Hari minggu adalah hari kebersamaan bagi Arra karena Arka suaminya libur kerja dan akhirnya menghabiskan waktu berdua dirumah walau tanpa suara.
Tapi, kali ini Arra ingin berniat merubah suasana yang sudah dua bulan ini banyak keheningan di dalamnya. Arra duduk di samping Arka yang sedang fokus membaca koran di sofa ruang tamu. Arra menyandarkan kepalanya di pundak Arka. Dapat Arra rasakan tubuh suaminya menegang.
"Boleh kan aku menaruh kepalaku dipundakmu?" Tanya Arra.
Arra mendongak menatap wajah Arka. Sontak pria itu mengalihkan pandangan.
"Mau aku buatkan minuman? Kopi atau teh?" Tawar Arra.
"Kopi saja."
Arra berdiri bergegas melaksanakan keinginan suaminya. Membuat kopi dengan bumbu cinta didalamnya. Mungkin seiring berjalannya waktu Arka akan mencintainya.
Ternyata, meluluhkan Arka lebih susah daripada membuat judul skripsi bagi Arra. Suaminya itu seperti batu saja. Sangat keras dan sulit dihancurkan hatinya. Susah untuk merubahnya menjadi pria yang hangat dan penuh kasih sayang.
Arra kembali ke ruang tamu. Menaruh secangkir kopi di atas meja lalu kembali duduk di sisi kiri Arka.
"Terima kasih," ucap Arka seraya mengambil secangkir kopi lalu menyesapnya.
"Bagaimana dengan kerjaan, Mas?" Tanya Arra mencairkan suasana.
"Baik-baik saja. Kamu?" Tanyanya balik.
"Kuliahku juga baik-baik saja, Mas."
Arra kembali menyandarkan kepalanya di pundak Arka. "Ternyata bersandar denganmu begini sangat nyaman, Mas."
Arka hanya diam, tidak tahu harus menjawab apa. Begitupun, Arra mencoba memahami kepribadian suaminya yang tidak banyak bicara itu.
"Mas?" Tegur Arra.
"Hem?"
"Mas dari dulu aku perhatikan kok tidak pernah main keluar sih?" Tanya Arra ingin tau.
Arka berdehem pelan. Menetralisir jantungnya yang berpacu karena kedekatan Arra padanya. "Aku lebih suka kesendirian daripada bersosialisasi di luar," jawabnya.
"Kenapa?" Tanya Arra.
"Hanya suka saja," ucap Arka.
"Kalau sama aku suka gak, Mas?" Tanya Arra serius.
Arka terkejut. Bibirnya bergetar bingung harus menjawab apa dan memikirkan alasan apa untuk mengakhiri suasana ini. Arka menaruh koran yang sudah ia lipat di atas meja.
"Sepertinya aku harus ke garasi mobil, ada sedikit masalah pada mesinnya."
Arra menjauhkan diri. Memahami kalau Arka tidak ingin menjawab pertanyaannya. Arra menghembuskan napas lelah. "Mau sampai kapan, Mas?" Lirihnya setelah kepergian Arka.
****
Hari sudah malam, Arra melihat Arka yang sudah memejamkan matanya sejak Lima belas menit yang lalu di atas sofa yang berada di kamar. Arra segera turun dari atas ranjang mendekati Arka dengan selimut yang berada di tangannya.
"Kamu itu keras sekali sih, Mas? Capek aku menunggu kamu berubah. Padahal, aku sudah berusaha selama dua bulan ini untuk merubah kamu, hemmph!" Keluh Arra lirih.
Arra mengembangkan selimut yang dipegangnya. Arra menutup separuh tubuh Arka yang sedang tidur dengan tangan di atas kepala sebagai tambahan bantalan. Lalu, Arra kembali ke ranjang dan memilih ikut memejamkan mata.
Arka membuka matanya. Tersenyum tipis mendengar untaian lirih yang Arra ucapkan tadi. Maafkan aku, Arra.
Arka beranjak dari sofa, mendekati wanita yang sudah menjadi istrinya itu. Menatap wajah cantik Arra yang tertidur dengan damai. Sebenarnya, sudah ada setitik kenyamanan dalam dirinya dari Arra. Arka mulai menerima perjodohan itu. Hanya saja, sulit sekali menumbuhkan rasa yang sama seperti rasa yang Arra tumbuhkan untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
First love (19++)
RomanceMencintai pria yang sangat pendiam dan sulit bergaul dengan orang lain sangatlah tidak gampang. Hanya saja, takdir begitu baik mempersatukan kami melalui jalan perjodohan. Tugasku hanyalah mengubahnya saja. "Arrabela." Disini konflik tidak terlalu b...