11.

13.2K 970 139
                                    

"Emang nggak ada kesempatan sama sekali ya buat aku?".

Sekarang gue hanya bisa memperhatikan Arga dari kejauhan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekarang gue hanya bisa memperhatikan Arga dari kejauhan.

Semenjak masalah salah paham gue ke adik kelas satu tersebut selesai, gue ngerasa kita semakin jauh. Ah, atau lebih tepatnya gue yang mendorong Arga untuk jaga jarak sama gue.

Ya, beberapa hari yang lalu setelah gue mendapatkan maaf dari sosok yang lebih muda dengan nggak tau dirinya gue pun menyuruhnya untuk berhenti mengejar gue. Dengan kata lain, gue menolak perasaan Arga secara halus.

Gue pun masih sangsi, apa itu bisa dikatakan dengan secara halus. Mengingat, berkali-kali gue menyuruhnya untuk mundurㅡteratur.

Entah kenapa pada waktu itu gue berpikir lebih baik kalau sosok pembuat onar disekolah tersebut untuk menjauh dari gue. Soalnya, gue ngerasa masih banyak yang lain ㅡyang lebih baik dari gue.

Untuk kali ini, Arga langsung menyetujui permintaan gue. Jadi, mau nggak mau gue harus menjalani kehidupan gue kaya dulu.

Bedanya, kalau dulu pikiran gue cuma sekitaran mata pelajaran, tugas, belajar, kantin, bahkan mentok sampai perpus. Dan sekarang kayanya dipikiran gue cuma ada Arga, Arga, Arga dan Arga.

Apa iya gue masih waras?

kayanya sih nggak deh.

“Melamun aja lo!” seperti biasa, Yoga masih aja hobi ngagetin gue yang mendadak diam alias bengong. Sedangkan dia, menyingkirkan buku paket tebal gue seenaknya kemudian menatap gue heran.

“Lo beneran baik-baik aja?”

Kali ini dia bertanya sedikit khawatir, sebenernya ya kalau tampangnya nggak serius kaya gini udah pasti gue ketawain. Tapi yang ada malahan tertahan, dan gue pun menganggukan kepala gue sebagai jawaban 'ya'.

Udah tau kan kalau seorang Yoga pasti nggak puas dengan respon kaya gitu. Sambil memasang muka jengahnya, dia menghembuskan napasnya kasar. Dan dengan kurang ajarnya buku tebal yang beratus halaman itu di gebuk-in ke badan gue.

“Sakit ㅡbangsat! Ga, seriusan lo napa sih?”

Gue mencoba menahan kebrutalan sahabat semonyet gue yang satu itu, bukannya menjawab tapi tuh anak malah menatap gue dengan memicingkan matanya penuh selidik.

Yaelah.

“Lo beneran udah nyelesaiin masalah lo sama Arga?”

“Udah.”

“Sampe tuntas?”

“Iya.”

Agresif [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang