Semester 1
"Hallo ... hhmmm .... ini siapa?" (tanpa melihat nama siapa yang ada di layar ponsel).
"Ini bunda nak ... Banguunnn udah jam berapa ini ... wong wedok kok tangine siang tohh ndok, kamu kuliah jam berapa hari ini?".
"Astagaa ... untung bunda bangunin .. dhara ada kuliah pak Teguh jam 10 pagi ... Wadduuhhh sekarang udah jam 8 pagi ... yaudah bun dhara siap-siap ke kampus dulu ... byee love u"
Kebiasaan gue di hari senin sering bangun kesiangan lantaran kemarin hari minggu ... Pasti kalian berasumsi sama kayk gue, kenapa yaa kalau hari senin ke hari minggu itu lama tapi kalau hari minggu ke hari senin itu seperti menjentikkan jari (thanos kali ah).
FYI, pengertian Quarter Life Crisis menurut mbah google adalah masa dimana seseorang mempertanyakan hidupnya. Di masa yang merupakan puncak kedewasaan seseorang, meninjau kembali masa lalunya, apa yang telah ia lakukan, apa yang ia dapatkan, dan bagaimana kehidupannya di masa datang.
Gue selalu bertanya tanya di masa yang akan datang akan menjadi apa? rahasia Illahi tentu nya. Alangkah baiknya sebagai manusia memiliki rencana dan menyicil progres dari rencana yang dibuat supaya tidak menjadi angan-angan saja.
Setiap orang pasti pernah merasa : Anjir gue nyesel kenapa gue dulu ga kayak gini (melihat peruntungan orang lain). Gue juga sama. Manusia selalu tamak dan iri akan pencapaian orang lain tapi who know? orang yang lu kira dilimpahi banyak keberuntungan sebenarnya dahulu dia banyak melewati ujian atau memang dia sedang diberikan ujian lewat keberuntungan yang ia dapatkan. Percayalah Tuhan itu Maha Adil.
Lanjut lagi ....
Hari ini bukan hari pertama gue kuliah di jurusan yang ga pernah gue kira bakal masuk jurusan ini. Hari pertama gue kuliah, gue masih merapihkan jadwal kuliah gue yang terkadang bentrok dengan jadwal kuliah kakak tingkat. Bisa dibilang hari pertama kuliah gue itu bukan hari yang langsung serius belajar, justru sebaliknya.
Semester awal gue kuliah gue bingung harus berteman sama siapa, gue lihat anak-anak jurusan udah pada buat geng mereka masing-masing. Ada geng yang hedon sampai geng yang biasa-biasa aja malah ada yang ga main geng-geng an. Di semester awal perkuliahan, gue belum melihat hal yang membuat otak gue ngebul. Mata kuliah gue di semester awal rata-rata mereview mata pelajaran SMA seperti sejarah, bahasa inggris, bahasa indonesia, pendidikan kewarganegaraan, dan pendidikan agama.
Beberapa bulan kemudian, gue masuk kedalam geng yang mayoritas suara mereka tidak pernah di gubris oleh teman-teman kelas. Kami sering makan siang bareng, beli buku untuk keperluan kampus bareng sampai ikut kegiatan mahasiswa bareng (walaupun 3-5 orang). Kami lalui suka duka bareng, hingga terpecah belah pun masih tegur sapa walaupun masing-masing dari kami nyinyir teman satu geng kami sendiri.
Selama gue kuliah, gue merasa sedang diposisi quarter life crisis (kata anak milenial sekarang). Gue banyak mengalami masalah dari keluarga sendiri sampai teman terdekat. Masalah keluarga gue yang memang dari gue orok ada aja yang menjadi bahan perdebatan sampai suatu hari masalah keluarga gue masuk ke ranah ilmu hitam yang mengganggu mental bunda gue, masalah finansial keluarga yang kacau, gue dan adik pun ikut kacau. Masalah dengan teman-teman gue yang sebenarnya bisa di diskusikan secara baik-baik akan tetapi seperti nya hanya waktu yang bisa menjelaskannya.
Quarter life crisis gue sebenarnya sudah muncul ketika gue kelas 3 SMA. Quarter life crisis gue semakin jelas sejak gue kuliah semester 3.
Diawali dari kisah permasalahan keluarga gue. Ayah gue merupakan orang yang sangat keras kepala dan kepedean. Gue dari kecil sampai SMA selalu nurut keinginan ayah. Setelah gue masuk kuliah gue memilih jalan gue sendiri walaupun harus berdebat sengit dengan ayah sampai tidak saling bicara satu sama lain selama 3 bulan. Jangan ditiru ya kawan. Bukan karena gue durhaka atau tidak memperbaiki tali silaturrahmi kita berdua, memang pada dasarnya ayah gue ini tipikal orang yang cuek dan harus di chat duluan lantaran gengsi.
Suatu hari bunda cerita kalau bunda berdebat dengan ayah, pada akhirnya bunda gue cerita masalah itu dengan berderai air mata sambil memeluk gue.
Suatu hari entah mengapa, kami sekeluarga harus menghadapi kejadian mistis. Kejadian mistis yang keluarga gue alami berawal ketika ayah gue membantu seorang perempuan yang menginginkan adiknya masuk kepolisian. Karena sifat ayah aku yang senang membantu orang (ga tegaan) sampai ayah aku tidak bisa melihat ada benefitnya atau tidak yang justru menjebak dia ke hal yang diluar nalar.
Semenjak itu ayah gue menjadi orang yang sangat berbeda. Ayah gue menjadi orang yang tiada hari tanpa marah/membentak bunda, apapun yang dilakukan bunda dimata ayah selalu salah, ayah gue bukan seperti ayah gue sebelumnya yang tampak dingin diluar tapi didalam dia humoris dan hangat. Masalah finansial keluarga yang berantakan dikarenakan bunda yang pusing dan terganggu mental nya dikarenakan ayah gue yang selalu menganggap mamah gue selalu salah. Masalah finansial pun menjadi pemicu perdebatan diantara mereka yang semula tidak pernah menjadi persoalan yang begitu pelik sampai pada suatu hari ayah gue melontarkan kalimat yang tidak mengenakkan hati bunda.
Gue sebagai anak pertama yang melihat keluarga gue sendiri diambang kekacauan hanya bisa berdoa dan berharap supaya masalah keluarga gue ini cepat terselesaikan dan berlalu. Tidak lupa gue selalu memberikan masukan ke bunda supaya tidak selalu memikirkan omongan yang negatif dan menjaga kesehatan mental bunda. Teruntuk adik gue, selalu kuat ya de, gue tau lu orang yang gampang baper tapi gue tau lu bisa berpura-pura menjadi orang yang kuat.
Ternyata quarter life crisis gue tidak sampai disitu saja. Setelah gue lulus kuliah, gue merasakan sulit nya bernafas lega.
Saat ini gue bekerja di salah satu perusahaan kecil pertambangan batubara. Hal yang selalu gue dengar adalah "mba kalau gajian bunda minta uang nya buat bayar hutang A B C D". Gue bukan nya enggan membantu bunda. Menurut gue, hutang memang harus dilunasi. Tapi jika dilihat siapa yang berhutang dengan siapa? disini jelas bukan gue yang berhutang melainkan bunda yang berhutang. Mengapa bunda berhutang? karena bunda tidak ada cara lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga ya dengan cara berhutang, gali lubang tutup lubang. Ayah gue bukan nya ga mau tahu. Hal yang menurut gue lucu adalah pernyataan ayah gue jika kami memberitahu bahwa bunda berhutang atau salah satu dari kami sakit, pasti pernyataan ayah seperti ini "kenapa kalian kalau ada apa-apa ga pernah ngomong sama ayah?". Padahal kami pernah bilang ke ayah ketika bunda berhutang dan ingin melunasinya, dan jawaban ayah seperti ini "ayah ni lagi pusing, ayah juga banyak hutang dimana-mana ga ada yang ngertiin ayah sama sekali". Kami pun segan justru malas memberitahu keadaan kami yang sebenarnya kepada ayah karena statement yang keluar seperti itu. Kami memilih untuk diam.
Gue tidak mempermasalahkan kalau gue harus ikut andil untuk membayar hutang bunda. Tapi yang paling miris menurut gue, mengapa ayah selalu menutupi hutang nya dan ketika sudah jatuh tempo dengan seenak jidat bilang "bantu ayah berfikir untuk melunasi hutang ayah" padahal gue sebagai anak pertama selalu berfikir bagaimana mendapatkan uang yang bisa diraba seperti membuka toko minuman atau toko sembako, tapi ayah selalu menolak ide gue. Kenapa lu ga langsung wujud in ide lu sendiri tanpa harus izin ayah?. Bagi gue agak sulit untuk mengerjakan sesuatu jika salah satu orang tua gue tidak setuju dan satu lagi gue juga ga banyak uang di tabungan untuk merealisasikan ide gue, gue harus mencari dukungan utama terlebih dahulu yaitu keluarga gue.
Inti nya gue masih berfikir benar atau tidak gue harus membayar hutang bunda. Karena menurut gue yang seharus nya membayar hutang bunda, ayah gue. Gue hanya membantu menambahkan uang untuk mencukupi ekonomi keluarga tidak semua, tetapi hanya setengah. Gue juga harus berhemat dan menabung untuk masa depan gue.
Gue jadi teringat salah satu thread yang ada di twitter. Pengguna twitter itu menjelaskan, yang inti nya tidak seharusnya orang tua memaksa anak nya untuk memberikan uang bulanan kepada mereka (orang tua), karena anak nya juga memiliki kehidupan yang harus dipenuhi. Logika nya, kalau anak nya hanya mendapatkan gaji 5 juta dan hanya mampu memenuhi kehidupan sehari-hari nya, hanya bisa menabung 500 ribu, bagaimana anak itu mampu memberikan uang bulanan kepada orang tua nya. 5 juta saja habis untuk memenuhi kehidupan rumah tangga.
Yup pendapat setiap orang berbeda beda dalam memecahkan dan menghadapi masalah. Begitu pun dengan gue.
Teruntuk ayah, semoga ayah dibuka kan pintu hidayah Nya. Semoga ayah bisa lebih dekat lagi dengan keluarga, supaya jika ada masalah kita bisa cari jalan keluar sama-sama. Teruntuk bunda, aku tidak bisa banyak berucap. Aku hanya bisa bilang, bunda adalah wanita tangguh yang pernah ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Pertama (Bukan Buku Biografi)
NonfiksiCerita aku, kamu, dan dia. Ada orang asing menjadi dekat, ada orang asing menjadi boomerang, ada orang asing yang mengada-ngada. That's my life :)