This Drama: Sister

36 4 0
                                    

Aroma obat-obatan menyeruak, brankar melaju cepat menuju ruang transplatasi, dan kepanikan tak dapat dihindari, kedua insan berumur setengah abad itu tak hentinya merapalkan doa, memohon akan keselamatan putri satu-satunya.

Sedangkan Yeonjun,  ia memejamkan mata kala jarum tipis nan tajam mulai mengoyak permukaan kulitnya,  sebelum cairan itu masuk dan hanya deru napas terdengar.

Para Dokter mengerjakan tugasnya, dibantu dengan tenaga perawat yang mendesis tertahan kala salah satu organ tubuh terpenting itu keluar dari tempatnya, diiringi bau amis membuat mereka merinding ngeri.

Bulir-bulir keringat dingin menetes perlahan-lahan, Dokter Park mendesah lega kala jahitan terakhir terselesaikan tanpa kendala, "terima kasih atas kerja keras kalian."

Selang beberapa jam, mata segelap obsidian itu mengerjap pelan, alisnya menukik saat cahaya lampu terasa menyilaukan pandangan. Ia seketika teringat bagaimana mulanya dia bisa berbaring di ranjang dingin ini tanpa seorangpun menemani. Yeonjun terduduk, namun rasa nyeri di perutnya yang teramat perih membuatnya kembali terbaring lesu.

Pintu berderit tanda seseorang memasuki ruang inapnya, ia menoleh dan tersenyum tipis melihat siapa yang datang, Soobin dan Beomgyu dengan raut khawatir sekaligus iba, dua sejoli itu mendekat, "bagaimana rasanya?"

Yeonjun terkekeh lemah, "bagaimana apanya?"

Beomgyu memutar mata, "apakah seperti di film-film?"

Soobin tanpa perasaan juga persetujuan tiba-tiba menyibak kain beewarna pucat itu, lalu menyentuh area jahitan sedikit keras, membuat sang empu memekik nyeri, "apa-apaan, kau, Soobin!"

Yang mendapat protes terkikik puas, sama halnya dengan Beomgyu. "Punya temen stres semua, sabar, Jun, sabar!" gerutunya sebal.

Tawapun pecah, ikut memecahkan dinginnya ruangan putih tersebut yang akan menjadi teman akrabnya nanti, "nih makan, tapi kupas sendiri ya, aku sibuk."

Soobin menyerahkan buah apel tersebut pada Yeonjun, sedang Beomgyu asik mengitari ruangan di mana sobatnya tempati ini, lalu menyalakan televisi dan terduduk santai di atas sofa sambil memakan jeruk milik Yeonjun, merasa telah kembali pada habitatnya.

"Di sini asik juga, ya. Besok ke sini lagi deh," monolognya tanpa lepas pandangan dari ketiga beruang yang terlihat sedang bertingkah konyol di guanya.

Yeonjun melihat jam, sudah pukul enam, namun kedua temannya ini tak teelihat ingin pulang, padahal mereka datang saat matahari masih menyala terang. "Yeonjun, Ibumu datang."

Matanya langsung tertuju pada seorang wanita yang kini melangkah ke arahnya, Soobin tersenyum basa-basi sebelum akhirnya terbirit ke tempat Beomgyu. "Terimakasih telah memilih keputusan yang tepat, kami akan memberi bayaran setimpal."

Yeonjun menggeleng, "tidak usah, aku hanya butuh Kak Eunha kembali sehat dan tersenyum seperti dulu."

Nyonya Jung mengulas senyum, namun bukan senyum yang terlihat menyenangkan di matanya.

"Terserah, intinya, kau tetap pergi ke Bundang, kembali ke tempat di mana kau ditemukan, sekaligus dibuang,
eh."

Ah, benar. Yeonjun hampir saja melupakan fakta yang satu itu, lantas ia mengangguk. "Aku mengerti."

"Baguslah kalau begitu."

Nyonya Jung kemudian pergi tanpa mengucap sepatah kata lagi, menginggalkan pemuda jangkung itu beribu rasa sesak. Dia merindukan masa di mana semua tatapan terlihat hangat, bukan seperti sekarang, yang mana tampak asing dan tak menyenangkan, sangat.

Soobin yang tak sengaja mendengar sedikit terkejut atas percakan ibu dan anak tersebut, berbeda dengan pria beruang di sebelahnya yang tak menaruh peduli sedikitpun. Ia menyenggol bahu yang lebih muda.

"Kau dengar tidak? Yeonjun akan pergi," adunya. Beomgyu menggeleng seraya mengedikkan bahu, "pergi ke mana?"

"Busan? Atau Bandung, entahlah, aku tak mendengarnya dengan baik."

Ia mengrenyitkan dahi, "Bandung? Bundang kali," koreksinya, Soobin seketika menjentikkan jarinya, "nah, itu maksudku."

"Mau apa dia ke Bundang? Sebentar lagi 'kan kelulusan," tanyanya heran.

"Mungkin setelah lulus, seperti kuliah di sana? Aku gak setuju ah, bakalan sepi kalau Yeonjun pergi."

"Memangnya kau bisa berbuat apa?"

-extn

Lelaki dengan hoodie kelabu itu mendesis tak terima kepalanya terkena benturan kaleng soda saat tengah menikmati segelas kopi hangat, mata elangnya menatap tajam sekitar. Lalu ia menghampiri seorang pemuda yang menurutnya ialah oknum tak bertanggung jawab yang telah menyebabkan dahinya berdenyut. "Kau yang menendang kaleng?"

Hueningkai tergagap, matanya melirik sana-sini mencari-cari alibi yang sekiranya dapat meredakan emosi lelaki di hadapannya itu. "Eum, a-aku benar-benar tak sengaja, maafkan aku!"

Hueningkai seketika berlari, namun tak disangka, lelaki yang lebih pendek darinya itu mengejar. Kepanikan melandanya, pemuda berdarah Amerika-Korea itu tak bisa menghentikan langkahnya sebab terlampau takut dengan tatapan tajam Taehyun. "Berhenti atau kulaporkan ke polisi?! Berhenti woi!!"

Ancaman Taehyun membuatnya berhenti, ia menumpu tubuhnya pada lutut, berbalik terengah menatap lawan bicara. "Dasar, diancam dulu baru takut. Kau sengaja ya?!"

"T-tidak! Sungguh, tadi aku sedang kesal jadi menendang kaleng itu. Tolong maafkan aku."

Taehyun tertegun melihat wajahnya, dia merasa tak asing dengan bentuk alis, rahang, bibir bahkan hidung Hueningkai. Benar-benar familier sampai-sampai warna suara merekapun sama. "Tunggu, kau punya kembaran?"

Hueningkai merengut, kepalanya menggeleng, "tidak, aku hanya punya kakak dan adik, ah, sekarang tinggal adik."

"Perempuan?"

Hueningkai menatap Taehyun, sedikit menaruh curiga padanya. "Darimana kau bisa tahu?"

"Namanya siapa?"

Hueningkai tak ingin menjawab, namun lagi-lagi mata besar namun seramnya membuat ia tak berkutik, "Lea dan Bella."

Tanpa sadar mereka telah mengobrol banyak, Taehyunpun menceritakan bagaimana kakaknya tiba-tiba menghadang dan memuat permintaan aneh padanya.

Hueningkai tentu tak percaya, bagaimana mungkin Lea bertemu dengan Taehyun padahal ia sudah tiada tahun lalu?

"Kau bercanda? Kakakku sudah meninggal!"

"Apa? Tapi dia benar-benar nyata! Bahkan suaranya masih bisa kulihat jelas, kakinya pun ada, tidak melayang!"

Mereka berhenti berdebat tatkala seorang perempuan menghampiri, ialah Minji, yang sengaja menguping sejak mereka masih di depan mini market, hingga kini berada di pinggir jalan raya. Dia memberanikan untuk muncul setelah percakapan tentang Lea membuatnya gatal ingin berbicara.

"Ehm, maaf aku sedikit ikut campur, tapi, kakakmu sepertinya tidak bisa menjadi roh seutuhnya sebab masih banyak hal yang harus diselesaikan."

"Dan kau harus berhati-hati, akhir-akhir ini para hantu suka mengusikmu, Hyun."

Ia berhasil membuat kedua pria dengan tinggi semampai itu bertanya-tanya. Berakhirlah mereka di sebuah grupchat yang bertujuan untuk mengusut tentang Lea yang meminta bantuan pada Taehyun.

-cont

InvisibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang