5. Telingamu Pernah Menjadi Pendengar Setiaku.

45 2 0
                                    

Kau tau aku suka bercerita.
Aku tau kau suka mendegarkan.
Kau tau aku tak bisa menyimpan perasaan.
Namun aku tak tau kau pandai menyimpan perasaan.


Dulu katamu, jika aku bersedih, jika aku merasa dunia kejam padaku, kau akan menjadi telinga yang pertama mendengar keluh kesahku tanpa resah. Kemudian menelan semua luka agar aku tak lagi merasa sengsara. Meniadakan sendu lalu menggantinya dengan bahagia. Cerita sedihku kau tukar dengan peluk yang senantiasa menenangkan.
Dulu, kau selalu mendengar segala cerita, meskipun itu tak penting sekalipun. Gurauanku yang tak lucu kau balas dengan tawa yang ikhlas. Dimataku, telingamu seolah tak pernah tidur. Tak pernah berhenti untuk bekerja. Kau yang selalu ada. Mendengarkan segala rasaku.
Kupikir, ini semua tak akan pernah berakhir. Kamu tetap menjadi tempatku bercerita, dan aku tetap menjadi cerita yang kau tunggu kelanjutannya. Namun aku lupa, kau juga manusia kau juga memiliki masalahmu sendiri, dan aku dengan egoisnya selalu mengambil waktumu untuk mendengar kisahku. Bahkan, mendengar kisah dengan seseorang yang aku suka, yang ternyata kau tak menyukai kisahnya.
Bertahun-tahun kau berpura-pura suka mendengar kisahku. Berpura-pura menunggu ceritaku selanjutnya. Hanya karena kau tak ingin aku sedih karenanya. Bertahun-tahun pula kau menipuku. Terihat bahagia namun ternyata tak pernah menyukainya. Harusnya kau bilang jika tak suka aku bercerita tentangnya. Harusnya kau bilang saat memiliki masalah.
Entahlah, kurasa kau juga tak sepenuhnya salah. barangkali aku yang terlalu egois karena tak pernah mau mendengarkan. Aku sadar, tak seharusnya aku begini. Maaf tak dapat memahami hal itu, maaf tak bisa menjadi telinga untukmu. Maaf karena terlambat menyadari perasaanmu padaku.

Menghapus LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang