“Lanjut kemana nona?”
“Dans le Noir”
Dans le Noir adalah tempat kuliner dengan berbagai macam hidangan khas Paris dengan penyajian dalam kegelapan. Konsep yang diutamakan dalam restorant ini adalah permainan panca indra dimana pelanggan diajak untuk tidak menggunakan penglihatan dan lebih memanfaatkan indera pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman saja. Pelanggan hanya mengicipi hidangan yang tersedia.
“Bisakah kita masuk sekarang” Dengan tak sabaran, begitu menariknya tangannya.
“Sebentar aku butuh 5 menit, aku takut kegelapan”
“Jika kau takut kenapa mengajakku kesini?, kita cari tempat lain oke.”
“Aku tidak bisa larut dalam kelemahanku. Kumohon temani aku bersahabat dengan kelemahanku. Hm?”
“Apa kau yakin?” wanita itu mengangguk, terdengar hembusan nafas dan detak jantungnya tak karuan disana. Sebenarnya aku tidak tega tapi aku harus menemaninya.
Kami memasuki ruangan yang sangat gelap. Aku merasakan tangan kananku digenggam erat oleh tangannya yang dingin dan berkeringat. Sembari berbisik “Bolehkah?”
“Lakukan semaumu” Jawabku, kugenggam tak kalah erat dari tangannya.
Kamipun melangkah dengan pelan karena ruangan yang begitu gelap, akupun hanya mendengar langkah kaki pelanggan lain dan hanya terdengar suara piring . Akupun diarahkan untuk duduk di suatu sofa panjang, ku arahkan tanganku kedepan tanganku mulai menyentuh beberapa piring. Pelayan itu menyuruh kami untuk memakan hidangan yang tersaji di depan kami.
“Sejeong-ssi kau ingin duduk dimana?”
“Di sampingmu”
“Baiklah” Tidak ada penolakan untukku, dalam satu sofa kami duduk bersama. Wanita itu terus menggenggam lenganku erat. Sesekali ia meremasnya kuat.
“Apa kau merasa nyaman?” Tanyaku padanya.
“Tentu”
Sungguh banyak dan lezat hidangan yang tersaji, beberapa roti berkrim, biskuit coklat, pizza, sandwich, salad, escargot dan masih banyak lagi. Penyajian seperti ini nampak berbeda kita hanya mengandalkan indra perasa dan benar-benar menikmati cita rasanya. Wah, inginku menulis suatu syair disini dengan kenikmatan rasa dan kuselipkan kisahku hari ini.
“Sejak kapan kau takut gelap?” Kutanyakan padanya sembari menikmati si lezat Steak Frites dipiringku, tapi apa yang terjadi. Terdengar benturan lirih sendok dan piring disana. Si Laneta meletakkannya perlahan.
Apa ada yang salah? Apakah dia merasa terganggu atas pertanyaanku?
“Sejak ada perdebatan”
Akupun menghentikan aktifitas memakanku Siapa dengan siapa yang dimaksud?
“Lalu?”
“Perdebatan yang menghantuiku kala itu. Ei.. kenapa diam saja tuan Kang? Aku membayar mahal untukmu. Makanlah.”Aku memilih untuk tidak melanjutkan pembicaraan lagi, mungkin akan membuatnya sedikit kurang nyaman.
Segudang pertanyaan muncul dibenakku. Wanita itu sungguh misterius dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Sungguh kau berhasil membuatku penasaran Nona Laneta.
“Tunggu, biar aku yang membayarnya”
“Sebelum kita masuk, sudah kubayar.”
“Oh ayolah, Kenapa kita selalu berdebat nona Kim?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Pujangga || Daniel K.
عاطفيةKulangkahkan kakiku keluar untuk menemui inspirasi malamku, dengan beberapa nyamuk yang setia menemaniku dengan pengharapan cintamu. Ku layangkan wajahku menatap benda alam dengan sayup angin dingin menerpa wajahku. Kulihat bulan bersinar terang dis...