Chapter 9

222 20 10
                                    

“NOO! Badannya panas buangetttt, gimana nih,” kata Yabu panik. Apalagi nafas berat Ryosuke terdengar makin keras.

“Yaudah lari aja, cari alamat kliniknya,” kata Inoo sambil berlari disusul Daiki lalu Yabu.

“BRAKKKK....” terdengar suara pintu klinik dibuka dengan kasar oleh Daiki.

‘Semoga pintunya ga rusak’ batin Inoo takut.

“Kami tadi yang telpon ada anak kecil sakit itu,” kata Daiki memberi penjelasan, sebelum dokternya marah pintunya diperlakukan dengan tidak pintuiawi.

“Ya, saya ingat. Sekarang anaknya mana ya?” tanya si dokter heran karena hanya melihat dua orang dewasa. Inoo dan Daiki seperti baru saja tersadar.

“YABUUU! Di mana lo?” teriak Daiki.

“Maaf, jangan teriak-teriak di komplek saya, udah malem,” kata si dokter mengingatkan. Inoo meminta maaf atas kelakuan Daiki, sementara Daiki sudah belari mengejar Yabu di ujung gang yang sepertinya sudah terengah-engah menggendong Ryosuke. Sebentar kemudian, Daiki sudah masuk ke ruang praktek dengan Ryosuke di tangannya.

“Jadi gini, dok, tadi sore dia tiba-tiba demam. Udah kita kasih obat penurun panas sama dikompres, tapi panasnya nggak turun. Malah naik, badannya menggigil, sekarang nafasnya berat pula,” kata Inoo.

“Iya dok, padahal tadi udah saya kasih makan juga,” tambah daiki.

“Baik, biar saya cek dulu,” jawab si dokter mengambil Ryosuke dari pangkuan Daiki lalu membaringkannya ke ranjang klinik. Ia mengecek suhu Ryosuke, lalu mengecek dengan stetoskop.

“Tolong pindahkan ke ruangan empat, sus,” pinta dokter Yamazaki ke salah satu suster.

“Baik, dok,” jawab si suster lalu menggendong Ryosuke ke ruang yang diminta.

“Mungkin salah satu dari kalian mau menemani adik ini?” tanya sang dokter.

“Biar gue aja,” jawab Daiki ke arah Yabu, lalu beranjak mengikuti suster yang masih menggendong Ryosuke.

“Adik saya kenapa, dok?” tanya Yabu penasaran.

“Sebenarnya ia demam karena masuk angin biasa. Tapi cukup berbahaya juga karena suhunya sangat tinggi, yaitu 38,8 derajat celcius. Dengan suhu segitu, anak bisa saja kejang-kejang dan kesulitan bernafas. Untuk kasus ini, adik anda tidak sampai kejang, tapi demamnya yang terlalu tinggi sudah mengganggu saluran pernafasannya, oleh karena itu ia membutuhkan sedikit asupan oksigen,” jelas si dokter.

“Ooo, gitu ya dok,” Yabu manggut-manggut.

“Memang tadi dia kenapa? Sampai bisa masuk angin separah ini?” tanya dokter Yamazaki.

“Kenapa ya...” Yabu terlihat berpikir. Hari ini otaknya emang rada error, untung masih ada yang cerdas di antara mereka, Inoo.

“Oh saya ingat, tadi dia kejebur di kolam renang, terus waktu badannya mau dikeringin dia malah lari-lari. Padahal di luar anginnya kenceng,” jawab Inoo. Si dokter tampak kaget mendengar kata ‘kejebur’.

“Tapi, ada temennya juga kejebur terus lari-lari bareng dia kok nggak demam, dok?” tanya Inoo.

“Nah itu, saya menemukan bahwa metabolisme tubuhnya sedang rendah. Apalagi dia masih kecil, ehm berapa umurnya?”

“Tiga,” jawab Inoo.

“Ya, tiga tahun. Di umur segitu anak mudah rentan terhadap penyakit. Ditambah lagi, metabolisme tubuh tiap anak berbeda, jadi tidak bisa disamakan,” lanjut Pak Dokter.

“Oh gitu ya, makasih dok,” jawab Inoo.

“Ini bisa dengan obat jalan saja, saya beri obat penurun panas dan antibiotik khusus. Obat penurun panasnya dikasi kalo badannya panas aja, antibiotik diminum tiap hari dua kali habis makan pagi dan malam sampai obatnya habis. Maaf, nama adiknya siapa?” tanya Dokter sambil menulis resep.

“Ryosuke. Yamada Ryosuke,” jawab Yabu.

“Ini diambil di sini apa harus ke apotik, dok?” tanya Inoo.

“Bisa langsung di sini. Tunggu sekitar 30 menit untuk kami memberi penanganan,” jelas si dokter.

“Baik dok, ” jawab Inoo.

“Oya, ini resepnya sudah saya buatkan dan ini total biayanya. Obat bisa diambil sekitar 15 menit lagi,” kata dokter Yamazaki.

“Baik dok,” jawab Inoo sambil mengeluarkan dompetnya untuk membayar.

Di rumah, Hikaru yang tadi tertidur terbangun lagi setelah tidur selama 20 menit. Dilihatnya tiga bocah yang sudah tertidur lelap dengan posisi yang absurd. Kepala keito ada di kaki Yuto, sementara tangan dan kaki Chinen masing-masing ada di perut dan lengan Keito dengan posisi kepala di bawah. Perlahan Hikaru memindahkan tubuh mereka ke tempat semestinya agar tidak teyeng atau pegal-pegal saat bangun nanti.

Namun ia kaget ketika memegang tangan Yuto yang hangat. Ia segera memegang dahi Yuto dan, benar, Yuto menyusul sahabatnya. Ia ikutan demam. Spontan ia mengecek dahi Keito dan Chinen juga. Aman, dahi mereka dingin. Diambilnya termometer yang tadi digunakan Ryosuke. 37,9 derajat celcius.

‘Njir, perasaan dari tadi dia ga kenapa-napa, kenapa panasnya tiba-tiba gini’ pikir Hikaru heran. Cepat-cepat ditelponnya Yabu. Tak diangkat. Tentu saja, karena baterainya habis. Selanjutnya ia menelpon Inoo.

Tak kehabisan akal, ia menelpon Daiki, namun tak kunjung diangkat karena Daiki memilih mode silent tadi. Hikaru jadi bingung sendiri.

Langkah pertama, ia memindahkan Yuto ke kamarnya agar tak mengganggu yang lain. Kemudian ia  memberinya obat penurun panas dan mengompresnya. Ia memang sengaja tidak ingin membangunkan Yuya.

‘Kalian cepatlah pulang’ harap Hikaru sambil melihat wajah Yuto yang juga ikut memerah seperti Ryosuke.

Sementara di klinik, si dokter mulai kepo.

“Ehm, ano... adik kalian namanya Yamada Ryosuke? Center dari Hey! Say! JUMP itu kan? Grup Heisei yang padahal sekarang udah ganti era jadi Reiwa. Anda Yabu Kouta kan? Leader dari grup  Johnny’s yang isinya ikemen-ikemen,” tanya si dokter tiba-tiba sambil menunjuk Yabu.

TBC~~
.

.

.

A/N: pertama-tama author minta maaf yang sebesar-besarnya karna fanfic ini update-nya lambat banget n ngga sesuai jadwal TT Maaf banget buat kalian yang nunggu fanfic ini :" //kek ada yang nungguin aja//g.

Jadiiiii kemungkinan minggu depan author bakal up chapter terakhir. Tetep tungguin terus yaa :333 Makasih yang udah mau baca❣ unch

Parents for Hey! Say! 7 [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang