"Iya, tiba-tiba adik saya keluar dari kamar dengan keadaan tertusuk, orangtua sayapun tidak tahu ke mana. Dan keadaan rumah sudah kacau balau, darah di mana-mana."
Hueningkai terduduk lemas saat Pak Polisi berperut buncit itu mengatakan bahwa kemungkinan besar rumahnya dirampok dan membunuh orangtuanya. Tapi hatinya berkata lain, seolah tak percaya keluarga kecilnya terluka begitu saja karena seorang perampok. "Selain perampok, sugesti lainnya apa?"
"Mungkin mereka memang berniat mencelakai keluargamu, tidak ada barang curian selain berkas-berkas harta 'kan?"
"Tapi, percayakan saja semuanya pada kami. Sebaiknya kau pulang dan bersihkan dirimu, nanti anak buahku akan mengabari tentang penyelidikan ini. Oke?"
Hueningkai mengangguk, ia bangkit dari kursi dingin itu sebelum menyelaraskan pikirannya dan akhirnya meninggalkan kantor polisi dengan perasaan kacau luar biasa. Ia menyesal, sangat.
Harusnya, ia mengangkat telpon dari Ibunya dan tidak keluyuran tanpa tujuan seperti orang stress. Ia menggaruk kepalanya kesal, dengan asal-asalan menendang batu kerikil yang menghalangi penglihatannya.
Meski Ibu dan Ayahnya diperkirakan sudah terbunuh dan jasad mereka disembunyikan sang pelaku, Hueningkai masih tidak percaya.
Sebab dulu, Hueningkai pernah mendapati Lea menangisi sebuah kertas kosong yang tampak kusam. Dan setengah tahun kemudian, kakaknya itu ditemukan gantung diri di sebuah gedung kosong dekat rumahnya. Sampai sekarang hatinya belum pernah berhenti berkata bahwa Lea tidak benar-benar bunuh diri.
Setelah mandi Hueningkai langsung pergi ke rumah sakit di mana Bella tengah dirawat. Adiknya semalam kehabisan darah dan sekarang harus dirawat intensif.
Ugh, semua masalah ini seakan terus menekan dadanya tanpa henti. "Bella pasti kuat, jangan tinggalin Kakak sendiri, please."
Menunggu sampai sang matahari mulai tenggelam, yang Hueningkai dapat hanya sebuah penyesalan tiada akhir. Bella tak kunjung bangun, dokter bilang adiknya itu masih butuh istirahat beberapa hari lagi untuk memperbaiki sistem tubuhnya yang masih kaget dengan tusukan di perutnya.
Tak lama, Dokter Kim datang dan memberinya spucuk surat dari hasil tes labolatorium. "Ini bisa membantu investigasi polisi. Semoga Ayah dan Ibumu selamat."
Dokter kemudian memandangnya lamat. Seakan terselip dalam irisnya sebuah rasa rindu yang ia perlihatkan padanya. "Terimakasih, Dokter sudah banyak menolongku."
Ia tersenyum singkat, "sama-sama. Kalau ada apa-apa, hubungi aku ya? Ibumu berpesan padaku untuk menjaga kalian jika dia pergi."
"Dan aku gagal, maaf."
Hueningkai menautkan alisnya, "maksud Dokter?"
Sang dokter menggeleng pelan, "aku Kim Jongin, lelaki yang menyebabkan Ibumu pindah ke Hawaii, dulu kami bersahabat sejak ia masih di London."
"Ah, ibu tidak pernah bercerita tentang sahabatnya, maaf aku tak mengenalmu sebelumnya."
Jongin tersenyum tipis, menepuk bahu pemuda yang lebih tinggi darinya pelan, "santai saja. Anggap aku adalah Kakakmu, oke?"
"Baiklah, Kak Jongin."
-extn
Username: Gyutjoi
Status: Rookie, lvl 5
Mission: Find a powerful eyes
Clue: Open your eyes wider
Gift: 2000 safir, level up to 10, and supriseIf you lose, game over.
