Suasana berbeda

275 1 0
                                    

Pukul dua dini hari, Arra terbangun karena ingin buang air. Arra turun dari ranjang langsung menuju ke kamar mandi. Setelahnya, Arra kembali berjalan menuju tempat tidur dan  ... 

"Mas Arka kenapa?" Tanya Arra, dan langsung mendekat ke arah Arka yang tertidur tetapi bibirnya bergetar  menggremeng. Arra memegang kening Arka. "Mas Arka demam," ucap Arra panik.

Arra segera menuju dapur untuk mengambil kompresan lalu kembali ke kamar. Arra mendekat pada sofa tempat Arka terbaring.

"Mas," panggil Arra sambil menepuk-nepuk pelan pipi Arka.

Arka membuka matanya perlahan. Suhu badannya sangat panas terasa ketika tangan menyentuh kulitnya. "Ar-arra," ucapnya terbata-bata.

"Mas pindah ke tempat tidur saja, Yuk. Mas lagi sakit," ucap Arra langsung membantu Arka untuk duduk. Lalu, memegang tangan Arka untuk naik ke atas ranjang. "Pasti karena kena hujan semalam," gumam Arra pelan.

Arka memejamkan matanya. Kepalanya sangat pusing terasa. Sementara Arra dengan telaten mengompres keningnya. Setelah selesai, Arra beranjak dari ranjang.

"Mau kemana?" Tanya Arka pelan.

"Mau ke sofa saja, Mas. Kan, Mas lagi sakit," ucap Arra.

"Tidak usah. Kamu tidur disini saja sama, Mas."

Arra terkejut. Tapi, dengan cepat mengubah raut wajahnya. Arra mengangguk menurut dengan naik kembali ke atas ranjang. Menarik selimut untuk menutup sebagian tubuh Arka yang kedinginan.

Arra berbaring di sebelah Arka, matanya terpejam tapi tidak bisa tertidur karena Arka terus menggetarkan bibirnya. Arra membuka mata, menoleh melihat suaminya yang sudah tertidur dengan raut wajah mengkerut.

Arra mengangkat tangan untuk memegang pipi Arka. Tapi, masih separuh jalan, Arka menarik dan menggenggamnya. Arra membulatkan bola matanya. Bagaimana ini? Pikirnya.

Arra hanya diam. Membiarkan tangannya dipegang oleh Arka. Lambat laun, kantuk mulai datang dan perlahan Arra mulai memejamkan matanya dan tertidur dalam satu ranjang bersama Arka untuk pertama kalinya.

***

Matahari sudah terbit dengan terangnya menerangi kota Yogyakarta. Arka membuka mata, suhu tubuhnya pun juga sedikit menurun tidak seperti malam tadi. Merasa ada beban di atas perutnya, Arka menunduk. Ternyata, tangan Arra berada di atas perutnya sejak dini hari tadi. Arka merasa jantungnya berdetak cepat, kedekatan seperti ini sangat tidak biasa untuk dirinya dan Arra. Tapi, rasa pusing dikepalanya membuat Arka memilih diam dan tidak bergerak sedikitpun dari atas ranjang.

Dia benar-benar cantik, lirih Arka dalam hati.

"Apa aku mulai suka kamu?" Tanya Arka sambil menatap wajah pulas Arra. "Aku rasa---"

"Mas?"

Arra membuka matanya. Menatap wajah Arka yang sangat dekat dipelupuk mata. Menghentikan ucapan Arka yang belum sepenuhnya utuh. Arra segera menarik tangannya dari atas perut Arka.

"Maaf," ucapnya.

Arra bangkit dari rebahnya. Duduk sambil membereskan rambutnya yang acak-acakan. Arra tampak buru-buru karena hari sudah sangat terang sementara dirinya belum memasak apapun untuk sarapan pagi.

Arka ikut bangun, memegang kepalanya yang terasa pusing. "Kenapa buru-buru?"

"Aku belum memasak apapun untuk sarapan. Mas kenapa tidak bangunkan saja?" Arra segera turun. "Mas masih sakit?"

First love (19++) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang