This Drama; Sister

91 13 3
                                    

Pagi ini masih kelabu, tak seperti hari sebelumnya yang bewarna bagi seorang pemuda Jungㅡah haruskah ia mengganti marganya sekarang?

Sejak kabar diagnosa atas penyakit kakak perempuannya yang ternyata menderita gagal ginjal sejak 2 tahun lalu, dan parahnya lagi sekarang kondisi kakaknya sudah berada di stadium akhir.

Yeonjun tentu merasa sangat hancur atas kabar buruk itu, namun dia juga sedikit menyalahkan pola hidup Eunha yang buruk hingga memicu kerusakan ginjal.


Tidak, dia tidak marah pada orang tuanya yang memintanya untuk mendonorkan satu ginjalnya pada sang kakak, Yeonjun hanya merasa sangat kecewa atas apa yang mereka katakan semalam, yang membangunkan dirinya dari mimpi indah ini.

"Satu hal yang harus kau tahu, bahwa kau bukanlah anak kami!"

"Eunha bukan kakak kandungmu! Tapi dia sangat menyayangimu, jadi bayarlah hutangmu pada kami dengan mendonorkan ginjalmu padanya, Choi Yeonjun!"

"Jangan naif dan berpikir kami menghidupimu dengan gratis!"

Seumur hidupnya, Yeonjun tidak pernah merasa sangat bodoh untuk menyadari satu hal yang terlihat begitu jelas, bahwa sejak ia lahir Ibunya memperlakukan dirinya sangat berbeda dari Eunha.

Yeonjun tersenyum miris, di satu sisi ia merasa harus mendonorkan ginjalnya, namun di sisi lain, dia tidak bisa.

Dia tidak akan bisa meraih mimpinya dengan satu ginjal, tidak mungkin. Tapi, dia juga takkan rela melihat Eunha tersiksa seperti itu.

Ponselnya bergetar, tertera di layar bahwa Eunha menelponnya. Yeonjun segera mengangkatnya dan beranjak ke balkon kamar.

"Bagaimana keadaanmu? Hei, Kakak harusnya istirahat sekarang!"

Eunha yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit meneteskan bulir air mata, netra indahnya yang dulu sangat jernih dan cerah, kini meredup, "aku baik, sangat baik. Hari ini kamu makan dengan baik, 'kan?"

Yeonjun menggeleng, namun lisannya mengiyakan pertanyaan perempuan lebih tua darinya itu. "Maaf udah ngerepotin Kakak selama ini."

Eunha menggeleng, air matanya makin deras mengalir, membuat wajahnya memerah dan bantalnya basah.

"Jangan bicara seperti itu lagi, kamu tuh bagian terbaik dari hidupku, Yeonjunnie. Jangan pernah relakan mimpimu untukku, kamu udah janji akan menyapaku di tv nanti, kumohon..."

Suara pilu Eunha menyayat hatinya, merasakan betapa egois dirinya saat ini, "t-tapi Kak, Yeonjunㅡ"

"Seorang lelaki sejati tidak akan pernah mengingkari janjinya. Jangan pikirkan kondisiku Yeon, aku baik-baik saja. Teruslah bersinar walaupun alam semesta membencimu."

Dokter yang siap melakukan kemoterapi padanya sudah tiba disertai suster yang kini sibuk mengganti cairan infusnya, Eunha mengela napasnya panjang.

"Dokternya udah datang. Jenguk aku besok pagi, ya?"

"Baiklah, semangat Kak!"

Kemudian isak tangisnya pecah,
selama ini, ternyata hanya satu hal yang dapat membuat sesosok pemuda sangat ceria seperti Yeonjun merasa hancur bagai serpihan debu, yakni Eunha.

Andai Yeonjun tahu Eunha mengidap gagal ginjal sejak lama, mungkin kini Yeonjun sudah berbagi ginjalnya dengan perempuan yang selalu menyinari hidupnya seperti rembulan di tengah malam itu.

Remaja berusia 19 tahun tersebut  mengantukkan dahinya pada dinding dengan keras, seolah menyalurkan segala gundah gulana yang menyerang dirinya.

Untuk beberapa menit saja, kini Yeonjun hanya ingin melupakan semuanya, ia ingin melupakan ambisinya untuk menjadi seseorang yang bisa membuat orang lain tersenyum, tertawa, dan menjadi seorang yang berarti meski sebagian besar dari mereka tak mengetahui sosok Yeonjun yang sebenarnya hanya dengan kekuatan musik.

Namun kini, dapatkah seseorang menyembuhkannya terlebih dulu?

Melenyapkan tiap tetesan air yang keluar semakin deras dalam beberapa sekon saja?

Bisakah Yeonjun meminta seseorang meminjamkan tubuhnya untuk ia peluk, mengadukan semua hal pilu yang rasanya sudah mencabik-cabik seluruh bagian hatinya.

Bisakah ia?

"Ping! Yeonㅡjun?"

Soobin tercekat, melihat seonggok daging yang biasanya selalu terlihat kuat di depannya kini meringkuk di pojok ruangan, meredam isak tangisnya dengan cicitan kecil.

Pemuda berlesung pipi tersebut sontak berlari menghampiri sahabatnya, tak mempedulikan sekotak pizza yang sengaja ia tanggalkan di lantai begitu saja.

"Hei, aku di sini."

Soobin berjongkok, menyamakan tingginya dengan Yeonjun. Yang dihampiri tersentak, ia mendongak berupaya menggapai sang pemilik suara. "Soobin?"

Yeonjun meraba permukaan wajah Soobin, dia hanya masih tak percaya, seseorang benar-benar mendengarnya.

Pemuda Choi itu langsung menyalurkan sedikit demi sedikit beban yang dipikulnya dalam pelukan hangat Soobin. "Aku butuh pelukan, bentar aja," ucapnya parau, tak dapat lagi menyembunyikan kesedihannya.

Siang tadi, saat Soobin mengetahui hal tak terduga ini, hatinya ikut membiru, membayangkan betapa kejamnya dunia pada Yeonjun membuat hatinya teriris juga.

Ia kira, Yeonjun akan menyapanya seperti biasa, lalu menjawab, "aku tak apa, jangan lebay," saat ia bertanya mengenai kondisi remaja yang lebih tua setahun darinya itu.

Mengingat selama ini Yeonjun selalu bertingkah seperti tak ada yang perlu ditangisi dalam kehidupan dan semua akan berlalu termakan waktu.

Namun, dugaan Soobin meleset jauh, nyatanya, Yeonjun yang masih memeluknya erat tetaplah manusia, dia punya hati yang akan remuk bila mendapatkan badai sebesar ini. "Aku bersamamu, jangan khawatir."

Bukan, Yeonjun tidak sedang berada di sebuah mimpi yang menyakitkan, malahan dia yang terbangun dari mimpinya.

Mimpi yang rasanya sangat indah sampai membuat Pemuda Choi itu terlena, di mana semua orang menyayanginya, dikelilingi oleh sahabat yang selalu setia bersamanya, dan berada di sebuah keluarga hangat dengan Eunha yang selalu membuatnya kagum akan kelemah-lembutan hatinya.

Yeonjun belum siap, dia takkan pernah siap dengan kenyataan yang menghantamnya keras seperti ini, ia tak siap kehilangan semuanya.

-cont

A/N:

Kepanjangan gak sih? Tapi aku gabisa motong ceritanya karena ini dalem bgt, apalagi pas diakhir ada Yeonbin, huhu

Dan kalo ngerasa bahasanya aneh, bilang aja ya! Soalnya ini pertamakalinya aku nulis cerita dgn semi baku, meski lebih banyak bakunya, hihi

Hope u enjoy this part! Jangan lupa nyalain selalu lagu yg ku kasih ya!

Love ya!

InvisibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang