3.

13.7K 1.2K 71
                                    

"Kak Eja, kapan nggak jutekin akunya sih?"

Sebenarnya gue emang tergolong siswa yang biasa-biasa aja, nggak ada kata spesial

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sebenarnya gue emang tergolong siswa yang biasa-biasa aja, nggak ada kata spesial. Kecuali ya otak gue ini yang terbilang cerdas.

Mungkin karna gue nongkrongnya sekitaran perpustakaan doangan kali ya.

Tapi, meskipun demikian. Nggak membuat gue jadi kudet, malahan gue termasuk up to date untuk masalah informasi yang ada disekolah.

Ya, itu berkat Yoga juga sih. Dia itu sumber informasi terakurat yang gue miliki. Karena kebanyakan nongkrong bareng ciwik-ciwik nyinyir, jadi tuh anak monyet satu nggak mungkin ketinggalan berita sedikit pun ㅡtermasuk gue sih.

"Kak Eja!" panggilan Arga membuat gue menoleh kearah tuh anak sambil berlari kecil menghampiri gue.

Kayanya udah jadi hal yang lumrah si Arga nyapa sama nyamperin gue gini deh.

"Kak Eja ada latihan basket ya hari ini?"

"Ya."

"Sampe jam berapa kak?"

"Seperti biasa."

Arga mencebikkan bibirnya lucu.

"Jangan singkat-singkat dong jawabnya, udah kaya lagi chatting-an tapi pake hape esia aja."

Gue pun hanya bisa memutarkan kedua bola mata gue malas.

"Kak Eja!"

"Hm",

Gue pun hanya berdehem sebagai jawaban. Kalau nimpalin Arga bakalan nggak kelar nih obrolan abstrak modelan begini.

"Kakak nggak capek ya irit banget ngomong gitu? Kebanyakan diemnya ih!"

"Kenapa gue harus capek?"

Ini anak salah makan apa gimana sih? Pertanyaannya konyol banget deh. Kenapa gue harus capek kalau diem itu bisa menyimpan banyak energi gue dibanding nyerocos mulu macem dia?

Hadeuh.

"Ya karna kebanyakan diemlah!"

Gue pun mengernyitkan dahi gue bingung.

"Bukannya pertanyaan itu lebih cocok buat lo ya?"

Sekarang gantian Arga yang menampilkan muka bingungnya.

"Iya, lo apa nggak capek ya ngomong mulu kaya bebek gitu?"

"Kok kaya bebek sih?"

Lagi-lagi Arga merajuk.

Ya ampun, begini yang katanya cowok populer disekolah yang banyak di gebet para ciwik-ciwik kecentilan itu?

"Yaudah ralat deh, kaya burung beo?"

"Ih nyebelin banget sih!"

"Ya emang kan, baru tau?"

Gue pun mencoba menahan untuk nggak tertawa terbahak-bahak melihat eskpresi lucu dari Arga.

Udah bisa dipastikan kalau mukanya itu merah, antara kesal, marah atau malu-malu ㅡmungkin?

"Untung aja aku sayang!"

Setelah menghentakkan kakinya kasar, Arga pun pergi meninggalkan gue dengan muka cengo.

Maksudnya apaan deh?

.
.
.

Kalau di pikir-pikir ya, kenapa gue nggak nyuruh Yoga aja buat kepoin kehidupannya Arga ya? Gue nggak penasaran-penasaran banget tapi cuma curiga aja sama tuh adek kelas satu.

Garis bawahi ya, CURIGA.

Bukan kepo-kepo club kaya si Yoga.

Soalnya nih ya Arga itu,

Populer? Iya,

Terkenal? Iya juga,

Banyak fansnya? Jangan diragukan untuk yang satu itu sih.

Belum lagi jejeran para mantannya yang terhitung banyak dan pastinya bukan sekelas kaya gue.

"Ja!"

Suara kampret Yoga menyadarkan gue dari mari-melamun.

"Apaan?" seperti biasa, gue menjawab dengan nada nggak minat.

Yoga nyengir nggak jelas, "gimana? Ada kemajuan nggak pedekate-nya?" pertanyaan yang terlontar dari mulut si monyet satu itu membuat gue ingin melemparkan buku paket tebal berisi 100-an halaman itu kemuka pas-pasannya Yoga.

"Maksudnya apaan deh? Siapa yang lagi pedekate heh?"

"Sok nggak tau, ya lo lah sama si adek kelas populerㅡeh tunggu sebenernya ya gue tuh beneran penasaran gimana bisa lo sama Arga pedekaㅡaduh bangsat sakit."

Gue hanya tersenyum menampilkan muka nggak berdosa gue setelah akhirnya gue beneran mendaratkan buku paket setebal ratusan itu di kepala Yoga.

Rasain.

"Bangsat lo, Ja. Sakit begok!

"Mampusin. Makanya kalau nanya tuh yang bener. Kapan sih bisa pake otak lo itu dengan bener?"

"Sialan! Gue udah nanya yang bener bangsat!"

"Itu pertanyaan ngawur, nyet!"

Kemudian Yoga asyik mengelus kepalanya, sementara gue cuman ngeliatin aja. Gapapa, Yoga mah udah biasa sama sikap anarkis gue. Hehe.

"Ga, menurut lo nih ya. Tuh anak beneran nggak sih suka sama gue?"

Yoga mengernyitkan dahinya, "Maksud lo si Arga?"

"Ya, siapa lagi selain dia, nyet."

"Ya kan kali aja Friska, atau yang lain gitu."

"Friska siapa deh?"

"Itu kan peliharaannya pak Jajang, Ja. Masa lo nggak tau."

"BANGSAT!"

"Canda elah, gitu aja sewot. Nanti keriputan lo."

"Bodo."

"Sebenernya sih gampang biar lo tau tuh adek kelas satu beneran suka lo atau nggak, Ja."

"Gimana caranya coba?"

"Dengan lo respon semua sikapnya dia ke lo."

"Sakit jiwa ya lo?"

"Ya kalau lo penasaran ya jalan satu-satu ya mencari tau, dan mencari itu bukan cuma lo nanya melulu ke gue yang bahkan nggak tau sama sekali. Jadi, mendingan lo buktiin sendiri aja. Gimana?"

Yoga emang brengsek. Sarannya dia tuh selalu sesat.

Tapi, lebih parahnya gue tuh cuma pinter di urusan mata pelajaran. Jadi kalau gue tersesat untuk masalah yang kaya gini, ya jangan heran.

.
.
.

Update🐣

Agresif [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang