Aku menahan diri untuk tak tertawa karna logat sunda yang baru saja kudengar.

Akhirnya Aku tau namanya. Dia Rio Pamungkas. Pernah- sekali aku mendengar, bahwa dia ditakuti dengan teman-teman seangkatannya. Atau mungkin kakak kelasnya juga. Aku sih tidak ingin tahu. Dia anak yang paling sering bermasalah dengan para guru.

Aku sekelas dengan orang-orang yang tidak ku pahami. Dia yang pintar, merasa tersaingi ketika tahu bahwa otakku cukup cerdas. Dia takut kali ya rangkingnya bergeser karna adanya Aku. Dia itu kembar. Namanya Rini dan Rani. Awalnya Aku mencoba bersikap baik kepada mereka semua, termasuk ke si kembar tak beralasan. Tak beralasan disini artinya mereka tidak beralasan untuk bersikap munafik kepadaku. Iya gitu, dihadapnku si Rini ini baik banget. Tapi nyatanya di belakang-- dia... ya gitu deh. Btw, yang sekelas denganku itu si Rini. Kalau adiknya- si Rani dikelas sebelah.

Aku semeja dengan yang namanya Metta. Metta doang. Tapi nggak pake doang. Ada yang cerita kepadaku kalau si Metta ini sedikit bandel. Tipe-tipe cewek yang tidak perduli diapain aja sama laki-laki. Tapi, selagi itu nggak berpengaruh dan Aku masih menjaga batasan pergaulan, Aku tidak memprotes dia. Biarkan saja. Yang penting Aku tidak ikut-ikutan hehe.

Oh ya gue punya temen yang berperan banget dalam cerita ini. Namanya Indah dan Ara. Mereka baik banget ke gue. Gue juga bersyukur punya temen pulang yang searah kayak mereka berdua.

Jadi anak baru itu nggak enak banget, sumpah. Ada aja anggapan-anggapan yang nggak sesuai sama diri gue. Orang-orang kebanyakan menilai tanpa tau apa yang mereka bicarakan itu benar atau nggak.

Gue mau bilang kalau gue itu bukan tipe cewek cuek, pendiam nan dingin. Tapi, semenjak gue pindah ke Bandung, gue ngerasa nggak ada gairah hidup sama sekali. Gua lebih banyak melamun, bengong, dan kadang nangis tiba-tiba. Hal itu yang bikin gue jadi dingin semenjak pindah ke sini. Gue juga nggak peduli pada mereka yang bilang kalau gue itu judes. It's okay, gue nggak masalah karna nyatanya gue emang sudah berubah seperti yang mereka bilang tanpa gue sadari.

Ketika gue sudah sekolah hampir tiga bulan, Gue, Indah, dan Ara pulang bareng, mereka nanya ke gue, "Anggi, di Jakarta kamu punya pacar nggak?"

Gue agak terkejut dan teringat sama seseorang yang pernah bikin gue semangat ke sekolah. Dia kakak kelas gue, anggota OSIS. Gue kenal dia pas Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah atau MPLS ketika gue baru masuk SMP yang ada di Jakarta. Kita pernah tukar pesan lewat Facebook dan gue senang bisa kenal sama kakak kelas gue itu.

Gue menggeleng, "Nggak ada"

"Kalau disini, kamu suka sama seseorang nggak?" Tanya Indah yang dianggukin oleh Ara.

Boro-boro, disini nggak ada yang seganteng kakak kelas gue di Jakarta! Semuanya pada bau asem dan nggak ada yang menggairahkan. Gerutu gue dalam hati.

Karna gue nggak ngejawab, mereka nanya lagi ke gue, "Kamu betah nggak sekolah di Bandung?"

"Betah. Tapi nggak semangat" Nggak tau kenapa malah kalimat itu yang keluar dari mulut gue.

"Kalau gitu cari penyemangat dong!" Ucap Ara antusias. Sumpah, anak-anak disini polos banget.

Kemudian Indah menyambung "Iya, Anggi. Bandung itu kota penghasil cogan. Kamu cari aja di SMP, ada kok yang ganteng hahahhh"

Gue tersenyum simpul. Mana ada yang bisa ngalahin kakak kelas osis gue yang gantengnya kayak Manurios!

🍎🍎🍎🍎

Jangan lupa vote hiyaaa!!!!

Goodbye (On Going || Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang