Sekarang harus apa? Luka ini terlalu sakit.
Namjoon menatap foto Jungkook yang tersenyum begitu manis. Hari ini Namjoon kehilangan senyuman itu. Ditambah dengan kenyataan Namjoon tidak akan bisa merengkuh tubuh Jungkook lagi untuk selama-lamanya. Adiknya pergi terlalu cepat dengan cara yang teramat menyakitkan.
Air matanya sudah mengering tapi rasanya Namjoon masih tetap ingin mengeluarkan air matanya yang lain. Namjoon hanya bisa berdiri didekat peti mati adiknya dan menyalami pelayat yang berdatangan.
Kali ini Seokjin dan Hoseok yang memberikan doa terakhir untuk adiknya. Setelah mereka selesai, mereka berdua langsung merengkuh Namjoon yang terluka teramat dalam. Tangis Namjoon kembali terdengar makin keras saat mendapat rengkuhan dari dua sahabatnya.
"Jungkook sudah mendapat tempat terbaik, dia akan sedih jika kakaknya seperti ini", Seokjin tau sangat tidak mungkin untuk membuat Namjoon membaik dalam kondisi seperti ini.
"Siapa?", Namjoon bertanya dengan suara serak yang menyakitkan untuk didengar.
Seokjin dan Hoseok melepaskan pelukannya perlahan dan menatap Namjoon dengan tatapan tidak yakin. "Apa sekarang adalah waktu yang tepat untuk membicarakannya?" Hoseok mencoba untuk memastikan sambil mengusap lengam Namjoon yang tampak lemah dibalik jas hitam yang ia kenakan.
Seketika Namjoon sadar bahwa saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk membahas kejadian menyakitkan yang adiknya alami. Namjoon menoleh pada sisi kanan, pada foto milik adik manisnya. Nafasnya ia hembuskan kasar begitu saja. Ia tidak pernah menyangka meski hanya sedikit bahwa Jungkook akan pergi secepat ini, dengan cara yang semenyakitkan ini.
Adiknya masih memiliki masa depan yang panjang dan juga cita-cita yang selalu ia bicarakan pada Namjoon. Ia ingin menjadi seniman, ia ingin membuat Namjoon bangga. Tapi belum benar-benar terjadi, seseorang yang teramat kejam dan hina telah mencabut nyawa Jungkook.
Kedua orang tuanya terbunuh dan adiknya pun sama terbunuh. Kini hanya tinggal Namjoon seorang di dunia yang kejam dan tanpa perasaan ini. Tangisnya kembali terdengar dengan air mata yang sebelumnya berhenti mengalir kini harus keluar lagi dari kelopaknya. Namjoon berantakan, dia sangat hancur dengan keadaan sekarang.
Bagaimana setelah ini ia akan menjalani hidupnya?
Namjoon tidak kuat lagi untuk berdiri, ia hempaskan begitu saja tubuh lelahnya pada lantai dingin rumah duka dan membiarkan kedua sahabatnya memeluknya lagi. Namjoon biarkan kesedihan ini, Namjoon tidak bisa membuatnya sembuh. Jadi, Namjoon akan membiarkan luka ini tetap terasa sakit.
***
Jungkook telah usai dikremasi. Namjoon makin terluka dengan kesendiriannya. Sedari tadi Namjoon tidak mengganti baju yang ia pakai. Air matanya juga makin menetes deras saat dirinya menginjakan kaki di rumahnya. Rumah yang menjadi saksi Jungkook dan dirinya tumbuh dewasa dan melewati semua kesedihan. Sekarang, Namjoon harus seorang diri menghadapinya.
Namjoon memeluk foto Jungkook yang masih berada dalam dekapannya. Ia terus merengkuh foto itu seakan itu adalah Jungkooknya.
"Kenapa Jungkook? Kau bilang kau ingin bermain bersama kakak. Tapi sekarang kau justru meninggalkan kakak"
Sesalan Namjoon tidak akan merubah apapun. Justru ia akan semakin membuat lukanya semakin perih. Tapi Namjoon benar-benar tidak tau harus berbuat apa sekarang.
Namjoon berdiri. Ia melangkah menuju kamarnya. Ia baringkan tubuh lelahnya dan mengusap sisi yang kosong disampingnya. Disana seharusnya ada Jungkook yang sedang tersenyum padanya. Seharusnya Jungkook bisa ia peluk sekarang.
"Jungkook.."
Tidak akan ada yang menyahut panggilannya.
Namjoon merasa ia sudah sangat gagal menjaga adiknya sendiri. Dia seorang polisi yang notabennya bisa menangkap dan mengusut perkara. Tapi kini untuk menjaga Jungkook ia bahkan tidak becus.
Namjoon dengan segala kesedihannya berusaha untuk tetap waras. Kejadian dan memori indah pada adiknya selalu terbuka didepan kedua matanya. Seharusnya itu bisa menyembuhkan lukanya, tapi justru kenangan manisnya dan Jungkook membuat hati yang patah itu semakin remuk.
Namjoon tidak berdaya melawan waktu. Dia tidak bisa merubah kenyataan. Dia tidak bisa membawa Jungkook kembali dengan doa atau tangisannya yang terus berderu.
Dibenaknya masih muncul pertanyaan, siapa, mengapa, bagaimana.
Pembunuhan pada adiknya terjadi di sekolah lalu mayatnya dibawa pulang. Jika bukan orang yang mengenali mereka berdua dengan sangat dekat tidak akan seperti itu. Siapa yang ingin bersusah payah membawa korbannya pulang?
Sebagai seorang polisi yang sudah sering mengusut kasus seperti ini. Ia sangat paham hanya dengan melihat luka Jungkook. Yang pertama kali orang itu lakukan adalah menusuk leher adiknya. Seketika itu juga, Jungkook meninggal dunia.
Lukanya yang lain? Hanya sebagai pelampiasan kebahagiaan dari si pelaku karena sudah berhasil membunuh adiknya.
Namjoon memukul kepalanya sendiri. Semakin sakit disana. Ia tidak mau membayangkan raut kesakitan Jungkook tapi kenapa semua itu selalu berputar di kepalanya?
Namjoon bangkit dari tidur yang sebenarnya tidak bisa senyaman dulu lagi. Ia mengacak-acak kamarnya dan Jungkook untuk mencari setidaknya satu petunjuk tentang kematian Jungkook. Adiknya tidak memiliki musuh setau Namjoon, adiknya adalah anak yang baik di sekolah.
Jika bukan musuh adiknya, berarti musuhnya.
Namjoon kembali mengacak-acak lemari buku milik Jungkook. Kini hatinya tidak lagi hancur. Namjoon berhasil menata hatinya kembali tapi dengan kemarahan.
Namjoon tidak akan membiarkan si pelaku itu lepas begitu saja. Adiknya mati dan dia hidup bahagia?
Bukan cerita yang manis jika begitu akhirnya.
Hari ini Namjoon berjanji akan membalaskan apa yang sudah ia lakukan pada Jungkook. Namjoon bersumpah siapapun yang menyentuh kulit adiknya akan ia siksa dengan darah dan kesakitan yang sama seperti yang adiknya rasakan.
Kak Namjoon sangat mengerikan ketika sedang marah.
Namjoon menolehkan kepalanya pada sisi kiri didekat pintu. Ada foto keluarganya disana ayah, Ibu, dirinya dan Jungkook. Air mata Namjoon kembali menetes deras. Seakan memang ia masih memiliki banyak stok air mata.
"Setelah ini Kak Namjoon hanya akan merasakan kemarahan dan kebencian, Dek!"
***
Jungkook sudah biasa untuk berjalan sendiri menuju sekolah. Ia tidak keberatan untuk tidak memiliki kendaraan seperti teman-temannya yang lain. Ia dan kakaknya sama-sama menyukai jalan kaki.
Senyuman Jungkook tidak luntur kala membayangkan sore ini akan pergi dan menghabiskan waktu dengan kakaknya. Jungkook sudah lama sekali menginginkan ini.
Kak Namjoonnya yang sangat sibuk itu akhirnya bisa meluangkan waktu untuk bemain bersamanya.
Saat Jungkook melewati gerbang sekolah ia sama sekali tidak melihat bahwa si penjaga sekolah yang tidak biasa sedang mengikutinya. Langkah Jungkook yang teramat riang diiringi dengan langkah misterius dari sosok yang saat ini sedang memakai seragam keamanan.
Jungkook selalu berangkat lebih pagi namun kali ini paginya adalah pagi yang sial. Karena tepat sampai pada pertigaan koridor sekolah seseorang memukul kepalanya dan membuat Jungkook pingsan.
Tanpa membuang waktu orang itu menyeretnya menuju tempat dimana tidak akan ada seseorang yang akan menemukannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Magic Shop // End
FanficNamjoon hanya seorang kakak yang harus bertanggung jawab untuk adiknya, Jungkook.