Accept|Reject
"Powerful eyes? Maksudnya?"
Pemuda itu mengusak surainya kasar, mulai berpikir tentang siapa orang yang disebut-sebut Powerful eyes oleh game berjudul Salvation Maze ini.
Omong-omong, permainan ini ia temukan dalam sebuah cd game usang nan aneh tanpa judul yang jelas ketika ia membolos lagi dan tidak sengaja menginjaknya.
Karena rasa penasarannya kian membuncah, minggu lalu ia akhirnya membuka cd game itu dan langsung tertarik untuk bermain dalam pandangan pertama ia melihat peraturan dan hadiah yang akan ia dapatkan jika berhasil menyelesaikan misi.
Juga karena permainan ini melibatkan kehidupan nyatanya, dan misi pertama yang ia terima cukup mudah, hanya mencari sebuah kunci tua di gudang sekolah, yang akhirnya menyebabkan ia diskors selama tiga hari—pasti kau tahu kenapa—dan ia harus menemukannya saat matahari terlelap, sebab pemilik kunci sekaligus musuhnya hanyalah matahari, api, dan ujung dunia.
Oh ya, jangan lupakan jam tangan ajaib dari dalam cd yang bisa brerbicara layaknya navigasi google yang akan mengingatkan kapan deadline misi, clue tambahan, dan pemberitahuan ia berhasil atau gagal.
Setidaknya hanya itu fungsi jam yang Beomgyu ketahui. Tak lama, Beomgyu teringat sebuah novel karangan Real Monster, berjudul Odd Eye yang pernah kakaknya belikan padanya, Beomgyu tidak tahu apa itu akan membantu, tapi, mari kita lihat.
Dia pernah berkata, kata-kataku terasa seperti air hujan, dan suaraku bewarna merah muda. Aku selalu merasa iri padanya, dia melihat dunia dengan cara yang indah. Tidak ada kota kelabu, lidah asam, atau hidup monoton.
Terima kasih telah menjadi mataku. Mari warnai dunia ini bersama, pancaronamu akan menghapus segala kekosongan kanvasku.
Ini hanya sekelibat kisah cinta simpel, pria kota kelabu yang terpesona akan kehindahan wanita mata pelangi.
"Ah, ini akan menjadi malam yang panjang," gumamnya pelan, merebahkan tubuh ke atas ranjang dan mulai menyibak satu persatu halaman dan membacanya.
Kala membaca, tak jarang alisnya saling bertautan dan bibirnya bergerak seakan tengah merapalkan sesuatu; Senetesia, senetesia, dan senetesia.
"Aku merasa familiar dengan Bulan Maret terasa seperti puding stroberi. Pernah dengar di mana ya?"
Ia menjentikkan jari ketika sebuah kalimat terlintas melewati sela-sela otaknya.
"Kau kenal Kang Taehyun? Katanya ada yang salah dengan pendengarannya? Benarkah?"
"Anak skizofernia itu? Iya, kau tahu, aku pernah tak sengaja menemukan catatannya, dia menggambar monster di sekelilingnya, lalu kata-kata seperti 'aku benci mataku, lidahku, aku benci semua orang' anak itu benar-benar.."
"Hei, tidak usah dekati dia! Kau tahan mendengarkan semua omong kosongnya?"
"Hahaha, bisa apa sih kau? Melihat dengan benar saja tidak bisa, apalagi ikut club kami."
Beomgyu mengela napasnya, meski tersirat keraguan di mata. Jemarinya tetap menekan tombol yang kemudian bersuara ledakan.
Mission has been opened, good luck Gyutjoi!
-cont
KAMU SEDANG MEMBACA
Invisible
FanfictionSatu persatu, mimpi mereka terenggut. Soobin tidak bisa menjadi seorang seniman karena tuntutan ayahnya, mimpi Yeonjun yang sudah berada di depan matapun harus kandas karena ia lebih menyayangi Eunha. Lalu, Beomgyu ternyata memiliki Rahasia besar d...